Chapter 2

58 34 12
                                    

Hai, akhirnya ketemu lagi, selamat membaca dan budidayakan vote sebelum membaca ya teman-teman.

[ HAPPY READING ]

Angin malam berhembus menerpa rambut dan wajah seorang gadis yang sedang berjalan riang menuju rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Angin malam berhembus menerpa rambut dan wajah seorang gadis yang sedang berjalan riang menuju rumahnya. Gadis itu mengeratkan jaketnya, berupaya menghangatkan tubuhnya saat angin berhembusan. Tepat di depan rumah yang megah nan mewah, Bana berhenti demi melihat bayangan seseorang dari jendela lantai 2 yang sedang belajar. Tangan gadis itu terangkat demi mengukur ukuran orang itu dari jauh, matanya juga menyipit untuk menyesuaikan ukuran orang itu, tak lupa juga sebuah senyuman lebar saat ia melakukan hal bodoh itu.

Orang itu adalah Angga, El Angga Pratama. Seseorang yang sangat Bana kagumi saat pertama kali memasuki SMA JAYA BAKTI. Tak berselang lama jendela itu di buka, sontak Bana melambaikan tangan ke arah Angga tapi sang empu acuh tak menghiraukan lambaian Bana sama sekali, padahal sudah jelas jika laki-laki itu melihat ke arahnya.

"FIGHTING!," teriak Bana yang sama sekali tak di pedulikan oleh Angga. Merasa tak ada yang berguna, Angga kembali menutup jendelannya, juga dengan gordennya membuat Bana mendengus kesal karna tak bisa melihat bayangan Angga lagi.

"Nggak papa. Besokkan bisa ketemu Oppa" ucap Bana, menghibur dirinya sendiri.

Oppa, itulah sebutan kesayangan Bana untuk Angga karna laki-laki itu yang mirip dengan idol yang sangat di impikannya 'suga'. Seorang idol
Dari sebuah grup BTS. Sifat, wajah bahkan kelakuannya pun sangat mirip, membuat Bana seakan-akan bisa meraih impiannya meski itu sangat sulit.

Tak apa. Bana akan terus mencobanya.

Dering ponsel mengalihkan pandangannya yang semula menatap jendela kini menatap layar ponsel yang menampilkan nama 'Nyonya besar' disana. Bana kemudian mengangkat panggilan itu, dan seperti perkiraan Bana jika ucapan yang di lontarkan orang itu adalah sebuah bentakan, Bana sampai hafal.

"Cepet pulang! Nggak usah berhenti di depan rumah si Angga."

" Sabar ma. Nggak usah nge-gas. Ini Bana juga mau pulang."

"Nggak usah berhenti di depan rumah si Angga, langsung pulang!," Ulang wanita paruh baya itu lagi.

"Kak Angga. Bana pulang dulu ya," teriaknya sembari melambaikan tangan ke arah jendela padahal sudah jelas tak ada tanggapan sama sekali oleh laki-laki itu.

"UDAH MAMA BILANG! NGGAK—"

"Ini Bana udah perjalanan pulang," ujar Bana memotong ucapan ibunya, "mama juga kenapa sensi sih, kalau Bana berhenti di depan rumah kak Angga. Toh Bana nggak mecahin jendela, kenapa mama marah-marah?"

Always for youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang