BAB 31: Seorang Adik

157 4 0
                                    

Seorang gadis kecil berjalan tegap penuh bangga, dengan dadanya yang membusung dan rahang terangkat pongah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang gadis kecil berjalan tegap penuh bangga, dengan dadanya yang membusung dan rahang terangkat pongah. Rambutnya yang cokelat kehitaman dikepang bergelombang sampai setengah punggung ditutupinya. Bersama setelan merah hitam yang tegas lagi menggemaskan, sebuah mahkota kecil bertengger indah di kepalanya.

"Nona Helena, maaf menghentikan Anda yang penuh semangat, tetapi saya rasa, mendatangi Nona Renata saat sedang berlatih akan mengganggunya," tutur sopan seorang pelayan laki-laki yang berdiri di samping gadis itu. Pelayan itu memakai jas hitam yang terlihat gagah, berusia sekitar 15 tahun dari penampilannya.

Menanggapi peringatan si pelayan, gadis kecil itu mendecih tak suka. "Berisik banget, deh, Saliver. Aku sudah bersabar sampai satu minggu, kau tahu? Memangnya sesibuk apa Kakak yang tidak berguna itu sampai aku tidak boleh menemuinya?"

"Bukan begitu, Nona Helena. Kabar-kabarnya, Nona Renata kembali dengan--"

"Aku enggak pengen dengar, enggak mau tahu! Pokoknya aku mau ketemu Kakak hari ini juga!"

______________________________

Mengelap keringat di pelipis wajah, Renata tampak segar setelah hampir setengah hari berlatih keras. Pekarangan Wastu sekali lagi dipenuhi lubang bekas Renata melancarkan sihir peledak bersama roh kuasi yang diolahnya.

"Kalau soal transformasi mana ..., sepertinya Nona Renata sudah tamat dalam hal itu. Namun, yah, sepertinya Nona sangat tidak berbakat dalam menyaring berbagai jenis mana yang masuk," jelas Aisha berekspresi kecewa.

"Itu benar-benar sulit. Rasanya seperti aku harus memisahkan beras putih yang tercampur aduk dengan beras merah. Belum lagi ada yang terlihat berwarna hijau, ungu, kuning, biru, aku tidak bisa berpikir sampai sejauh itu!" keluh Renata putus asa.

"Itu terlihat berwarna-warni karena jenis mana yang dimiliki roh kuasi memang beragam. Jika Nona tidak bisa menyaring penggunaannya, maka yang akan terjadi hanya ledakan. Itu akan berdampak destruktif daripada Nona memilah mana secara kondisional."

"Mau bagaimana lagi? Aku belum terbiasa, lagi pula ini baru satu minggu sejak aku memulai latihan."

"Diri-kyu juga tidak memaksa Nona. Perkembangan Nona sudah terlihat cukup bagus menurut-kyu. Itu juga sudah cukup sebagai bentuk pertahanan diri," jelas Aisha memaklumi. Berbalik hendak pergi, Aisha kemudian menjauh. "Kita istirahat saja dulu. Latihan selanjutnya akan fokus pada penyaringan mana."

Sesaat setelah Aisha pergi, Renata langsung berbaring lelah di pekarangan. Tanpa alas atau bantalan, Renata yang seorang putri kerajaan berbaring begitu saja tanpa memikirkan statusnya.

"Nona Renata, maaf mengganggu waktu istirahat Anda," ujar seorang pelayan lainnya yang baru saja datang, dialah Lalatina dengan rambut perak yang bersinar.

"Ada apa, Lalatina?" tanya Renata bingung, tetapi punggungnya yang berat tak bisa bangkit dari posisi telentang.

"Meskipun saya sudah coba untuk memperingatinya, Nona Helena tetap memaksa untuk bertemu. Dia--"

"Tu-Tunggu! Helena? Helena ..., siapa dia?" Renata yang sejak tadi nyaman berbaring langsung mengambil posisi duduk. Berpikir keras bertanya-tanya tentang siapa sosok bernama Helena.

Menghela napas, Lalatina kemudian menjawab, "Nona Helena adalah adik kandung Anda."

"A-adik?" Bingung sebentar, Renata kemudian teringat dengan siapa itu Helena yang ingin menemuinya. Bukan ingatan yang bagus. Mungkin, ini adalah ingatan yang sebaiknya dilupakan dan Renata tidak pernah ingin mengingatnya.

"Tidak bisa hamil dan melahirkan anak, Kakanda benar-benar gagal sebagai seorang wanita. Seharusnya aku saja yang menjadi lambang untuk pernikahan politik dan menikah dengan Pangeran Arthur."

Kalimat jahat itu tidak salah lagi pernah Renata dengar. Kalimat itu diucapkan langsung oleh adik perempuannya saat mendapati fakta kalau Renata tidak bisa hamil dan melahirkan penerus.

"Be-benar juga. Aku ternyata selama ini memiliki adik, ya? Kurasa, dia saat ini sudah berusia 12 tahun, kalau aku tidak salah."

Berpura-pura lupa di hadapan Lalatina, padahal Renata memang tidak ingin mengingat-ingat soal adiknya. Renata sedikit takut ketika harus membayangkan wajah adiknya, tetapi dia segera tenang ketika ingat bahwa dirinya belum dibebankan tugas untuk hamil saat ini.

"Panggil dia ke sini. Jahat juga aku karena tidak menyapa Helena meski berada di sini," lanjut Lalatina mempersilakan.

Membungkuk hormat, Lalatina segera menuju gerbang dan membuka jalan untuk sang Adik. Berjalan melalui gerbang besar adalah seorang gadis kecil bersama pelayannya yang seorang laki-laki muda.

Di belakang gadis bersetelan hitam merah itu adalah seorang laki-laki tampan dengan warna kulit kuning langsat. Wajahnya berbinar penuh cahaya, rambutnya hitam rapi tersisir belah tengah. Kakinya yang panjang lagi langsing terlihat cocok dengan celana panjang hitam, benar-benar gambaran sempurna seorang pelayan muda.

Gadis kecil yang bersikap pongah itu langsung pergi ke arah Renata, alisnya tertarik tegas seperti ekspresi marah. "Sesibuk apa Kakanda sampai tidak pernah mampir ke sini selama enam tahun terakhir!" omel gadis itu sambil melipat tangannya di dada, ketus.

"Bukan hanya tidak pernah pulang, Kakanda juga tidak pernah mampir ke Paviliun Yasmin meskipun sedang ada di istana! Jika ingin tinggal di Santorini maka tinggallah di sana dan jangan pernah pulang!" lanjut gadis itu memarahi terus tanpa henti.

"He-Helena? Ada apa kau datang marah-marah begini? Kau seharusnya tahu kalau aku sedang berusaha menjalani pernikahan politik selama enam tahun terakhir. Aku juga sedang dalam masa perlindungan saat ini sehingga tidak bisa mampir ke Paviliun lain secara suka-suka," tutur Renata menjelaskan.

"Banyak alasan! Banyak bohongnya! Padahal diperlakukan dengan buruk oleh Santorini, sampai-sampai kembali ke sini tanpa pengawalan! Masih saja bahas soal pernikahan politik?"

"Diperlakukan buruk? Aku sama sekali tidak merasa begitu. Aku kembali ke sini tanpa pengawalan karena mengalami penyerangan di tengah-tengah perjalanan!"

"Benarkah? Mengirim lambang dari pernikahan politik hanya dengan seorang pelayan dan seorang kusir, jelas saja kalau Kakanda mudah diserang! Mereka seharusnya mengirim satu peleton pasukan untuk mengawal Kakanda!"

"He-Helena? Kau ini seha--"

"Maafkan saya jika harus menyela reuni Nona Helena dan Nona Renata yang penuh rasa semangat," pungkas seorang pelayan laki-laki yang membungkuk hormat dan menempelkan telapak tangannya di dada bagian kanan.

"Ada apa, Saliver? Kau tidak seharusnya memotong pembicaraanku," ketus Helena tak suka.

"Jika dialog ini diteruskan maka Nona Helena akan bermusuhan dengan Nona Renata. Bukankah sangat disayangkan jika harus bermusuhan dengan Kakak Tercinta yang Dirindukan?"

"Te-A-Apa! A-aku sama sekali tidak rindu, ya! Jangan asal bicara kau!" Helena yang mendengar kalimat Saliver langsung gelagapan sampai wajahnya merah. Gadis itu tidak dapat berbicara jelas dan hanya berusaha menutupi rasa malunya.

Beralih, Saliver kini menghadap Renata untuk bicara. "Nona Renata, tolong maafkan sikap Nona Helena yang kurang pantas. Meskipun terlihat begini, Nona Helena sebenarnya sangat merindukan Nona Renata lebih dari siapa pun di istana ini. Dia bahkan sudah merengek untuk mendatangi Paviliun Orkid begitu tahu kalau Nona Renata sedang di sini."

"Sa-Saliver! Kau sebenarnya mengatakan apa? Itu semua tidak seharusnya kau beritahukan secara gamblang!"

Mengabaikan Helena yang malu tak terkira, Saliver tetap lanjut membeberkan fakta. "Perihal masalah tadi, Nona Helena hanya khawatir karena Nona Renata sempat diserang. Terlepas dari itu, dia sebenarnya sangat bersyukur karena Nona Renata dapat pulang dengan selamat."

Seorang Adik yang Merindukan Kakaknya

[R18] 🔞 Aku Harus Segera Melahirkan Anak Pangeran Untuk Bertahan HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang