"Kamar nomor 2309—"
Nakila kembali melihat ke card lock yang ada ditangannya, kemudian beralih kearah setiap nomor kamar yang berada di lantai tiga tersebut. Langkahnya berhenti disalah satu pintu, matanya kembali menatap card lock. Setelah memastikan bahwa nomor dikamar sama dengan nomor yang tertera pada benda ditangannya, jarinya langsung bergerak, menempelkan kartu tersebut pada kenop yang terpasang pada sisi kiri pintu.
Pintu terbuka.
Perempuan dengan pashmina bewarna hitam itu langsung terkagum-kagum melihat luas nya ruangan yang akan menjadi kamar nya selama berada di akademi ini, ada dua buah ranjang yang disusun berdampingan, menghadap kearah pintu masuk, di seberang masing-masing ranjang tersebut ada sebuah lemari berukuran besar yang dijadikan tempat untuk barang-barang penghuni kamar. Di belakang kepala ranjang, terdapat sebuah ruang lagi yang di batasi dengan dinding ornamen kayu bercelah, disana ada dua meja yang di desain tersambung dengan rak-rak buku. Jendela besar dibuat disisi sekitar dinding.
Disebelah kiri dari pintu masuk ada pintu lain yang Nakila yakini adalah toilet untuk kamar ini, dan disebelah kanannya terdapat pintu kaca besar yang langsung mengarah kearah balkon.
Perempuan itu menyeret koper miliknya semakin masuk, sebelum meletakkan tas kecil yang ia kenakan diatas tempat tidur yang ia pilih sebagai tempatnya. Nakila baru saja akan duduk diatasnya ketika terdengar ketukan dari pintu.
Nakila membuka pintu dan menemukan gadis lain—yang saat di auditorium tadi namanya Nakila ingat; Samanta, gadis yang juga menjadi teman duduknya di dalam bus. Ternyata, dia juga yang menjadi teman sekamarnya.
"Hai, kamu teman—"
"Adeh, capek banget."
Nakila refleks menghentikan kalimatnya saat Samanta langsung menyerobot masuk kedalam kamar, tanpa menoleh, tanpa mengucapkan satu katapun kepada Nakila yang lebih dulu berada di dalam ruangan. Gadis itu mengerjap, merasa terkejut melihat apa yang baru saja teman sekamarnya itu perbuat.
Ini orang gak punya sopan santun?. Gerutu nya didalam hati.
Nakila makin dibuat tak habis fikir saat Samanta menyeret tubuhnya kearah kasur yang Nakila jadikan tempat untuk tas miliknya yang sekarang sudah berpindah di letakkan di kasur lain, oleh Samanta. Tanpa menanyakan siapa pemilik tas tersebut, ataupun meminta izin untuk memindahkannya.
Gadis berkacamata itu langsung merebahkan dirinya, menutup mata dan tidur.
Nakila ditempatnya masih melongo, setengah mati menahan kejengkelan di hatinya.
Suara dering ponsel mengalihkan perhatian gadis itu. Sadar jika benda yang berbunyi itu adalah ponsel miliknya, Nakila berjalan kearah kasur, mengambil ponsel yang berada di dalam tas, kemudian membaca tulisan yang ada pada layar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harmonies
FanfictionLatar belakang yang berbeda, karakter yang berbeda, tidak pernah sedikitpun terbayangkan jika mereka akan dipertemukan dengan cara kerja yang menurut sebagian orang indah namun tidak bagi mereka yang mengalami. Kehidupan yang tadi nya damai seketika...