Rui

179 16 0
                                    

"gak semua rumah tempat pulang paling nyaman"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"gak semua rumah tempat pulang paling nyaman"
.

Tepat pukul 02.22 pagi, Rui sampai di rumah. Bangunan megah yang menjulang tinggi di depan sana di tatap lamat oleh Rui. Rumah itu telah menjadi tempatnya bernaung selama bertahun-tahun lamanya, tempat yang menjadi saksi semua penderitaannya selama tinggal bersama ayahnya. Gadis itu menghela napas, segera memberi langkah masuk seraya menenteng helm fullface yang merupakan benda kesayangannya.

Sensasi dingin menerpa telapak tangan Rui, membuatnya memejamkan mata sejenak. Rui benar-benar tidak tau, apa yang akan dia terima saat masuk ke dalam rumah. Ayahnya pasti sudah pulang, mobil terparkir dengan asal di garasi saat Rui memarkirkan motornya.

Rumah itu gelap, selalu gelap saat malam hari, seperti tidak ada seorangpun yang menghidupkan lampu di kediaman sunyi ini. Rui menghela napas, mematri langkah untuk ke kamarnya dengan segera.

"Dari mana saja kamu?"

Suara berat itu seketika menghentikan langkah Rui, gadis dengan jaket hitam itu mendongak dengan segera, ayahnya, Dipta, berdiri di anak tangga seraya menatapnya datar.

"Jawab Rui" suara itu tidak lembut, dan tidak akan pernah lembut sampai kapanpun itu, Rui hanya bisa menatap sepatunya yang kotor, tidak berani untuk menatap mata ayahnya yang tidak ada kasih sayang sedikitpun di sana, untuknya, untuk anak perempuan satu-satunya.

Dipta menuruni tangga, laki-laki berumur 48 tahun itu menatap putrinya dengan datar, tidak ada sahutan yang terdengar, Dipta mati-matian menahan amarah dalam dirinya.

"Saya dengar ada tawuran hari ini, dan menurut saksi ada perempuan yang ikut dalam tawuran itu. Jawab Rui, kamu ikut tawuran hari ini?"

Rui menelan ludah takut, keberanian yang selalu dia tampilkan selama ini, seolah dia tidak takut pada apapun dan siapapun, seketika sirna. Rui selalu takut, takut jika berhadapan dengan ayahnya, penoreh luka pertama yang tidak akan bisa dia maafkan.

Bayangan penyiksaan yang telah dia dapatkan selama ini, tercetak dengan jelas dalam ingatan, bayangan di mana ayahnya yang tidak segan untuk menampar hingga memberikan luka fisik lainnya membuat Rui menggeleng pelan.

"Rui gak ikut"

Dipta tidak memberi respon apapun, laki-laki itu berlalu ke arah dapur meninggalkan Rui yang kini meruntuhkan pertahanannya, gadis kuat itu menagis dalam diam di sunyinya malam dan rumah yang tidak ada kasih sayang seorang ibu di dalamnya.

.

Rui membaringkan tubuhnya yang terlihat kelelahan setelah memukul 7 orang habis-habisan. Gadis itu berbaring terlentang menatap plafon kamar dengan tatapan kosong. Kamar itu lenggang sejenak, pikiran Rui terarah pada banyak hal, terutama pada Rai, mengingat gadis itu, entah kenapa membuat Rui tanpa sadar menarik ujung bibirnya. Dahi gadis itu menyergit sesaat, sebelum akhirnya bergerak cepat meraih handphone yang sempat dia lempar asal ke sisi kasur.

Jemari Rui dengan cepat membuka handphone dengan sidik jari, membuka Apk Whatsapp dan mengetikkan beberapa huruf di kolom pencaharian kontak. Senyum gadis itu mengembang tipis, segera kembali mengetikkan jarinya untuk mengirimkan pesan pada nomor yang dia beri nama "Es Kutub"

Jam baru menunjukkan pukul 02.40, dan Rui yakin si Es Kutub ini belum tidur sama sekali, dia pasti masih bergelut dengan buku-buku pelajaran, mengabaikan jam tidurnya yang sangat berantakan hanya untuk belajar. Si Es kutub ini terlalu mengejar nilai, terlalu menanggung banyak ekspetasi dari keluarga yang jelas-jelas hanya mengekangnya.

Rui menggeleng pelan, segera mengirimkan pesan yang telah dia ketik. Pesan itu tidak di balas, tapi centang dua. Rui akhirnya memilih untuk menunggu, alis gadis itu mengerut tipis, tidak biasanya Si Es kutub ini lama membalas pesannya. Rui lagi-lagi melihat ke pojok atas handphone, melihat jam yang tertera, Rui yakin sekali kalau gadis itu pasti belum tidur.

Perlu waktu selama 3 menit bagi Rui, untuk mendapat balasan dari Si Es kutub. Dia dengan segera membuka kembali handphone nya, mengetikkan pesan 'thanks' sembari mengunduh file yang dikirim oleh Si Es kutub.

Tidak perlu waktu lama agar file itu terunduh sempurna, Rui bergegas membukanya, hal pertama yang dia lihat adalah foto Rai beserta nama lengkapnya.

Rui tidak pernah tau ada murid baru di sekolahnya, kalau di ingat-ingat, Rai pasti pindah ke SMA Merdeka saat dia menjalani hukuman karena terlibat tawuran dan berakhir dengan ayahnya yang harus menjemputnya di kantor polisi. Dua hari penuh Rui absen sekolah, memilih untuk berdiam diri di kamar menjalani hukuman sang ayah yang tidak memperbolehkannya untuk keluar.

"Rai Diptama" Rui membaca nama lengkap Rai, kemudian informasi berikutnya.

"Dia pindahan dari SMA Jaya, berarti dia dari Yogyakarta"

Rui bergelut dengan pikirannya. Yogyakarta, kota yang tidak akan dia lupakan sama sekali, bersama dengan kenangan buruk yang pernah dia dapatkan di kota itu. Rui menghela napas, tidak ingin mengingat lebih lama, dia kembali melihat info tentang Rai yang dia minta pada si Es Kutub, Mantan Ketua OSIS yang memiliki jaringan luas di SMA Merdeka. Dan informasi seseorang akan dengan mudah di dapatkan olehnya.

Wow.

Rui terkesiap sejenak membaca informasi berikutnya, gadis itu mengembangkan senyum tipis di bibirnya, terlihat tertarik dengan satu info tentang Rai yang benar-benar mampu membuatnya merasa bahwa semester kali pertama di kelas 12 ini akan menyenangkan dengan kehadiran Rai, seorang pemenang Olimpiade Fisika berturut-turut dengan memegang juara 1 di tingkat nasional.

Rai Diptama.

Rui mengangguk puas membaca info Rai yang lain, entah kenapa Rai terlihat menarik setelah hari ini. Dia yakin, sekolah akan sangat menyenangkan karena persaingan akan semakin ketat dengan adanya 7 murid dengan IQ tinggi yang di tempati pada satu kelas yang sama, tiga di antaranya adalah Rui, Rai, dan Si Es Kutub.

.

Mons SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang