3

9 4 2
                                    

Mata Gaeul melebar menatap benda di tangan adiknya itu. Itu adalah sebuah cermin rias kecil yang tampak kuno, dengan bingkai perak yang dihiasi ukiran rumit berbentuk bunga dan dedaunan.

Di tengah-tengah bingkai, terdapat batu permata berwarna biru yang memancarkan cahaya lembut. Dan itu bukanlah sekerdar cermin biasa melainkan artefak sihir yang selama ini terus berada di dalam ruang penyimpanan rahasia keluarga mereka.

Artefak sihir itu dikenal sebagai "Cermin Pembebas," sebuah artefak legendaris yang mampu menembus penghalang sihir terkuat sekalipun, termasuk penghalang sihir keluarga Kim – keluarga Gael.

"Hyunseo," Gaeul berbisik dengan nada tak percaya. "Bagaimana kau bisa mendapatkan ini? Ini adalah salah satu artefak terkuat yang dimiliki keluarga kita."

Hyunseo tersenyum tipis, namun senyum itu penuh dengan keberanian dan tekad. "Aku tahu betapa pentingnya ini untukmu, Kak. Aku tidak bisa membiarkanmu menikah dengan seseorang yang tidak kau cintai. Aku menyayangimu dan aku ingin kau bahagia. Cermin ini bisa membantumu melarikan diri dari penghalang sihir keluarga kita dan hidup bebas!"

Gaeul merasakan campuran emosi bergejolak di dalam dirinya. Dia merasakan rasa takut akan konsekuensi yang mungkin dia atau Hyunseo hadapi jika melarikan diri.

Ibunya adalah seorang penyihir yang sangat kuat dan berpengaruh, dan melawan keinginannya berarti mengundang murka yang tak terbayangkan.

Namun, bayangan hidup dengan seseorang yang tidak dia cintai jauh lebih menakutkan. Dia tidak bisa membayangkan menjalani sisa hidupnya dalam penjara pernikahan yang tanpa cinta.

Pikiran Gaeul melayang ke masa depan yang suram. Setiap hari akan menjadi penderitaan, dan kebahagiaannya akan terkubur di bawah beban tanggung jawab dan harapan keluarga. Dia hanya akan hidup sebagai cangkang kosong yang melahirkan keturunan, kemudian tua dan mati dengan penuh penyesalan.

Dia akan kehilangan dirinya sendiri, dan harapan untuk menemukan cinta sejati akan hilang selamanya.

Gaeul menggigit bibir, merasakan air mata mengalir lagi di pipinya. "Aku tidak tahu apakah aku bisa melakukannya, Hyunseo. Jika aku pergi, ibu tidak akan pernah memaafkanku. Dan kau... kau juga akan terjebak dalam masalah."

Hyunseo meremas tangan Gaeul dengan erat. "Kak, kau harus berpikir tentang dirimu sendiri kali ini. Jangan khawatirkan aku. Ibu mungkin akan marah, tapi aku tahu bahwa pada akhirnya, dia hanya ingin yang terbaik untuk kita. Dan yang terbaik untukmu adalah kebebasan untuk memilih jalanmu sendiri. Dia tidak akan menyakitiku."

Gaeul mengalihkan pandangannya ke cermin di tangan Hyunseo. Kilauan biru dari permata di cermin itu seolah memanggilnya dan menawarkan jalan keluar dari penderitaan yang akan dia hadapi.

Dia bisa merasakan detak jantung yang semakin cepat, dan keputusan itu semakin jelas di benaknya.

Dengan tangan yang bergetar, Gaeul mengambil cermin itu dari tangan Hyunseo.

"Baiklah," kata Gaeul. "Aku akan melakukannya."

Hyunseo mengangguk, matanya penuh dengan kelegaan dan harapan.

"Aku akan membantumu, Kak. Kita harus bergerak cepat sebelum ibu dan ayah menyadari apa yang terjadi."

