08 : Menyedihkan

58 44 15
                                    

"Heh, mau kemana lo?" tanya Juan yang sedang duduk di ruang tamu.

Sore itu, di hari Rabu, Kanaya berada di rumah karena tidak berangkat kerja. Ia sakit setelah pulang sekolah, ia sudah izin kepada majikannya itu dan untungnya ia diperbolehkan istirahat selama satu hari.

"Aku mau keluar beli bahan makanan, kenapa?" tanya Kanaya.

"Sekalian beliin makanan buat gue," suruhnya lalu kembali fokus pada ponsel di genggamannya.

"Maaf nggak bisa ka, uangnya nggak cukup, nanti aku masakin aja ya?"

Mendengar itu, Juan melirik Kanaya lalu mulai memasang wajah jengkel. Dengan langkah ogah-ogahan ia mendekati Kanaya dan membuat anak itu melangkah mundur.

Punggung Kanaya kini sudah terbentur dengan pintu, itu tandanya ia tidak bisa lagi mundur. Juan terlihat begitu senang, ia lalu mensejajarkan wajahnya dengan wajah Kanaya.

Kanaya menelan salivanya dengan kasar, ia begitu takut saat melihat wajah Juan. Wajah laki-laki itu tidak jauh berbeda seperti wajah Ayahnya ketika sedang marah.

"Gue maunya makanan di luar, jadi beliin dan jangan banyak omong!" bentak Juan yang membuat Kanaya menutup matanya.

Juan kemudian pergi ke kamarnya dengan perasaan dongkol, moodnya seketika jelek karena perempuan itu.

Kanaya hanya bisa menghembuskan napas lelahnya, ia kemudian pergi keluar setelah menutup pintu dengan rapat, ia hanya membawa uang sepuluh ribu saja, apakah bisa ia membelanjakan uang itu untuk bahan makanan dan juga makanan di luar sana?

"Akhh, pusing aku!" gumam anak itu sambil menendang-nendang batu krikil di jalanan.

****

Di sisi lain terdapat Alden yang tengah bermain judi di sebuah warung terpencil, ini sudah kesekian kalinya ia kalah dalam permainan itu, ia membutuhkan uang yang banyak untuk kembali mengikuti permainan itu.

"Ah, sialan, gue kalah mulu," dengusnya sambil menjauhi warung terpencil itu.

Saat Alden hendak pulang ke rumahnya, ia melihat Kanaya yang tengah berjalan sendirian dengan tangan yang membawa beberapa plastik.

"Hmm, pasti dia punya banyak uang," kata Alden sambil menghampiri Kanaya.

"Kanaya!" panggil Alden dari arah belakang.

Langkah Kanaya terhenti, ia lalu berbalik badan dan mendapati Alden tengah berdiri dihadapannya.

"Ayah? Ada apa?"

"Bagi uang dong, ayah kalah main judi nih, ayah mau main lagi tapi nggak ada uang," ujar pria itu.

Kanaya jengkel. "Kanaya juga nggak punya uang Yah, belanja aja uangnya pas-pasan," jelas anak itu.

"Kamu tuh ya, kalau ayah minta uang pasti selalu aja jawabannya gitu, pelit banget sih kamu!" Alden mulai kesal.

"Lho, kok ayah yang marah? Seharusnya aku yang marah dong, ayah kenapa sih?!"

"Dasar nggak guna!" Alden lalu mendorong tubuh Kanaya ke sisi kanan yang merupakan jalan raya dan dia pergi begitu saja.

TINNN

Klakson panjang terdengar dan itu membuat Kanaya ketakutan, untungnya mobil itu berhasil mengerem hingga tidak sedikit pun body dari mobil itu melukai Kanaya.

"Hei! Gimana sih kamu, kalau jalan tuh jangan di tengah jalan raya!" maki pengendara itu dengan kepala yang menyembul dari jendela mobil.

Kanaya dengan buru-buru memungut semua belanjaannya sambil berkata. "M-maaf pak," ucapnya kemudian lalu menepi ke sisi kiri.

Kanaya dan Kehidupannya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang