Si cantik berandalan

345 20 1
                                    

"BANGSAT!! MAJU LO SEMUA!!" teriakan itu pecah di tengah tawuran mematikan yang melibatkan banyak pelajar sekolah. Suara pukulan yang menghantam telak anggota tubuh terasa memenuhi, kaca bertebaran, balok-balok kayu berserakan di sepanjang jalan. Tawuran itu terlihat mengerikan, semua orang saling memukul satu sama lain, tidak ada ampun, seolah hasrat membunuh meradang dalam diri.

"MATI LO ANIJING!!" satu orang tersungkur, mendapat pukulan telak yang menghantam rahang kirinya. Terasa sakit, laki-laki dengan seragam yang di lapisi jaket kulit itu merintih sakit saat si pemukul kembali menyerangnya.

Tempat itu ramai, penuh dengan banyak suara teriakan amarah, pukulan-pukulan masih di hantamkan pada lawan masing-masing. Tempat itu penuh dengan orang-orang yang seperti tidak takut mati, darah berceceran di jalanan, beberapa orang sudah tidak sadarkan diri dengan telak.

Rui, satu-satunya gadis yang ikut dalam tawuran mematikan itu mengedarkan manik hitam pekatnya setelah membuat lawanya tidak sadarkan diri, kepalan tangannya penuh dengan darah, ada lebam di ujung bibirnya yang terlihat sobek.

Rui menelan ludah, sudah puluhan orang yang tumbang, tinggal beberapa lagi yang tersisa. Rui tidak ingin berlama-lama lagi di sini, gadis itu dengan segera mematri langkah ke arah motornya yang terparkir tidak jauh. Dia harus segera pergi, bisa bahaya kalau sampai ada polisi yang datang dan menangkap mereka. Rui tidak ingin ikut-ikutan tertangkap oleh abdi negara itu.

"POLISI WOY, POLISI. KABUR, KABUR!!"

Sialan!!.

Polisi benar-benar datang bahkan sebelum 5 detik Rui berfikir demikian.

Teriakan itu menerobos dengan cepat, mengalahkan teriakan-teriakan penuh amarah dari kedua belah pihak. Suara-suara pertikaian yang terdengar segera terganti dengan teriakan yang menyerukan untuk segera kabur dari tempat ini.

Anak mami-papi lari pontang-panting, menabrak segala sesuatu yang menghalangi, tidak perduli kawan ataupun lawan, terlihat jelas takut akan di tangkap dan masuk media.

Rui membalikkan tubuh, suara sirene polisi terdengar samar-samar, bisa Rui perkiraan ada 2 mobil polisi yang datang untuk menangkap para pelaku tawuran.

Sial! Rui dengan segera merogoh kunci motornya, bergegas pergi. Suara teriakan yang menginstruksi untuk segera kabur agar tidak tertangkap polisi masih terdengar menggelar di tempat itu. Rui menelan ludah, teringat saat mendapat siksaan ayahnya karna tiga hari lalu dia sempat di tangkap oleh polisi karna masalah yang sama, tawuran.

"Bangsat, kunci motor gue di mana?" Rui panik setengah mati, tidak ada kunci motor di dalam saku jaketnya. Rui kembali merogoh saku kiri, nihil, tidak ada apa-apa di sana, kecuali kartu peringatan yang di berikan oleh pihak sekolah.

Rui berdecak, suara sirene masih terdengar. Tempat itu mereda dengan begitu cepat, meninggalkan sisa perkelahian dan beberapa orang yang tidak sadarkan diri.

"Anjing, polisi" Rui bergumam kesal saat melihat mobil polisi dari kejauhan, dia dengan segera membuka plat motornya, tidak ingin meninggalkan jejak apapun tentang keberadaannya di sini. Gadis dengan masker hitam itu bergerak cepat, segera bersembunyi di balik bangunan tua yang tidak jauh darinya sembari membawa plat motornya.

Rui menggigit bibir gugup, mengintip sebentar sebelum akhirnya menghembuskan napas panjang. Polisi masih di tempat tawuran, membantu korban tawuran yang tidak sadarkan diri.

Gadis itu memejamkan mata, lega, sebelum akhirnya menoleh. Manik hitam itu membola kaget, begitupun dengan seseorang yang menatapnya terkejut setengah mati.

"AAAA-"

"Bangsat, diam, njir!!" Rui dengan cepat membekap mulut gadis berbandana ungu metalik itu, merangsaknya untuk bersandar di dinding. Dia buru-buru mengintip, melihat para polisi itu. Rui belum sempat melihat dengan jelas, ketika punggung tangannya di pukul kuat-kuat, Rui spontan meringis, melepaskan bekapannya di mulut gadis berbandana ungu.

Mons SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang