prolog : keevin pov

95 20 4
                                    


                  Sedalam apa lukanya? sebanyak apa lukanya? sedingin apa dunianya? aku tidak pernah peduli dengan keadaannya, aku benar-benar tidak peduli saat itu karna aku hanya memikirkan duniaku saja.

pagi ini aku memiliki jadwal untuk berangkat ke kampus lebih awal daripada biasanya, tak ingin membuang waktu terlalu lama aku segera berjalan menuruni tangga dengan tergesa tanpa sengaja aku menabrak bang keenan yang tengah membawa banyak kertas print, dia berjongkok dan memunguti kertas kertas print itu sendirian, sedangkan aku? aku pergi begitu saja menuju kamar mandi tanpa ada rasa bersalah ataupun ingin membantu.

sesampainya dikampus, aku segera mendudukkan diri dikursi dan membaca chat yang belum aku balas kemarin, tak lama kemudian panggilan masuk dari bang keenan, namun aku memilih untuk menolak panggilan itu, karna kesal bang keenan terus menelfon aku terpaksa menjawab panggilan itu

"kenapa telpon? udah tau kan kalo gue nggak nerima telpon lo berarti gue lagi sibuk" bentak ku dengan kasar, terdengar helaan nafas dari sebrang

"adek, bang keenan boleh minta tolong nggak?" aku membenci ini, aku sangat membenci ucapan perintah

"gak, males" ucapku lantas memutus sambungan secara sepihak, bang keenan benar-benar menyusahkan dan menganggu selama pembelajaran jam pertama ia mengirimkan banyak chat yang membuat moodku menjadi rusak

aku terpaksa izin keluar kelas untuk mengangkat telpon dari bang keenan

"apa sih bang apa? gue lagi ada kelas ini! lo bisa berenti gangguin gue gasih? bacot banget jadi abang" bentakku dengan kasar, meluapkan semua emosi yang sudah mengepul didalam hati

"Keevin, abang minta tolong sebentar aja buat bawain proposal yang ada dilaci kamar abang, abang lupa bawa; tolong ya keevin, abang gak bisa kerumah karna ada rapat dan proposalnya wajib dikumpulkan hari ini

aku mencebik mentang-mentang jarak kampus dan rumah dekat dia menyuruhku seenak jidat aku terpaksa mengiyakan karna risih "oke, tunggu bentar gue ijin dosennya dulu"

DEAR ABANG, JEONGKYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang