02. Malam yang Terluka

16 3 0
                                    

“Setiap hari adalah perjuangan untuk bertahan, di mana keputusasaan dan luka batin menjadi teman setia dalam dunia yang hancur oleh konflik dan ketidakpastian.”

•••••

Sore itu, langit perlahan berubah menjadi semburat oranye, menyelimuti halaman rumah dengan sinar lembut matahari yang semakin menurun. Alana berdiri di sudut pekarangan, memegang jaket hitam milik Dewangga, yang kemarin terkena tumpahan es krimnya. Padahal logikanya, dibersihkan dengan air dan tisu saja bisa. Tetapi pria itu malah mempersulit keadaan. Beberapa kali gadis itu mendengus kesal saat melakukannya.

Brekk! Alana membulatkan matanya
karena apa yang terjadi barusan. Ia menelan ludahnya sambil mengangkat jaket itu tepat di depan matanya. Terpampang jelas sebuah robekan kecil di dada kiri jaket tersebut. Ia menatap kawat besi yang ada pada tempat jemuran.

“Habis riwayat kamu, Alana!”

“Lagi pula, nggak seharusnya kan ke sekolah pakai jaket kayak gini,” gerutunya sendiri. Ia tahu bahwa jaket ini adalah jaket kebesaran milik Dewangga karena pria itu selalu memakainya setiap hari. Kalau begini caranya, pekerjaannya menjadi dua kali lipat. Apa yang bisa ia lakukan untuk menutupi bekas sobekan ini.

ROCZTERIOS

Sebuah tulisan besar yang terdapat di punggung jaket dengan bordiran warna putih abu selalu berhasil menyita perhatiannya. Ia membalikkan jaket itu hingga terpampang bagian depan. Terdapat bordiran nama 'Dewangga Frederick Kahendra' di kiri dada. Terdapat juga logo kepala tengkorak bersayap di lengan kiri jaket itu.

“Non Alana lagi ngapain?” tanya Bi Ranti, asisten rumah tangganya. Wanita paruh baya itu melihat Alana sedang melakukan sesuatu di halam belakang, jadilah ia menghampiri majikan mudanya itu.

Gadis itu terlonjak kaget karena benar-benar terkejut. Ia memegangi jantungnya yang berdegup kencang. Raut wajahnya terlihat khawatir. “Bi Ranti bikin Alana kaget aja,” ucap gadis itu sambil memegangi dadanya.

Bi Ranti terkekeh melihat ekspresi majikan mudanya, “Habisnya tadi Bi Ranti liat Non Alana lagi jemur baju. Kok muka Non Alana kelihatan panik, kenapa?”

“Oh, ini. Alana lagi jemur jaket punya teman Alana, Bi. Terus jaketnya malah nggak sengaja nyangkut dan sekarang malah sobek. Alana takut dia marah, Bi,” gadis itu menatap nanar jaket yang kini sudah sobek itu.

“Coba saya lihat, Non.” Bi Asih mengambil alih jaket tersebut dan membentangkan di depan wajahnya. “Hmm..sobeknya lumayan besar ya, Non. Tapi ini masih bisa kok dijahit supaya tidak sobek lagi.”

Mata Alana berbinar mendengar itu, “Beneran bisa diperbaiki, Bi?” tanyanya memastikan.

“Bisa, Non. Nanti malam bibi bantu jahit ya, kalau Non Alana kesusahan,” Bi Ranti tersenyum.

Alana tersenyum lebar, hatinya merasa sedikit lega walaupun masih terselip rasa gelisah, “Makasih, ya, Bi Ranti,” ucap Alana sambil memeluk erat asisten rumah tangganya itu. Bi Ranti pun membalas pelukan Alana dengan senang hati.

Ya, begitulah Alana. Gadis yang sangat ramah pada semua orang. Bahkan ia menganggap Bi Ranti seperti keluarganya sendiri. Keduanya sudah mengabdi selama 10 tahun di keluarga ini. Jadi, tak heran jika semuanya sudah akrab satu sama lain.

•••••

Dewangga baru saja menutup pintu rumah dengan perlahan setelah menghabiskan malam panjang bersama teman-temannya di luar. Hawa dingin malam masih melekat di jaketnya, namun yang lebih terasa adalah perasaan lelah bercampur puas karena seharian ia menghabiskan waktu di luar untuk mengusir penat.

ALANA : Heartfelt Voice From Dewangga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang