'11

133 18 0
                                    




~•~•~•~•~•~•~•

Kedua manik mata indah Seno mengerjap beradaptasi dengan silau nya lampu yang menerangi ruangan nya.

Ruangan yang memiliki warna putih, serta hawa yang dingin. Tidak lupa dengan bau obat obat an.

"Eh udah bangun lo?" tanya seseorang disamping Seno.

Pandangan Seno yang masih buram berusaha melihat wajah orang disampingnya sambil menyipitkan mata.

"Gua Raka, gitu aja lupa sama suara gua." ucap Raka.

"Oh, ya maklum baru bangun. Gue di rumah sakit?" tanya Seno memejamkan matanya kembali.

"Iya, tadi lo sebenernya kesini sama abang lo. Tapi dia pergi duluan ada urusan." jawab Raka.

"Gue kenapa, kok di rumah sakit jir?" tanya Seno lagi.

"Lo pendarahan tadi pagi, mimisan banyak kata bang Jer." jawab Raka lagi.

Seno yang mendengar itu hanya ber 'oh' ria, ia kembali menatap langit langit dan memikirkan kejadian tadi pagi.

Setelahnya ia melihat jam dinding, begitu terkejutnya saat jarum pendek menunjukkan angka tiga yang berarti jam tiga sore.

"Udah sore ya? Lama banget dah gue tidur." gumamnya.

Seno mulai beranjak dari kasurnya, "Mau kemana?" tanya Raka.

"Kamar mandi." ucap Seno.

___________________

Di sore hari yang sejuk, laki laki berparas tampan serta berpakaian yang didominasi warna hitam sedang duduk sambil menikmati hembusan angin yang menerpa wajah mulusnya.

Helaan nafas ringan yang ia lakukan, sambil menatap langit langit yang biru nan cerah.

"Cape gua anjing, keadaan ayah gimana ya. Gua udah lama ga kerumah ayah." monolognya sambil bersedekap juga memejamkan matanya.

Jerico anak pertama yang menanggung kebutuhan adik dan ibunya, menjadi pengganti ayah itu bukan hal yang mudah, kan?

Kadang ia berpikir, seharusnya ia memiliki waktu untuk ia bersenang senang. Namun kenyataan begitu menamparnya sangat keras.

Berbanding balik seperti yang ia pikirkan saat waktu kecil, menjadi dewasa itu enak pikirnya dahulu. Namun itu hanya hayalan.

Kini buktinya ia sudah dewasa, malah sekarang ia yang merindukan masa kecilnya dahulu.

Bermain main tanpa mengerti waktu, dengan beban yang masih ringan bak kapas, dan memiliki penuh kasih sayang dari kedua orang tuanya.

Tanpa ia sadari, air mata mulai jatuh dari sudut matanya. Menetes tanpa rasa malu bahwa sekarang bukan waktunya menangis.

"Apaan sih, kenapa jadi begini. Lo harus tetep kuat Jer, inget janji Ayah." ucapnya dalam hati sambil mengusap air matanya.

Setelah dirasa cukup lama ia menikmati sore hari, akhirnya ia kembali ke dalam rumah sakit. Menaiki lift dan menekan tombol 15.

VICTIMS OF WEALTH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang