Tidak terasa, 2 bulan sudah terlewati begitu saja, kini hubungan Gibran dan juga Kanaya masih sebatas teman dan pertemanan mereka semakin terjalin erat.
"Eh Ay, rumah lo di mana sih? Kapan-kapan ajak gue main lah ke sana," pinta Gibran sembari menyeruput es teh yang ia beli tadi di depan sekolah.
Kanaya menggeleng. "Nggak ah, nanti kamu nggak nyaman."
"Ck, kaga, gue mah nyaman-nyaman aja Ay. Kapan-kapan gue main ke rumah lu ya? Ya?" ucap Gibran yang seperti memohon, bahkan laki-laki itu nampak menyatukan telapak tangannya.
"Hmm, yaudah kapan-kapan."
"Nah, gitu dong!"
"Eh, pelajaran matematika free karena gurunya lagi ke rumah sakit jagain anaknya yang sakit, tapi guru ngasih tugas dan karena soalnya banyak ada 10, jadi cari teman kelompok kalian, maksimal 3 orang," ujar ketua kelas yang bernama Danuar.
Mendengar itu, seketika kelas mulai berisik untuk mencari teman kelompok. Kanaya yang biasanya tidak pernah di ajak hanya diam saja, ia tidak ada minat untuk mengajukan diri di kelompok lain.
"Ay, lo kenapa diem aja? Ayo cari teman kelompok," ujar Gibran.
Kanaya menggeleng. "nggak akan ada yang mau kelompokkan sama aku, palingan aku ngerjain sendiri."
"Kata siapa? Gue mau se-"
"Gibran, mau kelompokkan sama kita nggak? Kurang satu orang nih," tawar salah satu siswa yang memang hanya membutuhkan satu orang saja.
Semua murid sudah mendapatkan anggota kelompok, hanya tersisa Kanaya dan Gibran saja. Gibran terdiam, ia lalu menoleh ke arah Kanaya yang nampak begitu santai, tidak seperti siswi yang lain yang sibuk mencari teman kelompok.
"Nggak bro, gue sama Kanaya aja," ucap Gibran yang membuat seluruh atensi murid teralihkan.
Gibran cukup terkejut kala teman-temannya memandang dirinya dengan begitu horor. "Jangan natap gue gitu amat apa! Ya gue tau kalo gue ganteng kok," jawab Gibran dengan tingkat percaya dirinya.
Kemudian salah satu siswi berkata; "ih Gibran, lo mau-mauan aja sekelompok sama cewek aneh itu. Ngapain sih deket-deket? Orang kayak dia mah mending di jauhin deh."
"Ilih, terserah gue lah, kenapa lo ngomong kayak gitu?" ketus Gibran.
Siswi itu terkekeh. "Lo pasti akan nyesel setelah tau seluk beluk keluarganya, gue jamin itu!"
"Serah lo mau ngomong apa, yang penting gue bakal sekelompok sama Kanaya!" ucap Gibran sembari menggenggam tangan Kanaya, sontak saja gadis itu terkejut.
Apa-apaan, main pegang-pegang saja!
****
"Alamat rumahnya udah aku kirim ya, nanti aku tunggu jam tujuh," kata Kanaya yang berdiri di halte bus.
Gibran yang saat ini sudah berada di dalam mobil mengacungkan jempolnya dari balik kaca mobil yang terbuka. "Sip, jangan molor lo, kalo gue udah mau sampe nanti gue kabarin."
"Oke," jawab Kanaya.
"Yaudah, gue pulang dulu ya, Ay. Lo hati-hati pulangnya," peringat Gibran yang mendapat anggukan dari sang empu.
Usai mengatakan itu, mobil Gibran pun pergi dari pandangan Kanaya. Langit mulai gelap dan sesekali terdengar suara kilat yang begitu menggelegar dan itu cukup membuat Kanaya merasa takut.
"Huft, mana sih busnya, biasanya udah dateng," gumam Kanaya sambil sesekali menoleh ke kiri.
Kanaya akhirnya memilih untuk duduk di kursi yang tersedia di halte, hujan pun mulai turun membasahi bumi, Kanaya kemudian memasukkan ponselnya ke dalam tas supaya tidak basah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanaya dan Kehidupannya
Teen Fiction[ FOLLOW DULU SEBELUM BACA ] Sederhana, ini hanya kisah seorang gadis remaja yang harus melewati masa-masa sulitnya dengan sendirian, ditemani dengan kesepian dan kesunyian. Hingga suatu hari datanglah sosok laki-laki yang merupakan anak pindahan da...