"Surat lo, Lex! Gila, gue masih nggak bisa berhenti tertawa!" seru Karra histeris ketika mereka berada di kantin.
"Kalau gue tahu surat itu bakal dibacain, gue nggak bakal tulis unek-unek gue," keluh Alexa sambil menancapkan garpu ke siomai dengan kuat. Lalu, sambil menggertakkan gigi dia sengaja menggesekkan siomai dipiringnya dengan kasar. "Rasanya pengen kuginiin kepala dia!"
"Lex, sebenarnya Cola itu baik banget, kok. Memang orangnya disiplin banget," bela Nia berusaha menenangkan Alexa yang masih terlihat marah.
Alexa menoleh dan mengerutkan keningnya. "Lo lihat sendiri gimana dia permaluin gue, kan, Niaaa. Kok lo malah ngebela dia?"
"Ya, sebenarnya gara-gara Kakak gue juga. Maaf, ya, dia emang begitu."
Ketiganya saling pandang, nggak tahu cara terbaik untuk menghibur cewek yang masih sibuk menggesekkan siomai di piring plastiknya.
"Alexa?" sapa sebuah suara membuat gerakan Alexa terhenti dan wajahnya memucat. Dia mengenali suara tersebut. Buru-buru dia segera menoleh dan mendapati Jovan tersenyum padanya. "Boleh bicara sebentar?"
Ketiga temannya mulai berdeham dan Karra sengaja batuk dengan keras. Alexa melayangkan tatapan protes ke arah mereka yang refleks pura-pura melihat ke arah lain, lalu kembali menoleh ke Jovan yang tersenyum melihat kelakuan mereka.
"Boleh, Kak."
"Sebaiknya di luar aja."
Alexa segera bangkit dari duduknya, mengekori Jovan keluar dari kantin dan berhenti nggak jauh dari pintu kantin. "Ada apa, Kak Jovan? Ada masalah penting?"
"Oh, nggak. Gue cuma penasaran aja."
Mendengar Jovan memakai kata gaul selayaknya teman, tanpa sadar Alexa mengembuskan napas lega. Tadinya dia berpikir Jovan akan menceramahinya soal kelakukan Alexa yang melawan Cola selama masa orientasi.
"Tadi lo menyinggung nama gue di surat. Mm... memangnya kita pernah bertemu?"
Jujur, Alexa sedikit kecewa karena Jovan nggak mengingatnya sama sekali. "Mm... itu... tahun lalu, gue... eh, saya...."
"Santai aja. Nggak usah formal," potong Jovan sambil tertawa.
Alexa menggaruk kepalanya yang nggak gatal dan tersenyum malu. "Mm... tahun lalu gue nonton pertandingan basket kalian melawan Titan yang berakhir tawuran. Terus gue nggak sengaja ikutin Instagram Kakak."
"Sebentar!" Jovan terlihat berpikir sejenak, lalu terkesiap. "Oh, lo pemilik gelang itu, kan? Jadi, lo pindah ke sini sekarang? Wow! Lo pindah ke sini karena temenan sama Karra dan Nia?"
Salah satunya demi lo, Jovan! Demi elo! Alexa nggak mungkin memberikan jawaban sebenarnya. Bisa-bisa Jovan lari ketakutan karena menganggapnya seorang penguntit. "Itu salah satunya aja, Kak. Gue suka sama sekolahnya dan Kakak tahu kalau gue...."
"Jov!" seru Edward ssambil menghampiri keduanya dengan langkah cepat. "Sorry, gue ganggu, tapi kita butuh lo sekarang di ruang rapat!"
"Iya. Duluan saja!"
Jovan kembali menoleh ke Alexa yang segera tersenyum manis padanya. "Maaf, gue harus rapat sebentar. Pesan gue, jangan diambil hati semua kata-kata dan perlakuan Cola. Ini semua murni karena masa orientasi aja. Senang bisa ngobrol sama lo. Gue pergi dulu."
"Iya, gue ngerti."
Jovan mengangguk dan benar-benar melangkah pergi diiringi tatapan Alexa yang merasa nggak percaya. Gue nggak mimpi, kan? Gue beneran habis ngobrol sama Jovan, kan? Alexa mencubit keras tangannya sendiri, lalu mengaduh kesakitan.
Beberapa orang yang keluar dari kantin melihatnya dengan tatapan aneh. Alexa segera menunduk dan kembali ke tempat teman-temannya duduk.
"Eciee... disamperin pujaan hati," goda Karra membuat Alexa makin malu.
"Ngomongin apa, tuh?" tanya Renata ke arah meledek.
"Nggak ngomong apa-apa, kok."
Karra memajukan wajahnya dan menatap dengan curiga. "Lo kira gue percaya? Emangnya kalian komunikasi pakai bahasa batin?"
"Kar," tegur Nia sambil menarik tubuh Karra. "Karra emang kepo. Maafin, ya."
Alexa pun tertawa. "Ya ampun, nggak apa-apa. Kalian berdua, kan, sahabat gue juga."
"Tuh, denger!" protes Karra ke Nia yang hanya mengangguk-angguk. "Jadi, ngomongin apa?" tanya Karra lagi membuat Nia menepuk jidat.
"Cuma nanya kapan gue kenal dia aja. Soalnya gue nyebut nama dia di surat sialan itu. Terus, gue ceritain pertandingan tahun lalu itu. Dia ingat gue yang kehilangan gelang."
"Ah, itu!" cetus Karra. "Oke juga tuh ingatan si Bos. Biasanya pikun."
"Kar, kayaknya lo dekat banget sama mereka semua, ya? Kok bisa?" tanya Renata.
Karra terlihat berpikir sejenak. "Gue lupa kapan tepatnya. Kapan, ya, Ni?"
"Sejak lo nolongin gue yang dibuli temannya Dani," jawab Nia. Kemudian dia menoleh ke Alexa dan Renata yang kini fokus menatapnya. "Saat kelas tujuh, gue dimusuhi sekelas karena masalah sepele, sih. Gara-gara gue ingetin guru ada tugas yang harus dikumpulin hari itu. Beruntung ada Karra yang hadapin mereka dan mau berteman sama gue. Setelah itu, kami mulai sahabatan."
"Nah, gue jadi sering ke rumah dia. Makanya gue kaget ternyata kakaknya Nia si cowok sinting itu. Berhubung rumah Nia udah seperti basecamp mereka, lama-lama jadi kenal semua dan akrab. Makanya, info apa pun dari gue pasti valid, kok!" Karra bercerita dengan rasa bangga. "Termasuk Jovan yang masih jomlo sampai sekarang," bisik Karra ke Alexa yang tersenyum malu-malu.
Tiba-tiba seorang cewek menggebrak meja mereka dengan sangat keras, membuat seisi kantin terkejut, nggak terkecuali keempat cewek itu.
"Ngapain lo?" tanya Karra sambil memelotot.
"Gue nggak ada urusan sama lo, tapi sama si Bebek ini!" seru Dani sambil menunjuk Alexa yang tentu saja terkejut,
Alexa menepis tangan Dani. "Nama gue Alexa dan nggak usah nunjuk-nunjuk gue!"
Cewek cantik bermata cokelat itu pun memelototinya. "Lo nggak usah bertingkah di sini, apalagi caper sama Cola dan Jovan. Norak tahu, nggak?"
Ketika Karra akan membalas kata-kata cewek itu, Alexa memberi isyarat untuk berhenti dengan telapak tangannya. Alexa melirik name tag yang tertulis nama Daniella Cakratama, lalu kembali menatap sepasang mata besar yang dipayungi bulu mata lentik itu.
"Maaf, sebelumnya. Dengar, ya, gue nggak pernah bertingkah! Masalah caper sama Cola, maaf banget gue nggak ngerasa, tuh! Kalau caper sama Jovan, itu urusan gue. Emang lo siapanya Jovan?"
Karra sengaja tertawa mengejek, membuat cewek yang sering disapa Dani itu makin emosi. Namun, Dani nggak berani menghadapi Karra, mengingat bagaimana cewek barbar itu pernah hampir meratakan hidung mancungnya.
"Lo nggak bisa jawab, kan?" tanya Alexa. "Lo hanya mempermalukan diri lo sekarang."
Ketika Dani mengangkat tangan hendak menamparnya, Alexa lebih cepat menahan pergelangan tangannya dan mengempaskannya dengan kasar. "Sentuh sedikit aja, gue nggak tanggung jawab ke depannya akan gimana. Gue nggak takut sama lo!" Kalimat terakhir itu diucapkan Alexa dengan penuh penekanan.
Dani menggeram kesal dan pergi diiringi bisik-bisik peserta MOS lainnya. Alexa langsung terduduk dengan napas memburu saking kesalnya.
"Baru kali ini gue lihat lo sekeren ini, Lex! Gue sampai nggak percaya ini beneran lo."
"Mama aja nggak pernah nampar gue, ya kali gue biarin dia coba-coba, Ta."
"Kalian semua tenang aja! Selama ada Karra di sini, nggak usah takut! Gue siap jadi perisai kalian semua!" seru Karra dengan bangga dan menepuk pelan dadanya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Koala Prince
Teen FictionBlurb: ~Love, Mission, Secret & Mystery~ Demi menemukan kakak cowoknya yang terpisah pasca perceraian kedua orangtuanya, Alexa Winata memutuskan pindah ke SMA Cakra Buana setelah lulus kelas sembilan. Selain itu, dia juga ingin menggebet seoran...