Bagian 3

90 7 4
                                    

Setelah menghabiskan akhir pekan bersama keluarganya, Dahyun merencanakan perjalanan selanjutnya. Ia berencana segera mengajukan cuti selama seminggu untuk pergi ke Jepang. Kali ini, giliran orang tua Sana yang akan mereka beri tahu tentang kabar kehamilan Sana.

Sekarang, Dahyun duduk di hadapan bosnya, Jeongyeon, sesuatu yang jarang terjadi hanya karena mengajukan cuti. Jeongyeon, CEO muda yang memimpin salah satu perusahaan ternama di Korea, juga merupakan salah satu sahabat Dahyun dan Sana.

"Jadi kau akan pergi ke Jepang?" tanya Jeongyeon, memandang Dahyun dengan serius namun penuh rasa ingin tahu.

"Ya, Sana merindukan orang tuanya dan aku tentu saja tidak bisa membiarkannya pergi sendirian," jawab Dahyun dengan nada santai. Karena hanya mereka berdua yang berada di ruangan, Dahyun merasa tidak perlu menggunakan bahasa yang formal.

Jeongyeon menghela napas dalam-dalam. "Maaf, Dahyun, tapi bisakah Sana pergi bersama Mina saja, seperti biasanya? Aku tidak yakin ada orang lain yang bisa menangani proyek yang sedang kau kerjakan, bahkan untuk sementara waktu."

Dahyun melihat penyesalan di mata sahabatnya dan tahu bahwa permintaan itu sulit untuk dipenuhi. "Aku tidak bisa, Jeong. Maaf, tapi aku akan berusaha menyelesaikan proyek itu secepatnya sebelum pergi ke Jepang."

Jeongyeon mengangguk pelan, memahami situasi yang dihadapi Dahyun. "Baiklah, aku juga tidak bisa memaksamu. Yang penting, jangan membuat kesalahan karena terburu-buru menyelesaikannya, oke?"

"Dimengerti, Jeong," balas Dahyun sambil tersenyum puas, merasa lega setelah percakapan yang cukup serius ini.

"Lalu bagaimana kabar Sana?" tanya Jeongyeon, mencoba mengganti topik pembicaraan.

Dahyun tersenyum bangga, "Cukup baik. Akhir-akhir ini Sana selalu memasak, dan aku bisa menjamin makanan yang dia buat semakin enak sekarang. Bagaimana dengan Nayeon eonnie?"

Jeongyeon tertawa kecil, tertarik mendengar perkembangan itu. "Menarik, kapan kami bisa mencicipi masakan Sana lagi?" tanya Jeongyeon, teringat pengalaman terakhir ketika sahabat mereka, Momo, harus bolak-balik ke kamar mandi karena masakan Sana yang kurang berhasil.

"Sepertinya saat kami pulang dari Jepang," jawab Dahyun. "Sana berencana mengundang kalian semua. Kami juga berencana pindah dari apartemen ke rumah baru yang baru saja kami beli. Dia sangat merindukan momen-momen kebersamaan kita."

"Itu terdengar sangat bagus," kata Jeongyeon dengan antusias. "Oh, soal Nayeon, dia baik-baik saja. Tapi akhir-akhir ini dia sering sekali memarahiku, padahal aku tidak melakukan apa-apa," lanjut Jeongyeon dengan nada frustasi, mengeluhkan sikap istrinya akhir-akhir ini.

Dahyun tertawa pelan. "Aku berpikir perubahan sikap Nayeon eonnie mungkin ada kaitannya dengan kesibukanmu. Bukankah lebih baik jika kau juga berlibur berdua saja bersama Nayeon eonnie?"

"Hmm, aku akan memikirkannya," jawab Jeongyeon sambil menghela napas panjang. "Akhir-akhir ini banyak sekali hal yang harus diselesaikan dengan cepat, membuat pekerjaan kita menumpuk. Aku juga merasa bersalah dengan Nayeon karena terlalu sibuk."

Dahyun mengangguk, memahami situasi sahabatnya. "Sepertinya aku harus benar-benar mencari tiket untuk berlibur bersama Nayeon," kata Jeongyeon akhirnya, dengan nada lebih tegas. "Dia pasti akan sangat senang." Percakapan mereka berlanjut dengan percakapan yang lebih ringan.

.

.

Pada akhirnya, Dahyun masih sering pulang terlambat karena harus bekerja ekstra agar mereka bisa pergi ke Jepang secepatnya. Dia benar-benar tidak ingin membuat Sana menunggu terlalu lama untuk bertemu dengan orang tuanya.

Unparalleled LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang