[1]

1K 89 5
                                    

——o0o——

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

——o0o——

"Kenapa kau terus membicarakannya?"

"Apa maksudmu?" Mark Lee, pria itu melempar jas ke ranjang yang bukan miliknya cukup kasar, rasa kesal membutakannya sehingga ia tidak perduli jika saja Sang pemilik ranjang akan protes apabila bau badannya menempel pada sprei.

Sementara itu, Lee Jeno, si pemilik ranjang langsung menatap sinis pada Mark, ia melepaskan satu sepatu miliknya dan membiarkan tungkai yang masih terbalut kaus kaki itu menendang jas milik Mark sampai jatuh; memperlakukannya bak hal usang yang tidak layak.

Tatapannya rendah dan tak mau tahu, bahkan jika Jeno menginjak jas tersebut dengan hina, jas itu bukan miliknya.

Ia mendudukkan diri di sofa, membiarkan Mark berjalan kesana-kemari dengan kedua tangan di pinggang serta wajah yang terlihat kesal, entahlah Mark Lee selalu menunjukkan emosinya dengan begitu buruk.

"Pada wawancara hari ini... apakah perlu mengatakan tentang dedikasi-mu untuk seseorang? Dan NJ? Orang bodoh mana yang mau tahu arti dari nama yang kau berikan? Apakah itu bahkan berarti?"

Wawancara hari ini di Seoul Winter Fashion Exhibition, Jeno melakukan debutnya sebagai seorang designer, ia meluncurkan busana yang ia beri nama NJ. Jeno mengatakan bahwa ia mendedikasikan busana tersebut untuk NJ, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Na Jaemin, mantan kekasihnya.

"Berarti atau tidak, aku mengenangnya dengan layak." Jeno menyilangkan kaki, sementara kedua tangannya bersidekap dada, berusaha menunjukkan bahwa ia percaya diri atas keputusannya dan tak rela dicemooh.

"Dengan layak? Jeno, dia-"

"Aku satu-satunya yang menginginkan Jaemin saat dia tidak begitu menginginkanku, dan aku membuatnya sangat layak. Simpan saja pendapatmu sampai kau sekarat dan tak sanggup, karena itu tidak akan berarti, Mark."

Mark mengeratkan geraham, di dadanya bergumul perasaan negatif yang meletup-letup, kepalanya mendidih. Pria itu meraih kasar jas miliknya yang tergeletak mengenaskan di lantai, lalu berdiri di depan Jeno dengan seluruh emosinya.

Ia menunjuk Jeno, menentang dan menuntutnya. "Jika kau tidak segera melupakan Jaemin, aku akan membunuhnya."

Lalu Mark pergi dari kamar itu dengan membawa beban di dadanya, sementara Jeno menatap marah punggung pria itu, bahkan sampai pintu tertutup Jeno masih menatapnya. Kakinya terangkat, menendang meja dengan ringan, menghempaskan sedikit dari sekian perasaan kesalnya.

Sejak Haechan pergi, Mark menjadi begitu tidak terkendali, terkadang ucapan pria itu tidak dapat dipercaya, namun tindakannya nyata. Hal tersebut membuat Jeno resah setiap kali Mark mulai bicara dan mengambil keputusan seenaknya, juga menyudutkan orang lain dengan kalimatnya yang sembrono.

Dan sejak Jeno kembali ke rumah, ia tidak pernah memiliki kesempatan untuk mencari tahu secuil hal tentang Jaemin, seluruh akses miliknya disadap, bahkan Aiden-Sang ayah-berpikir bahwa Mark melakukan hal yang benar dengan melanggar privasi Jeno.

"Dia bertindak semaunya, memangnya dunia berputar hanya untuknya?"

——o0o——

Oh astaga, orang aneh mana yang melakukan meeting di restoran ayam saat perusahaan memiliki ruang tersedia? Mark yang akan memimpin meeting sore ini, ia juga yang memilih restoran ayam dengan dalih untuk mencari suasana baru. Jeno? Laki-laki itu setuju-setuju saja, toh selama ini Mark yang membantunya mengurus agensi saat Jeno sibuk dengan busananya.

Ngomong-ngomong si sulung juga di sini, Taeyong terpaksa mengikuti meeting karena Jeno terus merengek minta ditemani sebab masih kesal pada Mark, Jeno takut tidak bisa fokus karena kepalanya sibuk mengumpati Mark. Jadi, Jeno harap Taeyong bisa menjelaskan padanya lagi setelah meeting selesai.

"Pergilah cuci wajahmu, kau mengantuk 'kan?" Taeyong mengusap lembut kepala yang lebih muda, memberikan kasihnya dengan seluruh ruas jari yang ada. Jeno menatap pria itu sebentar, ia mengangguk dan beranjak sebelum meeting dimulai, Jeno sengaja meninggalkan ponselnya.

Ia menuruni tangga, kepalanya menunduk untuk memperhatikan langkah dan berhati-hati sampai di tangga terakhir, Jeno mendongak saat seseorang melewatinya, kemudian ia terpaku, namun matanya mengekori seseorang itu; menyita perhatiannya dengan telak.

"Jaemin...."

Jeno menelan ludah, kini seluruh tubuhnya terasa sangat ringan dan bergetar, di dadanya timbul gemuruh yang tak jelas maknanya, ia sangat senang namun rasanya begitu sakit. Mengapa? Apa karena ia menyadari bahwa mustahil menemui Jaemin saat ini? Atau karena rindu yang ia tabung selama ini terasa seperti akan meledak?

Tapi apa pedulinya? Jeno tetaplah Jeno, ia mengikuti langkah Jaemin dari belakang. Toilet, tujuan mereka sama.

Ketika Jaemin masuk, Jeno masih di luar, sekali lagi ia meyakinkan diri bahwa dirinya mampu dan bersedia bertemu Jaemin. Ia harap Jaemin tidak kabur, Jeno takut pria itu akan lari untuk menghindarinya, ia takut mengetahui fakta bahwa Jaemin tidak mau lagi bertemu dan bicara padanya.

Oh tidak, Jeno rasanya mau mati!

"Ayolah... dapatkan dia kembali, Jeno."

Lalu ia membuka pintu dengan kepercayaan diri seadanya, matanya langsung bertemu dengan milik Jaemin yang baru saja mencuci wajah.

Jeno tersenyum tipis, "Lama tidak bertemu, Na Jaemin."


——o0o——

untuk next-nya bakal aku up beberapa chapter, jadi sabar ya, wkwk

NEXT>>>

SALVATORE || JAEMJENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang