Chapter 1

86 2 0
                                    

Di ruang inap ayah Amar yang baru saja sadar dari pingsannya, terdapat keluarga Ustadz Abdullah yang telah menunggu dengan kesabaran. Di antara mereka, terdapat Zira dan kedua anak mereka.

Zira menyindir sang kakak dengan iseng. "Cie, yang mau nikah."

"Apa sih, dek," balas Aisyah sang kakak.

"Hehe, Zira merasa kesepian nih jika Kak Ais menikah," ucap Zira sambil mengerucutkan bibirnya.

"Iya, Kakak akan meninggalkan gadis nakal seperti kamu," balas Aisyah sambil mencubit hitam manis sang adik di balik cadar.

Zira menundukkan kepalanya saat tatapannya bertemu dengan ustadz.

"Duh, tiba-tiba jadi pendiam ya si anak," ujar Aisyah sambil menatap adiknya yang biasanya cerewet tiba-tiba menjadi sunyi.

"Iya sayang, memang dia yang paling riuh. Mengapa tiba-tiba jadi pendiam ya?" tanya Ibu Ayu.

"Tidak apa-apa, Kakak, Ibu," ucap Zira sambil menundukkan kepalanya.

Siapa yang tidak terkejut? Aisyah, kakak dari Nisa, yang telah bertunangan dengan Ustadz Rayyen, adik dari Ustadz Rayyan.

Tiba-tiba, semua terkejut ketika Ustadz tampan itu bersuara.

"Maaf, Abi. Rayyen tidak bisa menikahi Aisyah sekarang," ucap Rayyen sambil menundukkan kepalanya.

Semua orang di ruangan itu terkejut mendengar ucapan tiba-tiba Rayyen tentang pemunduran acara pernikahan.

"Kenapa? Apakah ada masalah yang tidak Abi ketahui?" tanya Abi Abdullah sambil menatap putra keduanya yang menundukkan kepalanya.

Rayyen menggeleng. "Tidak, Abi. Rayyan merasa tidak enak karena harus mendahului Abang Rayyan menikah."

"Aku tak apa-apa, Rayyan," ucap Rayyan.

"Tapi, aku sudah memutuskan ini, aku menghormati keputusanmu, Bang," tambah Rayyen.

Semua orang merasa kecewa, termasuk Aisyah yang hampir menangis saat menyadari keputusan Rayyan.

"Baiklah, jika begitu, saya juga akan menikah," ucap Rayyan sambil menatap adiknya, Rayyen.

Ucapan tiba-tiba dari Rayyan membuat semua orang terkejut untuk kedua kalinya.

"Apakah kamu sudah memiliki calon, Rayyan?" tanya Ustadz Abdullah, ayah dari Ustadz Rayyan, menatap putranya yang sulung.

Namun, Rayyan menggelengkan kepalanya. "Rayyan akan menikahi adiknya Ustadzah Aisyah, jika diizinkan, Abi," ucap Rayyan tiba-tiba, membuat Zira terkejut mendengar ucapan Ustadz Rayyan.

Seolah tersambar petir di siang bolong, Nisa, gadis berusia tujuh belas tahun yang sebenarnya ingin menyaksikan akad nikah sang kakak malah mendapat kejutan besar saat namanya disebut oleh Ustadznya sendiri.

"Kenapa harus dengan Zira, Ustadz?" tanya Zira sambil menundukkan kepalanya.

"Jika kamu mengizinkan, saya akan menikahi kamu bersama mereka hari ini juga," ucap Rayyan.

Detak jantung Zira berdegup kencang. "Ya Allah, aku tidak ingin menikah dengan Ustadz Rayyan yang menakutkan itu," gumamnya dalam hati.

"Bagaimana, sayang? Apakah kamu mau menikah dengan Ustadz Rayyan?" tanya Ayah Amar pada putrinya yang bungsu.

"Ayah, Zira masih sekolah. Dan ustadz Rayyan adalah guru Zira, Ayah," jawab Zira sambil menangis di pelukan Ibunya.

Ummi Maryam melihat ke wajah sedih gadis kecil itu. "Zira akan menerima pernikahan putra pertama ummi."

"Zira tetap bisa melanjutkan sekolah meskipun sudah menikah nanti," tambahnya.