Gaeul menggenggam cermin itu erat-erat, merasakan kekuatan sihir yang mengalir dari artefak tersebut. Dia tahu bahwa keputusan ini akan mengubah hidupnya selamanya, tetapi dia juga tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk mencapai kebebasan.

Gaeul memegang erat cermin di tangannya. Mata cokelat besar itu menatap permukaan cermin dengan penuh tekad. Dia tahu bahwa hanya dengan membayangkan tempat tujuannya, cermin ini akan membawanya ke sana. Tentu saja, diperlukan kekuatan sihir yang besar untuk bisa menggunakan cermin ini tapi Gaeul tidak khawatir. Lagipula dia adalah putri sulung keluarga Kim.

Dia memejamkan mata, mengingat kembali danau di tengah hutan yang pernah dia kunjungi saat masih kecil. Air yang jernih dan pepohonan yang rimbun mengelilinginya.

"Danau di hutan," Gaeul berbisik, membiarkan kenangan itu memenuhi pikirannya. "Bawalah aku ke sana."

Perlahan, cermin di tangannya mulai memancarkan cahaya kebiruan yang lembut. Cahaya itu semakin terang, menyelimuti tubuh Gaeul dengan kehangatan yang menenangkan.

Dia bisa merasakan kekuatan sihir yang mengalir, menariknya ke dalam pelukan dimensi lain. Angin berhembus lembut dan bunga-bunga di taman bergoyang seolah-olah mengucapkan selamat tinggal.

Dalam sekejap, cahaya kebiruan itu mengelilingi Gaeul, membuat tubuhnya tampak transparan. Hyunseo menatap kakaknya dengan mata yang penuh harap, tersenyum meskipun hatinya berat karena harus berpisah.

"Pergilah, Kak," bisik Hyunseo. "Temukan kebahagiaanmu."

Dengan satu kilatan cahaya terakhir, Gaeul menghilang dari taman itu. Udara menjadi hening sejenak, seolah-olah waktu berhenti.

Hyunseo berdiri sendirian, merasakan kehangatan yang ditinggalkan oleh cermin mulai menghilang.

Namun, keheningan itu segera pecah oleh suara langkah kaki yang mendekat. Ibu mereka muncul bersama pasukan penjaga. Wajahnya yang cantik namun tegas menyiratkan kekhawatiran yang mendalam.

"Apa yang terjadi di sini?" suara ibu mereka terdengar tajam, matanya menyapu seluruh taman sebelum akhirnya menatap Hyunseo. "Di mana Gaeul?!"

Hyunseo merasakan ketakutan menyelimuti hatinya. Dia tahu bahwa ibunya akan marah ketika mengetahui apa yang telah terjadi.

Tetapi dia juga tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk memberi kebebasan kepada kakaknya.

"Kak Gaeul telah pergi, Ibu," kata Hyunseo dengan suara bergetar. "Dia menggunakan Cermin Pembebas."

Mata ibu mereka membelalak, menyadari beratnya situasi ini. "Kau membiarkan dia menggunakan cermin itu? Apakah kau tahu apa yang telah kau lakukan?!"

Hyunseo menundukkan kepala. "Aku tahu, Ibu. Tapi Kak Gaeul berhak untuk memilih jalannya sendiri. Aku tidak bisa membiarkan dia menikah dengan seseorang yang tidak dia cintai."

Wajah sang ibu mengeras, dan dia mengangkat tangan seolah-olah ingin memberikan tamparan keras. Namun, dia menahan diri, mengambil napas dalam-dalam untuk mengendalikan emosinya.

Dengan langkah-langkah berat, ibu mereka dan pasukan penjaga mulai bergerak, meninggalkan taman yang sekarang terasa kosong.

Hyunseo tetap berdiri di sana sejenak, memandang ke tempat terakhir Gaeul berdiri. Dia berdoa agar kakaknya menemukan kebebasan dan kebahagiaan yang selama ini dia impikan.

"Semoga kau menemukan kebahagiaanmu, Kak," bisik Hyunseo, sebelum akhirnya berbalik mengikuti langkah ibunya.

---

Gadis Musim Gugur dan Serigala Bulan PurnamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang