Sekian lamanya

272 33 4
                                    

Sore ini, ditengah padatnya ibukota. matahari masih enggan meredam teriknya barang sejenak. Sinarnya menyilaukan mata indah milik perempuan bersama langkahnya keluar dari balik bangunan apartemen yang ia tinggali. Netranya melirik di sekelilingnya, seperti menanti kehadiran seseorang. Mungkin belum menemui apa dan siapa yang dicari, kakinya kembali melangkah dan berhenti di tempat yang lebih redup.

Ia membuka ponselnya dan menyibukkan dirinya menatap dan menggulir layar ponsel di tangganya.

"Salma."

Merasa namanya terpanggil perempuan itu menoleh ke sekelilingnya mencari asal sumber suara. Netranya menangkap sesosok lelaki yang sangat ia kenali.

"Dimas," gumamnya pelan, kemudian hendak beranjak dari tempatnya seolah ingin menghindari lelaki tersebut.

"Sal, tunggu. Please, dengerin dulu," langkah Salma kembali terhenti.

Salma menghela napas berat, "okey, ada apa?" Tanyanya tanpa basa basi.

Lelaki bernama Dimas itu meraih tangan Salma, namun gadis itu menepisnya dengan cepat.

"Sal, maaf... Sekali lagi maafin aku. Tolong jangan benci sama aku," ungkap Dimas.

"Aku orang jahat yang udah memaksa kamu untuk membuka hati, tapi aku juga mengacaukan semuanya." Lanjutnya lagi.

"Sebelumnya aku udah bilang kan, urusan kita udah selesai. jangan temuin aku lagi, aku udah bisa Nerima dan ngertiin semuanya Dim," jawab Salma, "please, lupain semuanya tentang kita. Terimakasih untuk semuanya selama ini. Dan selamat buat kalian, aku pamit."

"Semoga kamu dapat jauh yang lebih baik dari aku Sal, You are my favorite person, Salma."

Matanya hampir basah, namun sekuat tenaga ia pertahankan agar tidak luruh.

Bersamaan dengan itu, ojek online yang tadi di pesannya pun tiba. Segara ia beranjak meninggalkan Dimas yang menyaksikan kepergiannya dengan tatapan nanar.

***
Salma membawa langkahnya masuk kedalam ke sebuah cafe di tengah kota, cafe yang berdiri diatas rooftop dengan konsep semi outdoor ini, menjadi tempat yang selalu ia datangi akhir-akhir ini untuk sekedar melepas penatnya sejenak.

Apalagi saat hari petang, tempat ini benar-benar pas untuk menikmati pemandangan matahari tenggelam di ufuk barat. Meskipun tidak kentara, tetapi masih dibisa disaksikan bagaimana langit mulai menjingga dikala senja mulai menjelma

Sunset, Bagian Dunia yang menjadi favorit Salma.

"Mba, Ice mocca latte nya satu, sama strawberry cheese cake satu ya." Pesan Salma pada seorang waiters, kemudian berlalu mencari tempat duduk.

Kali ini cafe tersebut cukup ramai dipadati oleh pengunjung, apa mungkin sebab Salma yang terlalu sore datang kesini?, sehingga orang-orang sudah tiba lebih dulu di sana? Ah, entahlah. Biasanya tak seramai ini.

Salma menjadi sedikit menyesali keputusan datang kemari sore ini, namun mau bagaimana lagi, sudah terlanjur. Ia melirik ke sekelilingnya, semua space hampir penuh. Tetapi untungnya masih satu tempat yang tersisa, dan beruntungnya lagi itu adalah tempat biasanya selalu ia tempati.

Dua kursi yang saling berhadapan diantara meja kecil di tengahnya, berada di bagian paling tepi dan hampir di bagian paling sudut, hanya terpaut satu meja. Dan tepat di dekat pagar pembatasnya. Dengan begitu tempat di bagian ini benar-benar pas untuk menikmati senja kala. Seperti saat ini, langit mulai menampakkan warna jingganya diatas sana.

Salma tersenyum penuh senang sembari melangkahkan kakinya menuju satu-satunya tempat yang menjadi harapannya untuk segera duduk. Namun saat sudah hampir tiba, bersamaan dengan datangnya seorang lelaki dari arah berbeda lebih dulu tiba di sana.

Radar Semesta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang