CHAPTER 4

548 36 5
                                    

BAB 4
 

                                             •×•×•×•×•

.

[Sakura]

Aku melangkah cepat menyusul Sasuke yang kemungkinan besar ada di ruang kerjanya. Aku menghembuskan napas dalam di depan pintu kokoh yang tertutup rapat ini, aku berharap setidaknya dengan pasokan oksigen yang cukup bisa membuat kerja jantungku sedikit lebih tenang. Aku memejamkan mata sesaat sebelum membuka pintu yang ada di depanku, dan masih dengan gerakan perlahan.

Cklek!

"Naruto. Siapkan satu wanita untukku. Aku tunggu di hotel biasa. Sekarang!"

DEG!

Itu suara Sasuke. Apa dia bilang? Wanita? Hotel biasa? Sekarang? Aku menggigit bibir bawahku yang masih terasa nyeri bekas gigitan Sasuke tadi. Tidak! Jangan! Aku mohon jangan! Ya Tuhan, aku merasa semua oksigen menjadi karbondioksida—sesak.

Sasuke membalikkan tubuhnya dan sepertinya dia tidak menyadari keberadaanku tadi. Terlihat dia melebarkan kedua matanya sesaat saat mata kami bertemu. Demi Tuhan, pandanganku mengabur sekarang. Aku ingin menangis. Bolehkah?

"Maaf mengganggu." Ujarku pelan. Aku berbalik untuk kembali ke kamar, tapi kutahan langkahku sesaat. "Kalau mau pergi, hati–hati di jalan, menyetirlah dengan hati-hati ... ini sudah malam." Aku tidak sadar, kalimat lirih nyaris seperti isakan itu keluar dari mulutku.

Aku melanjutkan langkahku tanpa menunggu bagaimana reaksinya. Aku berjalan setengah berlari ke kamar. Sesampainya di kamar, aku mengambil koperku. Lemari pakaian sudah terbuka lebar di hadapanku, segera aku mengambil acak pakaian yang bisa aku bawa. Ya Tuhan, tanganku bergetar.

Tapi aku tak sanggup—sungguh. Aku harus pergi kemana? Pulang ke rumah? Dengan Gaara-nii di dalamnya? Aku yakin dia akan langsung mengurus perceraian kami. Aku benci Sasuke sekarang, tapi entah kenapa bercerai pun aku tidak rela.

Naruto?

Ahh, Sialan. Naruto bahkan terlibat langsung untuk mendukung kebrengsekan Sasuke.

Ini menyakitkan sekali. Aku berjalan ke jendela dan membuka jendela lebar. Aku berharap angin malam membuat sesak di dadaku sedikit berkurang. Aku meremas dadaku, menangis sejadi – jadinya tanpa suara.

Apa yang aku katakan? Seharusnya aku memakinya, 'kan? Menjerit tidak terima, marah, atau bahkan mengamuk. Tapi apa? Aku justru mengucapkan hati-hati pada seorang suami yang akan pergi keluar rumah untuk meniduri seorang jalang untuk kebutuhan biologisnya. Lantas apa gunanya aku sebagai seorang istri Tuhan?

Uchiha Sasuke, bolehkah aku membunuhmu?

.

[Normal]

Sasuke kini berada di sebuah Suite room di sebuah hotel mewah. Tidur telentang di sebuah ranjang king size dengan rambut raven-nya yang berantakan, dua kancing kemejanya sudah terbuka, serta kedua manik sehitam jelaganya memandang lurus ke atas—menatap langit-langit kamar itu lekat seperti tengah mencari sesuatu.

Cklek!

Tap, tap, tap!

Pintu kamar terbuka memunculkan seseorang dengan wine di tangan kirinya. Sasuke memejamkan matanya meresapi derap langkah yang semakin mendekat ke arahnya. Saat matanya terbuka lagi, ia menoleh ke arah pintu kemudian tersenyum sekilas menyambut seseorang itu, ah lebih tepatnya senyum yang Sasuke tunjukan adalah—senyum pesakitan.

YOU are mine !!! Cherry Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang