Part 1

487 45 0
                                    

Pagi itu, sinar mentari membelai wajah gadis yang sedang tertidur dengan lembut melalui tirai jendela kamarnya. Suara alarm itu menghancurkan sunyi pagi dan memaksa dia untuk membuka mata. Setelah terbangun dari tidur yang tak pernah tenang, ia memandang langit-langit kamar dengan tatapan kosong.

Tangannya gemetar mencapai meja samping tempat tidurnya untuk mematikan alarm. Perlahan, ia duduk di tepi ranjang, kemudian ia berdiri dan melangkah. Langkahnya gemetar menuju cermin di sudut kamar. Wajahnya terlihat pucat dan mata cokelatnya yang meredup mencerminkan mimpi buruk yang terus menghantui.

Namun, sebelum keluar dari kamar, gadis itu memutuskan untuk mandi. Di bawah pancuran air, ia membiarkan air hangat mengalir di tubuhnya. Sesekali, air mata muncul di sudut matanya. Air matanya bercampur dengan tetesan air pancuran. Setelah beberapa saat, ia keluar dari kamar mandi, wajahnya kini berseri-seri. Dengan napas dalam, gadis itu menutup pintu kamarnya dan melangkah, ia berusaha menyembunyikan jejak kesedihan di matanya ketika menuju ruang makan.

"Pagi bunda, pagi kak" sapanya

"Pagi, sayang/Reva" jawab bunda dan kakaknya, ya gadis tersebut adalah Reva

"Kak Chika, mana Kak Aldo?" tanya Reva mencari kakak laki-lakinya yang tidak ada di meja makan

Chika tersenyum "Aldo pergi lebih awal, nanti perginya dengan kakak ya?" tawar Chika

Reva mengangguk kemudian ia duduk di kursi meja makan.

"Ini, habiskan ya sayang" ucap bundanya tersenyum sambil memberi Reva sepiring nasi lengkap dengan lauknya. "Semoga kamu mendapatkan hari yang baik di sekolah".

Reva mengangguk, ia merasa lebih tenang mendengar bundanya.

***

Hari-hari pertama Reva di SMA Apsara diwarnai oleh masa orientasi siswa. Reva, bagaimanapun gadis itu masih merasa canggung dan takut di antara kerumunan tersebut. Setiap suara tawa atau langkah kaki yang didengarnya membuatnya gugup.

Pembukaan MPLS disambut oleh kepala sekolah dan diadakan di lapangan sekolah yang luas. Reva mencoba memusatkan perhatiannya pada sambutan yang diberikan oleh kepala sekolah, tetapi matanya tetap waspada, mencari keberanian di tengah kerumunan yang asing.

Selesai dari sambutan dari kepala sekolah dan pengarahan dari osis, seseorang dengan senyuman lebar mendekatinya. Rambutnya yang hitam berantakan dan pandangan matanya yang tajam menarik perhatian Reva. Pria itu mengulurkan tangan, "Hai, nama gue Zean. Lo siswa baru kan? Nama lo siapa?" tanyanya.

Reva, terkejut dengan kedatangan Zean yang tidak disangkanya menuju dirinya, detak jantungnya terasa cepat. Dia menelan ludah dan merasa kesulitan menjawab. Namun, seseorang muncul dari baliknya.

"Zean, bukannya lo harus bantu yang lain?" tanya seorang laki-laki dengan suara tenang. Dia mengenakan seragam osis dan tampaknya akrab dengan Zean.

Zean memutar matanya dengan santai, "Santai do. Gue cuma mau kenalan".

Aldo, kakak laki-laki Reva yang juga merupakan anggota osis, tersenyum lebar pada Reva. "Ini adek gue, Sorry ya rev, Zean emang kebiasaan".

Reva mengangguk pelan dan tersenyum ragu, "N-nama aku re-reva kak" ucapnya dengan terbata.

"Imut" batin Zean sambil tersenyum.

"Gue Zean" jawab Zean sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.

Ragu, itu yang dirasakan oleh Reva, namun ia akhirnya mengulurkan tangannya. Saat tangan mereka bertemu, Reva merasakan perasaan yang sulit dijelaskan. Zean melihatnya dengan tatapan seolah membaca perasaan yang tersembunyi di balik mata Reva.

To Be With You | ZeedelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang