2: [Ashella Thea Valienta]

116 27 2
                                    

Tok... Tok... Tok...

"Kak Ashel, bangun!!"

Suara lelaki itu terus memanggilku, dengan cepat, ku tutup telingaku dengan sebuah bantal. Tak lama, pintu kamar pun terbuka, teriakan pun kembali terdengar.

"Kak Ashel, bangun! Hari ini, hari pertama kakak di sekolah baru!!" sial! Aku lupa jika hari ini adalah hari pertamaku di sekolah baru. Dengan cepat, aku bangun dari tidurku, lalu berlari menuju kamar mandi. Sedangkan adikku, ia menggelengkan kepalanya melihat diriku yang selalu bangun terlambat.

"Aku tunggu di meja makan sama Mama, Papa, ya!!" teriaknya.

"Iya!"

Setelah 15 menit lamanya di kamar mandi, aku segera memakai baju dan pergi ke lantai dasar. Disana sudah terlihat Mama, Papa, dan Adikku yang sedari tadi sudah menungguku.

"Lain kali tidurnya jangan terlalu malam!" Papa menasehati ku secara halus. "Sudah tau susah bangun. Lalu, mengapa kamu tetap tidur larut malam?" jika Mama yang turun tangan, aku sudah tak bisa berbuat apa-apa. Menurutku, Mama lebih menyeramkan dibandingkan dengan Papa.

Disisi lain, aku melihat Adikku yang sedang menertawai ku karena dimarahi oleh Mama dan Papa. "Apa kakak gak malu setiap hari harus dibangunkan oleh-ku?" aku merotasikan kedua bola mata ku. Sangat menyebalkan!

"Mungkin, jika aku tidak membangunkan mu, kamu akan terlambat datang ke sekolah. Maka dari itu, berterimakasihlah kepada Tuhan, karena telah mengirimkan adik yang sangat baik hati kepada-Mu!" adikku selalu berbicara seperti ini. Aku muak dengan rangkaian kata-kata yang selalu ia lontarkan.

"Wahai adikku yang sangat tampan, bisakah sopan sedikit kepada kakakmu yang cantik ini?" adikku tersenyum tipis, "Menurutku, kamu tak begitu cantik. Lebih cantik Erine dibanding dengan dirimu," sial, dia begitu menyebalkan!

Mama bangkit dari duduknya dengan kasar, "Tidak usah makan kalau begitu! Silahkan lanjutkan perdebatan kalian berdua," disusul dengan Papa yang mengikuti Mama

Aku dan Adikku saling tatap menatap. Perasaan menyesal pun muncul, "Kak, gimana ini?" aku menggedik kan bahu ku, "Aku juga gak tau. Kamu sih, segala mancing emosi kakak!" sentakku.

"Lah? Orang kakak yang bikin Mama emosi duluan. Kok jadi nyalahin aku?"

"Ck! Udahlah, cepet habisin makanannya, nanti kakak minta maaf sama Mama, Papa!" sang adik hanyalah bisa menuruti apa kata yang dikeluarkan oleh Ashel.

Tak lama, handphone adikku pun berdering. Namun, dia tetap acuh terhadap suara yang berasal dari handphone nya itu. Suaranya sangat menganggu ketenangan!

"Olion, kalo ada telepon itu di angkat. Kalo ga mau, yaudah matiin, suaranya ganggu ketenangan banget," tegur ku.

Olion terlihat masih mengunyah makanan yang ia makan, "Iya-iya, sabar kek," balas Olion seadanya. Setelah melihat siapa yang menelponnya, Olion langsung menerima telponnya, dan sedikit memberi jarak antara dirinya dan diriku.

Aku tak begitu peduli dengan orang yang di balik telpon itu. Aku hanya fokus untuk segera menghabiskan makanan yang dibuat oleh Mama. "Ayo berangkat, aku udah ditunggu sama temen," aku menatapnya heran, "Habisin dulu makanan kamu, baru kita berangkat. Hargai makanan buatan Mama, setidaknya dengan menghabiskan makanan yang Mama buat. Kalo belum habis, kakak gamau berangkat sekarang," ungkap ku.

"Ck! Iya, aku habisin," balasnya ketus. Sambil menunggu adikku yang masih mengunyah makanan, aku memilih untuk bermain handphone saja, siapa tau mantan ku tiba-tiba kasih kabar 😵‍💫.

Beberapa menit pun telah berlalu. Kini, aku dan adikku sedang berada di dalam mobil yang tengah dikendarai oleh Papa. Suasananya sangat tenang, tidak ada yang berani membuka suara. Adikku yang sibuk dengan ponselnya, Papa yang sedang fokus menyetir, dan aku yang memilih untuk menatap jalanan yang ada di Bandung.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku, Kamu, Dan BandungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang