Ini adalah kali pertama Harris menjadi seorang mahasiswa. Dirinya memakai seragam lengkap, hitam dan putih untuk ospek hari ini. Dia berdiri di depan gedung yang sedikit terlihat menjulang. Ia bersama kumpulan mahasiswa baru. Pandangan Harris mengedar ke sekitar. Sebuah taman luas dengan banyak sekali pepohonan yang dibalut rumput hijau, menyegarkan mata Harris seketika. Kampus ini terasa cukup nyaman dan menenangkan bagi diri Harris.
Suara lantang dari seseorang yang Harris kira adalah kakak pembimbing pun menggema ke seluruh penjuru, membuat Harris menghentikan aksinya. Semua mahasiswa disuruh untuk segera berkumpul dan berbaris di lapangan utama yang tidak jauh dari tempat Harris berada saat ini, karena akan diadakan sesi upacara dan orientasi seperti halnya pengenalan akademik kampus.
Sesi upacara berjalan lancar, walaupun Harris melaluinya masih dengan rasa yang malas, tidak memiliki energi juga motivasi dalam dirinya. Hanya mengalir dengan rasa hampa di saat mahasiswa baru mulai saling mengobrol dan berkenalan satu sama lain.
Kegiatan berlanjut hingga sore hari. Mulai dari pengenalan akademik, terkadang juga diselingi oleh pertunjukan dari beberapa ekstrakulikuler dalam kampus. Kemudian, Harris dan mahasiswa yang lain digiring menyusuri beberapa bangunan untuk sesi pengenalan kampus. Memperlihatkan apa saja fasilitas dalam kampus. Seperti misalnya perpustakaan, kelas, laboratorium dan lain sebagainya.
××××
Di hari berikutnya, sebuah acara pameran organisasi mahasiswa dilakukan, untuk memberi pandangan pada para mahasiswa baru agar bisa memilih organisasi yang cocok bagi mereka nantinya. Melihat beberapa kali penjelasan dari kakak tingkatnya, membuat Harris memiliki minat untuk mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa atau seringkali disebut sebagai HIMA.
Selanjutnya, terdapat kegiatan seminar dari beberapa pembicara yang mengusung topik inspiratif dan relevan di dunia perkuliahan dan profesi pekerjaan. Seminar tersebut dilaksanakan sebagai pembekalan bagi para mahasiswa baru, agar bisa memiliki dan mengembangkan softskill-nya. Tak berapa lama, disusul sedikit pembahasan mengenai aturan dan etika di dalam kampus, dan yang terakhir di sore hari ditutup dengan sebuah kegiatan permainan otak yang diadakan oleh kakak pembimbing ospek, demi bisa merekatkan sesama mahasiswa baru secara perlahan.
Hati Harris mulai bisa sedikit menerima keadaannya yang sekarang. Bertemu teman baru, suasana baru dan lingkungan yang baru, kendatipun ia tidak sepenuhnya merasa ikhlas. Terkadang, masalah mimpinya yang gagal beberapa kali datang dan mengacau isi kepala Harris. Namun, ia berusaha sebisa mungkin menepis itu.
Hari demi hari Harris lewati. Banyak kegiatan ospek yang menambah wawasannya. Belajar banyak hal dan berkumpul bersama teman baru sesama mahasiswa. Harris sudah melalui acara pengenalan kampus, hingga hari terakhir ospek yang ditutup dengan pengenalan dosen dan para staff universitas. Harris juga tidak tahu mengapa pengenalan dosen berada di akhir hari bukannya di awal, tetapi ya, sudahlah. Ia tidak seberapa peduli.
Ternyata, setelah kegiatan pengenalan dosen, para kakak pembimbing memberi Harris dan teman lainnya tugas untuk saling berkelompok. Harris ditunjuk untuk menjadi pemimpin dalam kelompoknya terkait mengenal tata letak dan lokasi kampus berserta fungsinya. Terakhir, membuat sebuah artikel. Harris merasa senang, sebab dirinya sudah lama tidak menulis sebuah artikel. Dulunya ketika SMP dan awal SMA, dia pernah mendapat juara harapan satu. Jadi, ia merasa senang bisa saat mendapat tugas semacam ini lagi.
Dari tugas ini, banyak mahasiswa yang ingin menjadi teman Harris sebab memasrahkan seluruh tugas ini padanya. Jujur saja, hanya membutuhkan waktu sekitar dua jam lebih untuk Harris bisa membuat artikel singkat mengenai topik yang diberi, kewarganegaraan.
××××
Sudah satu minggu kegiatan ospek kampus berjalan dengan baik. Kini, Harris harus kembali mengikuti kegiatan ospek fakultas. Acaranya tidak kalah banyak dan serunya dengan ospek pertama. Namun, kali ini kegiatannya terbilang lebih menyenangkan dan sedikit santai bagi Harris. Seringkali ia diberi tugas untuk berkenalan dengan anak fakultas lain, serta meminta tanda tangan mereka untuk bisa melatih kemampuan berbicara.
Selanjutnya adalah kegiatan makan-makan, yang diadakan agar bisa menambah kerekatan antara sesama teman satu fakultas. Harris terkadang merasa senang juga sedih di saat yang bersamaan. Apalagi ketika waktu istirahat seperti saat ini. Dia membuka ponselnya yang berisi banyak sekali postingan kesuksesan temannya, yang bisa masuk di universitas yang Harris idamkan.
Pikiran Harris kembali dibayang-bayangi oleh kegagalan mimpinya terdahulu. Bahkan saat ini ia pun bingung. Hal apa yang harus dilakukannya di kampus barunya ini, setidaknya agar Harris bisa membanggakan dan memperlihatkan pada ayahnya jika tidak selamanya kampus swasta itu buruk.
Tidak selamanya kita sukses di mimpi dan keinginan yang kita mau, karena di lubuk hati Harris terdalam, ia sangat yakin jika sebuah kemenangan dan kesuksesan itu terletak di mana saja. Tidak hanya terpaku pada satu hal. Jadi, tugas kita sebagai manusia adalah mencari di mana kesuksesan itu berada dan hal inilah yang sedang Harris cari serta usahakan keberadaan sebuah kesuksesan itu nyata dan ada.
“Halo, Dek,” sapa seseorang membuat Harris berbalik badan sebab terkejut.
“Kak ....” Harris menjeda ucapannya sambil beberapa kali mengingat nama sosok di hadapannya saat ini. “Kak Danu? Pembimbing aku, ya?”
Lelaki itu mengangguk. “Kamu kenapa, kok, Kakak perhatikan seringkali murung? Nama kamu siapa?” tanyanya sambil mengulurkan tangan.
Harris membalas uluran tersebut. “Ahmad Harris, Kak.”
Dari sanalah perkenalan awal Danu dan Harris dimulai. Awalnya, Harris tidak ingin jujur terkait kondisinya yang beberapa bulan terakhir membuat mentalnya tertekan. Namun, karena Danu terus mendesak agar Harris bercerita karena siapa tahu Danu nantinya bisa membantu, maka dari situ Harris berusaha mengatakan yang sejujurnya.
Ia bercerita mulai dari mimpinya yang gagal hingga berujung pada sikap ayah Harris yang terlampau dingin. Hal itu membuat Danu turut merasakan kesedihan. Harris juga bercerita serta meminta saran, harus melakukan apa agar dirinya bisa membuat sang ayah bangga.
Danu terdiam sejenak, berpikir. “Gimana kalau kamu ikut lomba karya tulis ilmiah aja? Kakak pernah juara 1 lomba itu dulu. Kalau mau minta bimbingan, mungkin nanti bisa Kakak ajarin.” tawarnya sambil menuliskan sebuah nomor milik Danu yang bisa Harris hubungi nantinya. "Ini nomor Kakak. Simpen aja dulu, siapa tau butuh."
Harris menerima nomor tersebut. "Tapi aku nggak tau cara ikutnya gimana dan di mana." Keputusannya bulat. Ia mau mencoba peruntungan baru, berharap kali ini bisa berhasil.
"Biasanya ada, kok, di sosial media atau pengumuman kampus. Dosen kadang share tapi jarang juga. Biasanya anak-anak mandiri, sering nyari di sosial media. Besok Kak Danu coba bantu cariin, ya. Kalau mahasiswa baru gini kadang banyak info lomba," terangnya membuat Harris mengangguk berterima kasih.
~Bersambung
YOU ARE READING
Brother's Story [Terbit]✓
Teen FictionDituntut untuk selalu bisa menjadi contoh yang baik dalam keluarga dengan bersembunyi di balik kata 'Kamu, kan, anak pertama,' membuat Ahmad Harris hidup penuh dalam tekanan. Terlebih saat ia diberi tanggungjawab untuk mewujudkan mimpi ayahnya yang...