Happy Reading.
Tangis kesedihan mengiringi kepulangan Raja Bailee setelah dinyatakan gugur dalam perang saudara yang terjadi di dalam Svassa. Pemberontakan dalam istana yang tidak dapat dicegah membuat pemimpin tanah Svassa itu gugur. Beruntung saja pemberontak dapat diusir dalam istana sehingga niat untuk mengambil alih takhta Svassa gagal karena banyak pasukan pemberontak yang tumbang.
Tempat persemayaman terakhir Bailee disaksikan oleh seluruh rakyat, keluarga istana dan tamu dari negeri seberang, seperti salah satunya adalah keluarga Kerajaan Aglaia yang hadir secara langsung menyaksikan. Keadaan berkabung yang sangat kental mengiringi kepulangan Raja Bailee, isak tangis dari rakyat juga orang-orang yang mengenal sosoknya terdengar mengiris hati.
Pangeran Ruby, pemuda yang hanya diam memandang kepergian ayahnya dengan mata berkaca-kaca itu menatap lurus. Tubuhnya yang seharusnya beristirahat sebab kemarin ia juga terjun ke dalam peperangan membuat bekas luka sang pangeran masih terlihat. Namun pemuda itu memaksa untuk melihat dan mengantarkan sendiri abu ayahnya yang akan disimpan bersama dengan para tetua kerajaan.
Ruby tak ingin melewatkan setiap rangkaian upacara ayahnya, sosok yang selama ini mengasihinya sampai ia bisa tumbuh sehebat ini.
Abu itu sengaja diberikan pada Ruby, tahu bahwa pemuda ini adalah kebanggaan Svassa yang diharapkan bisa memimpin negeri ketika Bailee memilih turun takhta. Sayang sekali Dewa berkendak lain karena ayahnya harus gugur ketika mempertahankan kedaulatannya.
"Kau temani Ruby, biar Ibunda menemui Ratu Marie."
Pangeran Leonard menundukkan tubuhnya memberi penghormatan pada ibunya. Lelaki yang juga datang dan menyaksikan bagaimana pemimpin Svassa disemayamkan kini berjalan mendekati Ruby membuat pengawal di sisi kanan dan kiri pemuda itu menyingkir memberi celah.
"Di akhir hayatnya, Raja Bailee memberikan pengabdiannya untuk Svassa. Tak heran jika Yang Mulia benar-benar dicintai oleh rakyatnya. Svassa memang berada di tangan yang tepat."
Ruby menoleh pada Leonard yang menyemai senyuman padanya. Pemuda itu secara tiba-tiba menubrukkan tubuh pada lelaki yang menerima pelukannya. Isak tangis yang tadi tertahan karena rasa malu pun tumpah di dada Leonard membuat tangannya memberikan isyarat pada para pengawalnya juga dayang-dayang Ruby meninggalkan mereka di dalam ruangan.
Rengkuhan erat pada tubuh Leonard menjadi penumpu bagi Ruby. Pemuda itu menyembunyikan wajah dan jeritan kecil dari hati yang terluka. Oh siapa yang tidak merasa demikian ketika Ruby kehilangan orang tercintanya secara tiba-tiba.
Leonard membalas pelukan Ruby, diusapnya punggung pemuda yang sedang terisak di dadanya sekarang seolah ia memberikan tempat pada sang pangeran untuk mengeluarkan semua kesedihannya. Sebagai seseorang yang mengenal Ruby sejak kecil dan menganggap pemuda itu sebagai adiknya, Leonard juga merasa prihatin. Pelukan hangat yang diberikan oleh Leonard sebagai seorang kakak itu mungkin bisa saja Ruby salah artikan.
"Tenanglah, Ruby."
"Aku akan sendirian. Hiks, ayah tega sekali meninggalkanku."
"Kau tidak sendiri, Ruby." Leonard melepas pelukan pada tubuh mungil Ruby yang merengkuhnya erat. Wajah pangeran itu berantakan; hidung memerah, mata berkantung dan basah bekas air mata yang dikeluarkan oleh si pangeran. "Ada aku," ucap Leonard mengusap bekas air mata pada wajah manis Ruby.
Wajah manis ditawan dalam telapak tangan Leonard itu menyuanya, ia pandangi bagaimana pangeran itu melakukan hal yang sangat Ruby sukai. Ia selalu suka cara Leonard memberikan ketenangan padanya. Ia suka cara Leonard memberi pengertian padanya. Bagaimana Leonard berbicara dan mengatur kondisi hati Ruby sampai ia terjerumus dalam pesona pangeran Aglaia.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUBY | markren
Fantasy[ markren ] Pangeran Ruby jatuh hati pada Pangeran Leonard sejak ia kecil, perasaan yang bertumbuh seiring waktu itu membuat tekadnya menguat untuk memiliki pujaan hatinya. Tak peduli seberapa banyak orang yang mencintai Leonard atau menjadi penghal...