Zira menatap kedua orang tuanya, lalu memandang sang kakak yang sudah basah oleh air mata.

"Nak, bagaimana? Ini permintaan Ayah, Nak. Ayah tidak meminta yang lain, hanya ingin kamu menerima Ustadz Rayyan sebagai suamimu. Haruskah Ayah meninggal dulu agar kamu mau?" ucap Ayah Amar.

"Ayah, jangan katakan seperti itu. Zira akan menerima pernikahan ini demi kalian, agar Kakak bisa menikah dengan Ustadz Rayyan," jawab Zira sambil menangis dalam diam.

"Alhamdulillah," ucap semua orang.

Semua sudah siap, acara akad nikah di rumah sakit sangat sederhana, sesuai permintaan Zira.

Acara ijab qobul bergantian, pertama Ustadz Rayyan kemudian Ustadz Rayyen.

Semua pasangan pengantin dibawa ke rumah Ustadz Abdullah.

Di dalam perjalanan, keluarga Kyai Abdullah singgah di salah satu rumah makan yang terletak di daerah tersebut.

"Apakah kalian lapar? Kalau iya, ayo kita makan di sana. Sepertinya enak makan di rumah makan khas Sunda," ucap Abi Abdullah.

"Rayyen lapar, Bi. Ayo kita makan dulu," ucap Ustadz Rayyen.

"Kamu, Rayyen, selalu makan terus di dalam pikiranmu," ucap Ummi Maryam.

Ummi Maryam menggelengkan kepala melihat tingkah laku putra bungsunya.

"Hehe, lapar banget, Mi," ucap Rayyen sambil tersenyum lebar.

"Astaghfirullah, Nak," jawab Ummi Maryam sambil tetap menggelengkan kepala.

"Udah, udah, jangan ribut. Ayo turun," ajak Abi Abdullah.

"Ayo, Bi, Ummi yang cantik," tambahnya.

Setelah semua setuju untuk makan, mereka semua turun dari mobil keluarga Kyai Abdullah.

"Dek, kenapa diam saja?" ucap Aisyah sambil menatap sang adik.

"Gak apa-apa kok, Kak," jawab Zira.

"Ayo kita turun, apa kalian tidak lapar," ucap Rayyan.

"Zira, tetap di sini saja, Ustadz."jawab zira menundukan kepalanya.

"Ayo, saya mau makan, ayo makan." Ucap.ustadz rayyan pada sang istri.

"Tapi Zira tidak mau makan, Ustadz."jawab zira menundukan kepalanya.

"jawab zira menundukan kepalanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"

Ayo, ya, makan dulu," ucap Rayyan.

Zira sangat kaget saat pertama kali ia digandeng oleh seorang pria.

"Tapi Zira," ucapannya terputus oleh suaminya.

"Ayo, kita ke sana," ajak Rayyan sambil menggandeng tangan sang istri.

Ketika Rayyan dan Zira sampai di meja yang telah dipesan oleh kedua orang tuanya, Rayyen terus menggodai kakaknya, membuat kakak iparnya merasa malu. "Dih... Sudah mulai pamer kemesraan nih," celetuk Rayyen.

Rayyan yang mengetahui usilnya sang adik, "Apa sih, kamu hanya iri saja."

Sementara itu, Aisyah hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah laku suaminya dan kakak iparnya.

"Udah, Mas, jangan ribut, kenapa sih, Mas, jangan khawatir, kasihan tuh dilihat," ucap Aisyah sambil menunjuk ke arah Zira yang menundukkan kepalanya.

"Itu Abang yang mulai," adu Rayyen sambil menantang istrinya.

"Bukan Ustadz Rayyan yang mulai, tapi kamu, Mas," jawab Aisyah.

"Dih," ucap Rayyan.

"Ustadz, ayo kita duduk, malu kalau dilihat pengunjung," jawab Zira sambil menggandeng tangan sang suami dengan erat.

"Kenapa hmm, kok nundukan terus kepalanya?" Tanya ustadz rayyan pada sang istri kecilnya.

"Malu, di pandang oleh pengunjung usatdz."

"Hmm, jangan nundukan kepala terus di depan saya. Saya ini suami kamu paham."

ISTRI DADAKAN USTADZWhere stories live. Discover now