Tentang yang lalu

227 23 3
                                    

Semilir angin menerpa wajah seorang gadis, kerlap bintang nan tinggi menemani gundahnya malam ini.

Salma duduk menyendiri di balkon apartemennya, mencoba menghalau riuh yang mengusik pikirannya. Gadis itu menghela napasnya pelan, matanya kembali melirik sebuah undangan yang masih tersegel rapi di atas meja. Belum ia sentuh sama sekali. Rasa penasaran membawanya meraih secarik undangan itu, membukanya walau tanpa minat.

Salma tersenyum getir setelah membaca nama pengirim secarik undangan yang tengah ia pegang, nama seorang lelaki yang dulu pernah singgah di hidupnya dan hampir saja masuk ke dalam hatinya. Baru di tahap hampir, sesuatu yang sangat disyukuri oleh Salma setelah takdir mengatakan bahwa mereka tidak untuk selamanya. Namun hanya sementara.

Dimas, mantan kekasih Salma. Lelaki baik yang pernah Salma temui, ia akui itu. Lelaki itu hadir begitu saja, dengan sifat baik yang selalu ia perlihatkan. Sampai akhirnya menyatakan perasaannya pada Salma, namun sayangnya rasa itu belum mampu terbalas.

"Ayo jalani, aku gapapa."

Salma dengan antara hati yang siap dan tidak siap, mencoba menerima. Ia merasa tak enak hati apabila menolak,  sejujurnya, ia hanya ingin memberi feedback yang baik seperti apa yang telah Dimas perlakukan padanya. Akan coba ia jalani walau harus  membohongi hati.

Selama menjalani hubungan, jujur Salma merasa nyaman. Namun sayang, bukannya cinta yang kian tumbuh. Tetapi rasa bersalah terus menghantui Salma, bersalah terus membohongi hatinya. Ia tak pernah benar-benar menjadi dirinya sendiri.

Salma tak bisa, ia ingin mengakhiri semuanya. Namun Dimas masih kekeuh untuk bertahan, Salma coba bertahan. Namun semesta tak berpihak pada mereka, akhirnya segala harap yang pernah ada, kini telah berujung selesai.

Tentunya Salma lega, akhirnya ia tak perlu lagi membohongi diri dan hatinya. Namun jauh di lubuk hatinya, tersirat rasa sesak yang menghunus dada. Dan kecewa itu pasti.

Begitu lah Salma, ia mudah untuk di cintai, namun tak mudah untuk mencintai.

***
Usai dengan segala gundahnya malam ini, Salma memutuskan untuk segera terlelap. Baru saja hendak memejamkan matanya, tiba-tiba saja ingatannya kembali berputar pada pertemuannya dengan sosok lelaki di cafe yang ia kunjungi tadi sore.

Wajahnya terus berputar di kepala Salma. Hingga sekelebat kenangan manis mereka dulu tiba-tiba terlintas di benaknya.

Tidak, Salma harus menghentikan semuanya. Ada apa ini?

"Kenapa Lo Dateng lagi sih?.." monolog Salma.

Gadis itu menggelengkan kepalanya, menghalau semua hal yang mengusik pikirannya. Mencoba bersikap acuh, selebihnya biar lah berjalan apa adanya.

"Enggak, itu cuma pertemuan biasa, Salma." ucapnya kembali bermonolog, sebelum akhirnya gadis itu mulai terlelap dalam tidurnya.

***
Sedangkan di balik balkon apartemen yang berbeda, Rony menyesap sebatang rokok sembari memangku gitar. Matanya menuju pada rentetan bintang yang berkelap indah di atas sana. Pikirannya ikut melayang kepada sosok gadis yang ia temui di cafe tadi sore. Pertemuan pertama setelah bertahun-tahun berlalu tanpa pernah melihat lengkung bibirnya secara nyata.

Ia kembali mengingat debar jantung yang berdegup kencang saat kembali saling bersitatap. Degup yang sama seperti yang ia pernah rasakan dulu.

"Ah, ga mungkin..." Gumamnya lirih.

Rony memetik senar gitarnya, mencipta nada dari potongan bagian sebuah lagu, monolog - pamungkas.

"Seperti sejak pertama jumpa,
Dirimu dikala senja.
Duduk berdua tanpa suara"

Radar Semesta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang