Dia Zamzam...
Laki-laki dengan segudang prestasinya, hafidz qur'an, pandai
bersholawat dan di kagumi oleh kaum hawa maupun adam.
parasnya yang tampan sekaligus manis jika tersenyum menjadi nilai plus dari dirinya. Memiliki suara indah yang mampu
menghipnotis siapa saja yang mendengarnya.Dia adalah Zamzam.
***
"Ummi, Zamzam tidak mau minum obatnya lagi?" lirih Zamzam
sembari meletakkan butiran-butiran obat itu ke atas meja."Kenapa tidak mau?" tanya Fatimah.
"Zamzam bosan harus minum obat terus, rasanya juga pahit."
Fatimah mengambil butiran-butiran obat itu dari atas meja.
"Zamzam sayang ummi?" tanya Fatimah.
Zamzam dengan pasti mengganggukkan kepalanya.
"Kalau begitu Zamzam harus minum obat ini sekarang?" Fatimah memberikan obat itu pada Zamzam. Dengan sedikit ragu Zamzam menerima obat dari tangan sang ummi.
"Zamzam tidak ingin melihat ummi bersedihkan?"
Zamzam kembali menganggukkan kepalanya."iya,ummi," jawab
Zamzam.Zamzam menatap mata milik ummi nya dengan sendu. Butiran
obat itu pun masuk ke dalam mulut Zamzam. Zamzam
mengernyitkan wajahnya karena rasa pahit yang menjalar pada
lidahnya.
Fatimah segera menyodorkan minum dan langsung
diterima oleh Zamzam, kemudian di minumnya hingga tandas.
Fatimah tersenyum lega melihat anak lelakinya tersebut.
Di usapnya puncak kepala Zamzam dengan sayang."Sekarang Zamzam tidur, ya? istirahat. Besok lusa, kan Zamzam ada acara di Karawang," ucap Fatimah.
Zamzam merebahkan dirinya di atas kasur, memposisikan
tubuhnya dengan nyaman. Kemudian menarik selimut sampai
menutupi dadanya. Fatimah kembali mengusap puncak kepala
anaknya itu, lalu beranjak berjalan meninggalkan kamar
Zamzam."Ummi?" panggil Zamzam.
Fatimah yang ingin menutup pintu kamar berhenti sejenak lalu menoleh pada Zamzam.
"Iya, Zam?"
"Maaf?" Sebelum melanjutkan perkataannya Zamzam
mengambil nafas berat setelahnya mengembuskan dengan
perlahan."Zamzam sayang ummi," lirihnya.
Fatimah tersenyum mendengar perkataan anaknya itu. Namun ada rasa sedih dalam diri wanita paruh baya itu. Tidak ingin
Zamzam melihat raut wajah sedihnya, Fatimah segera menutup
pintu kamar Zamzam.***
"Khafna? Aku mau deh, jadi kamu supaya bisa berduet dengan Zamzam." Maira tertawa geli.
"Ya udah, silakan? Kamu aja yang baca. Aku, sih gak apa-apa," ucap Khafna.
"Kalau suara aku cetar membahana, sih mau aja. Tapi kamu
kan tahu suara aku kek curut kejepit."Khafna mengulum senyumnya. Maira, sahabatnya itu sungguh merendah sekali. Padahal menurut gadis itu Maira memiliki
suara yang tinggi dan khas.
"Lain kali coba ya? Gantiin aku. Suara kamu bagus, kok?""Kamu bisa aja, Khafna?" Maira
menyengirkan bibirnya sehingga menampilkan deretan giginya yang bergingsul."Kalau gitu, sekarang aku mau siap-siap dulu, ya? Kayaknya
sebentar lagi deh," ucap Khafna.
Maira mengangguk antusias dan memberikan dua jempol
tangannya tanda memberikan semangat pada Khafna.Khafna Syahida Zara, namanya. Perempuan manis dengan
lesung pipit di pipi kanannya. Seorang vokalis kedua hadroh
pondok pesantren Khoirul Huda. Dikarenakan sang vokalis
utama Fatih, sedang sakit. Sehingga Khafna menggantikan
sang vokalis itu untuk berduet dengan Zamzam. Sebelumnya
Khafna bertemu sebentar di ruang tamu rumah ustadznya.
Karena sungkan, perempuan itu akhirnya menunggu di luar,
duduk di pinggir panggung bersama Maira.