" Nilai kamu kecil terus. Mau sapai kapan? " Suara rendah dengan intonasi tegas membuat suasana pagi di hari senin ini terasa mencekam. " Coba belajar kaya kaka kamu. Nilai biarpun kecil tapi ngga pernah dibawah KKM " lanjut wanita paruh baya bernama Agnia itu.
Nilam, gadis yang pagi ini menjadi objek sasaran menghela nafas kecil sambil memakai sepatu dan berlagak seolah sepatu itu sulit digunakan. Padahal itu hanya akal akalan agar dia tidak terlihat seperti orang bodoh yang terdiam mematung untuk mendengarkan ocehan pagi.
" Nilam. "
" Jangan samain aku kaya Ka Vera. Jelas jelas bidang aku di non Akademik sementara kaka Akademik. Kaka banggain mama lewat nilai, aku banggain mama lewat prestasi ekskul " ucap Nilam dengan suara bergetar.
" Kalau gitu, mana buktinya? " lembut, tapi menyayat.
" Belum. Tapi aku bakal buktiin kalau aku juga bisa. " ucap Nilam yang langsung pergi keluar rumah tanpa berpamitan. Dia memutuskan untuk berjalan kaki saja hari ini. Dari pada harus menunggu Ayah dan kembali mendengar ocehan ibunya. Gadis berseragam itu terus berjalan dengan kecepatan lambat melintasi jalanan yang masih sepi kendaraan. Sama seperti hari hari sebelumnya, setiap langkah yang Nilam raih sekaran membawa beban dan luka yang teramat dalam. Kepalanya tertunduk, tangannya sering naik untuk menyeka air mata yang tidak terbendung, mencerminkan kesedihan yang dia rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Reason Why I Live
Teen FictionTentang aksara yang saling mengejar namun tidak bisa tergapai menyiksa renjana dan Amerta dalam karya. Layaknya cakrawala dan bentala, mereka adalah dua atma yang takkan pernah di izinkan semesta menyatu bagaikan arunika. " Lam, cerita ini udah sele...