"Kak mau minta tanda tangan syaratnya apa?"..
Suara disertai tepukan pelan pada bahunya kala itu membuat Fari sontak berbalik badan. Terlihat wajah-wajah baru yang sebelumnya belum pernah ia lihat. Fari yang saat itu ada di dalam ruang TB(Tata Busana) milik anak ekstrakurikuler yang suka jahit-menjahit. Ruangan yang kadang dipakai juga oleh sebagian anak sanggar lantaran luasnya melebihi dari cukup, bagian sisinya hanya diisi oleh mesin jahit tua yang berjejer rapi.
Nasib menjadi anggota osis membuatnya dikejar sana-sini oleh para murid baru yang melaksanakan serangkaian kegiatan MOS (Masa Orientasi Siswa). Sudah diberikan info sejak kemarin, kalau akan begini jadinya. Tetap saja ia kaget dan sedikit kewalahan. Mau bersembunyi kemana pun ia dan teman-temannya, Fari tetap akan terlihat oleh mata jeli manusia-manusia di sana.
Tahun ini tidak ada acara penghukuman berat dari mereka seperti generasi sebelumnya. Lantaran semua sudah sadar bahwa era otoriter itu telah bergeser dan mulai ditinggalkan. Tugas murid baru tahun ini ia kira sangat mudah. Hanya sebatas mengumpulkan tanda tangan terbanyak dari anggota osis yang jumlahnya kira-kira ada 46 orang. Tergabung dalam berbagai devisi dengan anggota 2 atau 4 orang di dalamnya.
"Mau minta apa? Tanda tangan tadi, ya." Tanya Fari lembut.
Namun orang-orang di depannya malah sibuk tersipu malu. Tatapan Fari cukup membuat jantung siapa pun berdebar kencang.
"Syarat dari gue kalian baca do'a salamat."
"Dam, lo serius?"
"Ya, iya! Baca nih, sini antri, gantian. Baru dapet tanda tangan dari gue."
Fari memandang tampang Adam di sampingnya. Terlihat sangat menjaga image. Ia menggeleng. Kenapa yang sudah mudah harus dipersulit oleh temannya itu. Sedangkan Fari, yang ia lakukan adalah tersenyum kepada para murid. Lalu mengambil setiap buku tulis mereka satu persatu secara bergiliran, memberikan tanda tangannya pada tabel yang telah ditulis tangan oleh setiap murid baru.
Salahkan Abrar, sohibnya selaku ketua osis yang memberikan ide semacam ini. Tanda tangan termahal itu jatuh kepada ketua osis dan wakilnya, Abrar dan Alam. Entah dimana mereka berdua bersembunyi.
Fari menatap ke arah depan. Sebagian murid menyukai caranya yang gak pake ribet langsung mau ngasih tanda tangan tanpa ujian macam-macam. Masih dengan Adam yang tetap menjalankan ujian baca doa-doa ibadah yang dia ketahui. Fari lagi-lagi dibuat terheran-heran.
Dari jauh nampak jaket hitam dengan lengan panjang warna merah yang Fari kenakan menutupi seragam putih dengan celana abu-abu miliknya. Entah sudah sejak awal menjadi murid baru Fari selalu menonjol dengan jaket hitamnya itu.
Saat sedang sibuk memberikan coretan tanda tangan. Fari mengernyit mendengar teriakan para perempuan. Terdengar begitu heboh seolah bertemu dengan artis. Dari kejauhan Fari melihat bagaimana Abrar berlari dari kejaran para peminta tanda tangan ini. Ia menggeleng dengan senyum yang menciptakan lekukan manis di pipi kanan dan kirinya.
"Ke arah mana ya, tadi?"
"Siapa?"
"Ketua osis!"
"Oh, mungkin ke ruang guru."
"Yah, masa harus sembunyi sih!"
"Coba kalian usaha lagi. Harus yang tertib, satu-satu, jangan keroyokan." Fari memberi saran pada mereka.
"Oke makasih Kak, kami pamit dulu."
Fari sudah selesai dengan mereka. Sekarang hanya duduk santai sambil memperhatikan Adam yang masih dikerumuni oleh murid lainnya.
"Udah selesai lo?"
"Kok bisa sih cepet banget."
"Gue gak suka ribet."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanggar Emas
ChickLitAbdul Aziz Farizi, cogan IPS 2 yang menjadi populer di sekolah lantaran aktingnya yang totalitas setiap memerankan tokoh pahlawan dalam drama kolosal era penjajahan yang dimainkan olehnya bersama rekan-rekan sebuah ekstrakurikuler di sekolah.