CHAPTER 3 | BETADINE

598 67 27
                                    

Sebelum baca jangan lupa vote dan komennya yaw!

Yang belum follow aku, follow dulu sini Caaay_

———

Danan keluar dari kamar mandi dengan kondisi seragam basah dan rambut lepek. Hal tersebut menjadikannya perhatian para murid yang sedang menikmati jam kosong dengan bermain di koridor sambil duduk-duduk di bangku depan kelas masing-masing. Kondisi Danan mengundang tawa mereka, apalagi ditambah cara jalan Danan yang pincang.

"Iih gembel banget anjing."

"Hahaha...."

"Gembel dilarang sekolah."

"Ngaku, lo! Lo abis cuci muka pake air kloset kan?"

"Bau bangke."

"Hahaha... ih awas-awas nanti kita ketularan bau."

Mereka tertawa seolah hal itu adalah sebuah lelucon, padahal sebenarnya tidak ada yang lucu dari kondisi Danan.

Mendenger cercaan dari mereka Danan hanya menunduk. Bibirnya terkatup rapat, ia tidak berani untuk membantah ataupun melawan. Danan diam-diam mengendus tubuhnya sendiri. Namun, ia tidak mencium kalau dirinya mengeluarkan bau seperti yang mereka katakan. Ia tidak bau badan, kondisinya hanya basah. Teman-temannya mengatakan itu hanya untuk merendahkannya. Teman?

Sepertinya mereka tidak sedekat itu sampai-sampai menganggap Danan sebagai seorang teman. Sampai saat ini Danan belum menemukan seseorang yang mau berteman dengannya.

Danan tetap berjalan menyusuri koridor dengan kondisi jalannya yang khas—terseok-seok lantaran kondisi kakinya memang tidak sesempurna orang lain. Belum habis bermain-main dengan Danan, ada beberapa murid yang berjalan di belakang Danan dan menirukan cara Danan berjalan hingga semakin mengundang gelak tawa. Sekali lagi, kekurangan Danan dijadikan bahan bercandaan.

Danan kembali ke kelas, ia memilih duduk diam di bangkunya. Ia menyapukan pandangan ke setiap sudut ruang dan memperhatikan suasa kelas yang ramai oleh segala tingkah laku teman sekelasnya. Tidak hanya kelasnya yang sedang jam kosong, melainkan semua kelas, karena sekolah masih dalam event class meeting.

Di dalam kelas, Danan diam sambil memperhatikan. Ada yang sedang rebahan sambil scroll tiktok, ada yang duduk di bangku paling pojok sambil mabar, ada yang sedang memoleskan make up ke wajahnya, ada yang sedang bergerombol sambil gibah, ada yang duduk berdua sambil pacarana di depan kelas, ada juga yang sedang—

"Bayar kas!" Tagih seorang gadis yang membawa buku berbentuk persegi panjang berisi semua nama siswa di kelas serta catatan kas.

ANYELIN LUBBY—nama yang terbordir pada dada kiri seragam gadis dengan gaya rambut dikuncir kuda tersebut. Gadis itu memiliki warna mata coklat tua, kedua bola matanya dipayungi oleh sepasang bulu mata lentik serta alis tebal yang hampir menyatu, hidungnya mancung, bibirnya berwarna merah muda, wajahnya mungil serta seluruh kulit tubuhnya putih bersih. Dari visualnya saja pasti banyak yang bisa menebak kalau dia memiliki darah campuran Timur Tengah.

Danan mengeluarkan uang dua ribu dari kantung seragam kemejanya kemudian menyerahkannya pada Anye. Ia tidak pernah telat membayar kas.

"Basah banget." Anye melebarkan uang dua ribuan tersebut.

Tanpa mengucapkan satu patah kata pun, Danan hanya menunduk. Seragamnya basah, karena itu uang di sakunya juga ikutan basah.

Anye menatap Danan dari dada hingga kepala, di mata Anye, kondisi Danan benar-benar mencerminkan kalau dia tidak terawat dengan baik, penampilannya seperti gembel, memprihatinkan.

CALL METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang