Kemarin sore selepas kabar bahagia itu, Harris langsung terpikir oleh Ardi. Dia belum memberi kabar sahabatnya itu semenjak pengumuman bimbel gratis terakhir dari sekolah, begitu pula Ardi yang juga tidak pernah menghubunginya barang sekalipun. Sebenarnya Harris sedikit merasa janggal, tetapi Harris tidak berpikir aneh kala itu. Ia beranggapan bahwa, mungkin Ardi sibuk atau tidak memiliki paketan data. Maka dari itu kemarin ia mengirim pesan pada Ardi.
Belum sempat Harris menekan nomor Ardi untuk mengirim pesan, Ardi lebih dulu mengabari Harris lewat pesan tersebut jika ponselnya rusak selama beberapa minggu terakhir. Jadi, baru kemarin sore ia bisa berkabar dengan Harris.
Detik itu juga Harris langsung sesegera mungkin menghubungi Ardi. Mereka berbincang via telepon, saling bertanya kondisi masing-masing. Harris juga membagikan kegagalan hasil jalur undangan masa itu. Dia menceritakan semuanya pada Ardi. Termasuk esok hari saat Harris berniat mencoba peruntungan baru dengan mengikuti tes penerbangan.
Nada suara Ardi di seberang sana terdengar ikut merasa kecewa. Ardi pun juga bercerita, jika dirinya sekarang sudah mengikuti pamannya bekerja di sebuah pabrik yang berada tidak jauh dari rumahnya. Ardi bilang kalau dirinya bekerja setelah beberapa hari pengumuman bimbel waktu itu di sekolah.
Bercakap cukup lama, Ardi kemarin menanyakan padanya jika besok adalah hari kelulusan mereka. Ardi bilang jika ia akan datang lebih awal dari jam yang sudah ditentukan oleh sekolah. Harris jujur saja terkejut lantaran bingung. Dia sama sekali tidak tahu informasi apa pun tentang kelulusan. Harris kira masih beberapa minggu lagi. Mungkin karena dirinya terlampau lelah belajar terus menerus dan juga latihan fisik hingga tidak sempat sedikit pun membuka pesan dari grup kelasnya.
Harris pun mengiyakan pada Ardi untuk datang di waktu yang sama sore itu. Mereka memiliki janji bersama untuk hadir pada pukul tujuh pagi. Oleh karena itu, pagi ini Harris telah berada di aula sekolah dengan setelan jas hitam, sesuai arahan pengumuman yang tertera pada pesan di grup kelasnya. Harris ditemani sang ibu yang cantik dengan memakai kebaya. Untung saja, di web pendidikan kedinasan Kota Surabaya kemarin malam menginformasikan jika tes angkatan penerbangan hari ini diganti menjadi siang hari. Katanya ada suatu kendala di komputer mereka, maka dari itu Harris saat ini bisa turut mengikuti wisuda.
Sementara ibu Harris digiring oleh sang guru untuk berada di tempat lain, Harris menunggu Ardi di aula itu sendirian. Beberapa kali Harris melihat jam tangannya sambil sesekali menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan apakah Ardi sudah datang. Hampir pukul setengah delapan dan Ardi belum datang, hingga sesaat kemudian seseorang dengan jas hitam yang sama sepertinya berlari menuju arah Harris dengan sebuah kacamata hitam.
"Ardi!?" Harris terbelalak. Ia terbahak melihat penampilan Ardi yang nyentrik saat ini.
"Keren, kan?" balas Ardi dengan nada sedikit congkak, mengangkat dagunya.
Belum sempat mereka mengobrol bersama, kepala sekolah memanggil seluruh siswanya sebab acara wisuda akan dimulai. Di aula utama dengan berbagai hiasan balon dan pita, Harris dan Ardi duduk sesuai absen mereka saat di kelas. Ardi duduk di bangku nomor sembilan belas dan Harris di nomor dua puluh. Mereka bersebelahan.
Awal acara disambut dengan nyanyian Indonesia Raya, setelahnya pentas seni tari dari adik kelas, juga paduan suara hingga sampai pada pengumuman nama-nama peserta didik angkatannya yang lulus lewat jalur undangan. Ada empat puluh lima siswa yang sudah diterima di perguruan tinggi negeri. Kemudian, ada enam puluh lebih siswa yang diterima melalui jalur tes. Harris turut berbahagia, kendatipun hatinya merasa sedih kenapa dirinya tidak masuk dalam jajaran jalur undangan itu.
Harris menepis semua keirian hatinya dan beralih fokus mengobrol dan berbisik dengan Ardi. Acara demi acara dilalui. Dua jam tanpa terasa, nama Ahmad Harris digaungkan di depan aula. Ia maju, sebuah samir dengan logo sekolahnya dikalungkan pada leher Harris. Lalu, Harris bersalaman dengan kepala sekolah dan guru lainnya, setelah itu berfoto.
Wisuda kali ini berjalan sangat lancar. Tatkala acara wisuda selesai, ibu Harris meminta tolong Ardi untuk memfotokan dirinya bersama Harris. Ibu dan Harris berpose sambil diarahkan oleh Ardi dengan gaya dua jari serta gaya bebas. Selepasnya, ibu Harris memfoto Ardi dengan Harris bersama.
Sesi foto telah selesai. Sebelum pulang, mereka saling bersalaman. Ardi menyemangati Harris dan mendoakan keberhasilannya untuk tes siang ini. Harris merangkul Ardi sambil menepuk-nepuk punggungnya. Mereka saling memberi semangat. Harris tidak menyangka perpisahannya dengan Ardi akan secepat ini. Mereka sudah di tahap saling menggapai mimpinya masing-masing. Ardi dengan pekerjaannya dan Harris dengan pendidikannya.
××××
Meskipun terik matahari kian menyengat ubun-ubun tidak membuat Harris lengah dengan semangat baru. Dirinya telah berganti baju dan bersiap bersama setelan kemeja putih serta celana hitam untuk memulai tes pertamanya siang ini. Tepat di depan cermin, Harris berkaca, membenarkan rambut. "Ternyata aku keren juga," monolognya terdengar congkak meniru gaya Ardi sambil merapikan kemejanya, sebelum akhirnya sang ibu memanggil Harris dengan lantang.
Harris beranjak menuju halaman depan sembari menjinjing tasnya di punggung. Harris selalu mengingat ucapan ayahnya ketika ia hendak berangkat wisuda tadi pagi. "Semoga lolos, ya. Ayah percayakan sepenuhnya pada kamu. Kamu harus bisa!"
Setidaknya perkataan itu mampu menambah sedikit semangat bagi Harris. Sebelum berangkat, ibu Harris mengunci pintu rumah sambil memasukkan kunci tersebut ke dalam tas yang digantungkan pada bahu miliknya. Harris dan ibunya langsung berjalan menuju halte bus yang tidak cukup jauh dari rumah mereka.
Ditemani panasnya sinar matahari, Harris kini melangkahkan kaki dengan sigap, sedangkan ibunya terlihat seperti terus mengucap zikir. Mungkin ia rasa ibunya tengah berdoa demi kelulusan Harris di tes pertamanya.
Langkah Harris dan ibunya menyusuri jalan yang dibalut polusi udara, hingga mereka sampai di seberang jalan yang sudah memperlihatkan sebuah halte bus berwarna hijau. Harris dan ibunya menyebrang bersama dan menunggu selagi bus itu datang menghampiri mereka.
Menunggu menit demi menit, beberapa orang mulai memenuhi halte. Tidak lama setelahnya, bus dengan jurusan Kota Surabaya itu berhenti tepat di depan mereka. Semua orang berdesakan masuk, termasuk Harris dan ibunya.
Ibu Harris mengeluarkan sebuah uang dari dalam tasnya untuk dibayarkan pada sang supir. Dengan tarif yang sangat terjangkau dan tidak lebih dari dua puluh ribu, Harris dan ibunya pun dapat duduk di bangku tengah. Harris memilih untuk berada di samping kaca, karena nantinya di perjalanan ingin melihat pemandangan bangunan-bangunan besar yang berada Kota Surabaya.
Niat hati ingin melihat pemandangan Kota Surabaya, tetapi Harris justru tertidur di tengah perjalanan. Diri Harris terlampau lelah karena tidak memiliki cukup banyak jam tidur akhir-akhir ini. Apalagi penyebabnya jika bukan belajar dan tuntutan sang ayah. Namun, Harris mulai merasa sedikit terbiasa dengan hal semacam itu.
~Bersambung
YOU ARE READING
Brother's Story [Terbit]✓
Teen FictionDituntut untuk selalu bisa menjadi contoh yang baik dalam keluarga dengan bersembunyi di balik kata 'Kamu, kan, anak pertama,' membuat Ahmad Harris hidup penuh dalam tekanan. Terlebih saat ia diberi tanggungjawab untuk mewujudkan mimpi ayahnya yang...