Perdebatan.

195 23 0
                                    

Terhitung sudah 2 hari Rai bersekolah di SMA Merdeka. Ada banyak hal yang bisa Rai temukan di sekolah elite ini, salah satunya adalah peraturannya yang terlihat berbeda dengan kebanyakan sekolah di luar sana. SMA ini membebaskan siswanya dalam berpenampilan dan memakai fasilitas sekolah semau mereka, asal di gunakan dengan baik dan memiliki tujuan yang berhubungan dengan pelajaran sekolah.

Dan untuk penampilan, siswa di bebaskan dalam hal ini. Siswi di bolehkan memakai sepatu ataupun high heels, asal berwarna hitam. Rambut boleh di warnai, bebas memakai aksesoris apapun. Sekolah ini bersifat bebas, tapi tidak pernah membuat siswa-siswi melanggar peraturan yang ada.

Tepat pukul 07.00, Rai sampai di depan gerbang sekolah, di antar oleh ojol langganan Mama yang sejak dua hari lalu mulai mengantar-jemputnya kesekolah. Gadis itu merapatkan switer biru muda yang selaras dengan tasnya, memasukan tangan kedalam saku. Pagi ini mendung, cuaca terlihat suram, tidak seperti hari-hari sebelumnya. Awan mendung terlihat gelap sejak subuh tadi, tapi hujan tidak kunjung turun. Hal pertama yang Mama lakukan saat melihat awan mendung adalah menyiapkan bekal hangat dan juga payung, juga teh panas yang langsung Mama letakkan ke dalam botol air minumnya.

Rai tidak keberatan sama sekali, Mama selalu melakukan hal yang terbaik untuk anak perempuannya, wanita itu akan melakukan segalanya agar anak bungsunya nyaman.

"WOY RAPUNZEL!" suara itu menerobos cepat telinga Rai, memecah suara-suara bising akibat bell yang sudah berbunyi nyaring. Rai yang baru sampai di garasi sekolah seketika berbalik. Nama itu jelas bukan namanya, tapi suara yang terdengar berseru semangat itu benar-benar bisa Rai kenali meskipun baru pertama bertemu. Manik hitam Rai bersitatap dengan manik hitam Rui, gadis dengan jaket hitam itu tiba-tiba merangkul pundaknya, seolah mereka teman dekat, seolah mereka bukan orang asing yang baru bertemu kemarin sore.

"Punzel, lo masih ingat gue, kan?" Rui bertanya memastikan, melontarkan pertanyaan yang sedikit konyol karena dia yakin Rai masih mengingatnya, gadis itu mengerut tidak suka saat Rai bergerak melepaskan rangkulannya.

"Nama gue bukan Punzel" Rai balas sekenanya, mematri langkah dengan cepat meninggalkan Rui.

"Emang siapa bilang nama lo Punzel?" Rui bertanya seraya mematri langkah, menjejari langkah Rai yang terlihat lebar. Gadis itu menoleh, Rui harus sedikit mendongak karena Rai ternyata lebih tinggi daripada dirinya.

"Tadi lo manggil gue Rapunzel"

"Aelah, baperan lo. Main-main doang itu" Rui menonjok kecil lengan Rai, membuat Rai hanya bisa menghela napas.

"Nama gue Rai, gak usah ubah. Gue gak suka" ujar Rai kemudian kembali mematri langkah.

Rui berdecak, tertinggal lagi beberapa langkah, dia harus mengejar Rai yang kini sudah berjalan jauh. Kaki gadis itu sangat panjang, atau mungkin dirinya yang terlalu pendek?

"WOY TUNGGUIN!!" Rai akhirnya menghentikan langkah, sadar kalau seruan itu di tunjukkan padanya.

"Kenapa lagi?" tanya Rai cuek.

Rui mengerutkan keningnya. Kalau di lihat-lihat, Rai ini tidak cool seperti Si Es kutub "Lo jangan cuek-cuek napa, lo gak suka sama gue? Iya?" Rui bertanya jengkel, entah kenapa respon Rai kali ini berbeda saat keduanya bertemu kemarin malam.

Rai berdehem, sadar kalau sikapnya mungkin berlebihan. Jujur, dia merasa biasa saja dengan kehadiran Rui, tidak risih, tidak suka juga, biasa saja. Hanya saja Rai sedikit marah pada Rui karna gadis itu pulang tanpa memberitahunya ataupun Mama. Tepat pukul dua dini hari, Rai turun dari kamarnya, mematri langkah ke ruang tengah, di mana Rui tidur di sofa. Rai membawa selimut tebal, angin malam berhembus kencang membawa sensasi dingin. Rai tidak bisa tidur karna ada Rui di rumah. Bagaimanapun dia tetap orang asing yang harus di waspadai.

Mons SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang