"Semuanya masih sama, masih tentang dirimu.
hingga hatiku tidak tertarik kepada siapapun, meski rasa ini wujud tanpa adanya pertemuan."Arfhaan Zaid itu adalah nama yang diberikan abah padaku, umur ku baru saja memasuki 20 tahun saat ini dan anak pertama dari dua bersaudara.
Hari ini adalah kepulangan ku setelah tujuh tahun menimba ilmu di pondok pesantren Darul Amal milik kiyai sholeh Jawa Tengah tepatnya di kota Surakarta.
Aku sengaja memberitahu umi dan abah akan sampai ke kediri tempat kelahiran ku setelah dzuhur, karena ingin memberikan kejutan bahwa aku akan pulang lebih awal dan tak mau merepotkan abah dan umi untuk menjemput ke bandara. Benar saja, umi dan abah terkejut setelah membuka kan pintu dan menjawab salam ku tadi ketika melihatku yang sudah berada di depan pintu teras ndalem."Ya allah Arfhaan..kok gak ngabarin umi dan abah kalau bakalan sampai lebih awal?" tanya umi sembari memeluk ku.
"Ngapunten umi,abah Arfhaan sengaja tidak beritahu umi dan abah bakalan sampai pagi ini biar jadi kejutan" jawabku sembari mencium tangan umi dan membalas pelukannya.
"MasyaAllah beneran terkejut umi ini liat kamu, sudah ayo masuk dulu lee kita ngobrol di dalam." ucap umi menggandeng lengan ku menuju ruang tamu ndalem dan di ikuti abah.
***
"Sudah lee istirahat dulu di kamar, nanti kita ngobrol lagi.
Umi mau masak sarapan dulu""Abah juga mau ke kantor pondok, ada yang mau di urus"
Pamit abah dan umi setelah selesai kami berbincang melepas rindu."Iya abah, umi" ucapku mengiyakan lalu berjalan menuju kamar yang berada di lantai atas.
Setelah mengganti pakaian, langsung ku rebahkan tubuh ke kasur yg sudah lama tidak ku tiduri semenjak menimba ilmu di pesantren. Semua masih sama, kamar luas yang hanya berisi kasur, lemari pakaian dan lemari kitab serta meja belajar yang berada di samping pintu kaca menuju balkon, sisanya hanya ada pajangan kaligrafi yang pernah ku lukis.
Puas beristirahat aku langsung menuju dapur untuk sarapan, karena dari berangkat hingga sampai saat ini memang belum memakan apapun sehingga perut ku kini keroncongan, langsung ku lahap nasi goreng buatan umi yang berada di atas meja makan. Sekeliling ruang makan kosong tidak ada orang selain aku, samar-samar aku mendengar umi berbicara dengan seseorang di teras, mungkin itu mbak santri pikirku.
Setelah selesai sarapan langsung ku hampiri umi yang berada di teras."Umi lagi ngapaa..in ekhm" panggil ku cukup terkejut melihat siapa yang diajak umi berbincang sedari tadi.
Dia Alfhaira Az-Zahra, sahabat masa kecil yang kini akan dijodohkan abah dan umi untuk ku. Jantung ku berdegup kencang, entah sejak kapan perasaan ini muncul, sejak abah dan umi memberitahu bahwa dia akan dijodohkan oleh ku atau sejak abah dan umi sering menceritakan tentang dia yang sekarang, setiap kali menjenguk ku.
Wajahnya masih sama tidak banyak berubah, putih bersih, alis yang yang rapi tanpa di bentuk oleh apapun, mata nya yang bulat namun sayu, dan bibirnya yang tipis menunjukkan betapa cerewet nya dia semasa kecil, dan memiliki bentuk wajah yang kecil.
Tanpa sadar mata ini memandang nya yang terus menunduk lumayan lama, hingga aku dikejutkan oleh umi yang menegur ku dengan tepukan pelan tangan umi pada tangan ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Ku & Dia
Teen FictionBermula dari persahabatan Alfhaira dan Gus Arfhaan semasa kecil dan terpisahkan ketika abah Gus Arfhaan menyuruh nya menimba ilmu di pondok pesantren. Kisah persahabatan mereka terus berlanjut dengan mengirimkan kabar lewat surat yang di titipkan ke...