Bab 15. Hijab di Mana?

665 43 1
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Follow akun Instagram:
@author_ilustrasi
@Cicika05

Tiktok: @Ilustrasi

-Happy Reading-

"Mbak, katanya yang jemput ke sini bapak. Kok malah dia yang datang ke sini." Haruka berdiri menyandar dinding-kedua tangan bersedekap dada. Matanya menatap Amira yang masih mengenakan seragam kantornya.

Amira dan Hafizh saling tatap seperti melemparkan pertanyaan lalu menatap Haruka kembali. "Duduk di sini dulu Haruka. Kalau bicara sama orang jangan sambil berdiri, kurang sopan."

Haruka melepas lipatan tangannya. Menuruti perintah Amira dan duduk bersebelahan dengannya.

Amira senyum. "Kenalin ini Hafizh temannya, Embak."

"Aku nggak tanya dia, Mbak. Tapi, tanya bapak. Ayah aku. Katanya tadi bapak yang ke sini, berarti ayah aku kan? Yang Mbak maksud?"

Amira senyum kembali dengan perempuan di depannya ini, yang terlihat tidak sabaran. "Iya, tadinya ayah kamu yang mau ke sini. Tapi, enggak jadi. Beliau menitipkan kamu ke Embak dulu."

"Jadi, Embak kenal ayah kan?" tanya Haruka mulai penasaran.

Amira menatap Hafizh kembali, mendapatkan pertanyaan seperti itu dari Haruka. Dia seperti bertanya kepada Hafizh, apakah salah mengatakan hal itu kepada Haruka. Tidak tega rasanya harus membohonginya. Tetapi, Hafizh mengangguk sebagai isyarat.

Amira senyum kembali. "Iya kenal Haruka. Bapak Embak dulu kenal sama ayah kamu. Jadinya, Embak juga kenal sama ayah kamu."

Haruka semakin sumringah senyumnya lalu memegang kedua tangan Amira. "Wah sempit sekali bumi ini. Syukur banget dipertemukan orang sebaik Embak.

"Jangan terlalu memuji Embak Haruka."

"Enggak apa-apa, Mbak, kalau memang fakta hehehe. Oh iya kenapa ayah menitipkan Haruka ke Embak?"

"Karena kamu bertengkar sama bundamu kan? Sampai di usir? Sebab itu kamu dititipkan dulu ke Embak sampai mereda marahnya bunda kamu."

Tiba-tiba mata Haruka sedikit berair, terharu, bersyukur memiliki ayah yang sangat menyanyanginya. Jika, bundanya sudah tidak peduli dengannya, masih ada cinta pertamanya. Sosok ayah yang baik. Memperlakukan putrinya seperti ratu.

Amira panik, melihat air mata itu menetes mengenai pipi Haruka. Tangannya refleks mengusap-usap punggung belakangnya sebagai penenang. "Haruka... Kamu nangis ya?"

Haruka yang sebelumnya menunduk, mendongak. "Enggak..." Seketika air mata itu semakin keluar dan pecah. Bohong jika tidak menangis, apalagi saat menangis malah ditanya, itu semakin membuat tangis Haruka semakin jadi.

Amira langsung memeluk Haruka dengan erat. Ia merasakan kedua bahu Haruka yang bergetar. Dia semakin tidak tega melihat perempuan muda ini semakin hancur mentalnya. Tapi, malah ia bohongi demi kesehatan batinnya.

"Haruka, ayah kamu juga menitipkan ke Hafizh. Dia diminta untuk menjaga kamu. Kemarin, yang bantu kamu di Klub dia."

Haruka melepas pelukan Amira lalu memberikan tatapan Hafizh dengan serius. Dia sebelumnya seperti pernah melihatnya-kedua kalinya. Tapi, sekilas wajahnya mirip dengan laki-laki yang menolongnya malam itu. Sedangkan, Hafizh menatapnya datar tidak memberikan ekspresi.

"Oh iya mirip sama yang kemarin."

"Bukan mirip lagi, itu memang saya."

"Iya, iya. Semalam kamu sempat mengatakan ke mereka kalau aku calon istri kamu ya?"

Lavandula [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang