Beberapa bulan berlalu dan Harris mulai memiliki banyak teman. Lingkungan barunya di dunia perkuliahan sangat positif, benar-benar membuat Harris merasa cukup dicintai. Namun, di lain sisi ia masih memikirkan sebuah cara untuk bisa membuat ayahnya kembali mengobrol dan mau berbicara dengannya. Di setiap malam, tawaran dari Kak Danu sang kakak tingkat, sepintas muncul dalam benak Harris. Walau Harris menyimpan kontak Danu kala itu, tetapi sekalipun dirinya belum pernah menghubungi Danu.
Harris pun menghela napas, mengangkat wajahnya. Pancaran sinar sang surya menyegarkan pikiran Harris yang tengah duduk di taman kampus pagi ini. Kicauan burung terdengar elok di telinga, membuat Harris ingin berlama-lama di lapangan sambil duduk di bawah pohon. Lengkap dengan almamater oranye, Harris menekuk lutut sambil mengedarkan pandangan ke sekitar melihat teman-teman yang lain. Ada yang mengerjakan tugas, mengobrol bahkan ber-swafoto sekalipun.
Dari kejauhan seseorang berlari menghampiri Harris. "Hei, Ris," sapa Fuad, salah satu teman kampusnya di Jurusan Informatika. "Ngapain kamu di sini? Nggak ada kelas, kah?" sambungnya kembali bertanya.
Harris mengangguk, melihat jam tangannya. "Ada, habis ini sekitar jam delapan. Masih jam tujuh. Aku mau menikmati pemandangan dulu di kampus pagi ini," terang Harris.
"Oh. Aku baru aja ambil KTM. Dari awal belum dapet soalnya." Fuad berkeluh. Harris pun menoleh padanya.
"Bukannya harusnya udah dapet dari lama, ya? Ini udah berapa bulan kamu baru dapet?"
Fuad hanya menggaruk tengkuknya tak gatal. "Iya, soalnya waktu itu rame banget, kan. Nah, aku minta diwakili temen, tapi ternyata nggak boleh. Ya, udah, aku baru sempet sekarang. Udah, Har, nggak usah dibahas lagi," ujar Fuad yang hanya mendapat satu anggukan dari Harris. "Ngomong-ngomong ada lomba tau, Har. Lomba karya tulis ilmiah. Kamu nggak mau ikutan? Lumayan, loh, ada hadiah uangnya.”
"Beneran?" Harris memutar badannya menghadap Fuad. "Kamu dapet informasi dari mana?" tanya Harris sekali lagi memastikan dengan mata berbinar.
Tangan Fuad merogoh saku, mengeluarkan sebuah ponselnya. Ia menggulir layar demi layar, lalu setelahnya ditunjukkan pada Harris. "Ini, Har. Lombanya khusus untuk mahasiswa semester awal se-Jawa Timur. Tapi aku juga baru tau kalau pengumuman lomba ini udah dari sebulan yang lalu. Tenggat waktunya cuma sampe dua minggu lagi."
Harris berpikir keras. Dia teringat satu hal, Danu, kakak tingkatnya. Buru-buru Harris meminta informasi lomba tersebut agar dikirim Fuad ke salah satu akun sosial medianya. Belum sempat Fuad bertanya karena wajah Harris mendadak berseri, Harris lebih dulu mengacir.
"Heh, Harris! Mau ke mana!?" teriak Fuad melihat Harris yang mendadak pergi entah ke mana.
Di tempat lain, Harris membawa langkah kakinya menjauh menuju toilet. Tidak hanya karena ingin buang air kecil, tetapi ia juga berniat menelepon dan mengabari Danu untuk meminta waktu bertemu hari ini. Harris sangat berharap Danu bisa membantunya di tengah tenggat waktu yang sangat mepet.
Menunggu sekitar beberapa menit. Danu tidak kunjung menjawab panggilannya. Harris pun menyerah, menghela napasnya kasar. Mungkin memang belum rezekinya mengikuti lomba ini. Ia pun berjalan keluar dari toilet. Dengan langkah yang diseret berat, Harris berjalan menuju tangga untuk bisa sampai pada kelasnya yang berada di lantai dua. Akan tetapi, saat ia akan menaiki tangga tersebut, Harris terbelalak.
Seseorang yang dicarinya sedari tadi ternyata berada di depan matanya. "Mas Danu?"
Danu mengalihkan pandangan pada asal suara. "Eh, Harris, ya?"
Mereka pun mulai sedikit berbincang dan basa-basi. Di sela itu, Harris mulai membicarakan maksud dari obrolannya bersama Danu. Harris meminta tolong pada Danu agar ia bisa mengajari Harris membuat karya tulis yang benar untuk bisa mengikuti lomba tersebut, meski dengan waktu yang sebentar.
Diri Harris berusaha meyakinkan Danu jika ia bisa cepat tanggap dan memahami nantinya, karena Harris ketika dia masih duduk di bangku sekolah dulu juga sering mengikuti lomba karya tulis, dan beberapa kali karyanya juga menduduki juara harapan.
Danu terdiam. Berpikir sambil menyilangkan tangannya di dada. Ia melihat ponsel untuk mengetahui apakah jadwal kelas dan bimbingannya padat karena Danu hampir memasuki semester lima. Sejujurnya Danu tidak memiliki banyak waktu, tetapi melihat Harris yang memohon dengan sungguh, juga tekad Harris yang terlihat membara. Maka, Danu pun setuju.
Harris dan Danu akhirnya mulai melakukan kesepakatan dan mencari waktu yang kosong untuk belajar di perpustakaan kampus bersama. Danu tidak ingin dibayar sedikit pun, tetapi diri Danu sangat berharap jika nantinya Harris bisa serius belajar dan memanfaatkan waktu dengan baik di waktu yang sebentar ini. Harris pun menyetujuinya.
××××
Dari lembar ke lembar Harris membaca dengan sungguh teknik juga tips dari salinan karya tulis milik Danu terdahulu. Ia mempelajari dengan saksama. Sementara, di sisi lain Danu juga fokus mengerjakan proposal dan beberapa tugasnya yang sangat menumpuk.
Terkadang, jika Danu telah menyelesaikan beberapa tugas, ia beralih mengajari Harris tentang langkah demi langkah agar karya tulis bisa terlihat lebih berisi. Di hari pertemuan mereka belajar bersama Danu dan Harris mulai berpikir untuk mengusung topik yang menarik dan jarang dibahas orang, tetapi juga relevan bagi masyarakat sekitar. Kesehatan mental adalah satu topik yang diangkat oleh Harris. Danu setuju.
Di waktu yang lain setelah mereka menemukan tema, topik, dan judul yang disepakati bersama, Harris mulai menyusun bab pendahuluan sebagai pembuka karya tulis ilmiahnya. Di hari-hari berikutnya pun Harris dengan sungguh membaca halaman demi halaman entah itu dari sebuah web atau jurnal kesehatan yang ia ambil dari kampus. Dibantu oleh Danu, Harris merasa bebannya sedikit berkurang walaupun Danu hanya membantu tiga puluh persen saja karena sama-sama memiliki tugas yang penting untuk dikerjakan.
Harris sangat membagi waktunya antara belajar tentang materi di kampus, juga mengerjakan karya tulis ilmiahnya demi lomba kali ini. Bahkan Harris sampai kekurangan jam tidur karena lagi-lagi harus belajar dan belajar. Jurnal tidak pernah lepas dari pandangannya sampai ia berakhir di bab penelitian. Harris mulai sedikit bingung harus bagaimana karena Danu bilang, untuk bisa semakin meyakinkan karya tulis ilmiah ini layak, alangkah lebih baiknya harus ada riwayat penelitian.
Danu memberi sebuah masukan agar Harris mengambil penelitian dengan cara menarik beberapa responden dari teman terdekatnya yang pernah atau memiliki masalah kesehatan mental. Dia juga memberi masukan lain, jika tidak ingin langsung turun ke lapangan untuk mewawancara, Harris harus membuat sebuah web yang berisi pertanyaan seputar topik yang mereka angkat, kesehatan mental untuk nantinya dibagi di sosial media. Akhirnya Harris pun memilih saran yang terakhir dari Danu. Dia mencari responden melalui sosial media lewat formulir pertanyaan yang ditulisnya di laptop.
Kepayahan Harris ia rasakan selama hampir dua minggu, untuk akhirnya dia bisa menyelesaikan dengan lengkap dan baik karya tulis ilmiah itu sesuai arahan dari Danu. Harris berharap penuh untuk terakhir kalinya dari setiap kegagalan yang pernah dialami. Setidaknya Harris berharap lolos meskipun kalau kemungkinan buruknya dirinya tidak menang karena ia tahu betul pasti saingannya teramat berat dan lebih hebat dari Harris.
Hari ini, dalam waktu kurang dari satu hari Harris berhasil mengeklik tombol kirim pada laman lomba karya tulis tersebut. Ia mengirim karyanya di sebuah web yang sudah disediakan khusus untuk lomba karya tulis ilmiah dalam bentuk portable document format atau biasa disebut sebagai PDF. Setelahnya, Harris mengangkat tangan dan berdoa sambil memejamkan mata.
"Ya, Tuhan. Tolong loloskan saya dan yakinkan saya di atas keraguan dalam diri saya sendiri. Kau pasti tahu seberapa banyak kegagalan yang sudah diri ini lewati. Jadi, kali ini tolong permudahkan jalannya. Permudahkan harapan terakhir saya."
~Bersambung
YOU ARE READING
Brother's Story [Terbit]✓
Teen FictionDituntut untuk selalu bisa menjadi contoh yang baik dalam keluarga dengan bersembunyi di balik kata 'Kamu, kan, anak pertama,' membuat Ahmad Harris hidup penuh dalam tekanan. Terlebih saat ia diberi tanggungjawab untuk mewujudkan mimpi ayahnya yang...