Baby Sitter o4

1.5K 45 5
                                    

Baby Sitter [o4. Entah Kabar Buruk atau Baik]

♣︎♣︎♣︎

Gilsa masih syok berat pasca panggilan telepon dari pria bernama Akash itu masuk ke ponselnya. Percakapan mereka terbilang cukup serius. Setidaknya itu pendapat Gilsa pribadi. Bagaimana tidak serius apabila isi percakapan mereka didominasi tentang pernikahan.

Akash mengajak Gilsa menikah atas perjanjian diatas kertas. Akash tanpa berbasa-basi terlebih dulu— langsung to the point mengajaknya menikah. Dan pernikahan itu digadang akan dilangsungkan dalam waktu satu bulan.

Dua jam mengobrol membuat Gilsa dapat menyimpulkan yang intinya Akash mengajaknya menikah karena ingin segera memiliki seorang putra. Entah apa yang memicu pria itu begitu menggebu ingin memiliki seorang putra dikala ada bayi perempuan mungil nan menggemaskan dilantarkan ke panti tempatnya bekerja.

Dan yang membuat Gilsa lebih syok lagi adalah pria itu dengan enteng menyebut sebuah kata 'perceraian' apabila Gilsa berhasil memberinya seorang putra.

Lalu ketika ternyata nantinya bayi mereka perempuan, Akash akan begitu saja mencapakkannya atau akan terus menerus memproduksi sampai kemudian mendapat seorang putra?

Itu adalah pertanyaan yang tidak bisa Gilsa lontarkan kepada Akash dan masih menjadi misteri dikepala Gilsa.

Ada satu kalimat Akash yang sangat mengusik batin Gilsa. Yaitu ketika Akash mulai menyeret nama kedua orangtuanya dalam percakapan itu. Katanya kedua orangtuanya sudah tahu dan pria itu juga sudah mendapat restu dari orangtuanya. Orang gila mana lagi yang bisa berbuat nekat seperti seorang Akash ini!

Hari itu juga, Gilsa mendapat telepon dari orangtuanya mengatakan bahwa ada seorang pria bernama Akash datang melamar kerumah mereka. Lalu orangtuanya tanpa meminta pendapatnya, terima-terima saja lamaran itu. Ketika Gilsa memberitahu cerita sebenarnya, malah orangtuanya lebih percaya setiap kata Akash daripada kata-kata putri mereka sendiri.

Gilsa seolah tidak diberi kesempatan untuk mengungkap pendapatnya sendiri. Dipaksa menerima semua perintah lama-kelamaan membuat kepercayaan dirinya ambruk. Dan karena masalah itu juga Gilsa akhirnya minggat dari rumah. Ibunya yang mendapat tekanan dari Ayahnya yang hobi menjudi kemudian dilampiaskan padanya. Ibunya mulai menuntut ini-itu padanya, yang padahal menurut Gilsa itu sama sekali bukan keinginannya.

Sama seperti saat ini. Gilsa ditemani pengawal Akash sedang memilih cincin nikahnya sendiri. Gilsa seperti orang bodoh disini, berdiri seorang diri menatap hampa etalase perhiasan. Berulang kali Gilsa mencoba kabur, tetapi selalu gagal.

"Yang mana aja, deh, Mba. Aku ikut pilihan Mba aja," ucapnya menyerahkan pilihan itu kepada pegawai toko.

"Kami ada cincin couple edisi terbatas, dan kebetulan baru launching hari ini. Seperti ini," pegawai itu menunjukkan kondisi cincin yang dimaksud. "Cincinnya simple elegant, cocok buat Mbanya. Terdapat tiga batu kecil permata diatasnya dan yang satunya hanya polos saja."

"Ini harganya berapa, Mba?" Gilsa segera menyela. Tak dipungkiri cincin itu memang cukup menarik dimatanya, tapi Gilsa tidak mungkin mau tertipu begitu saja oleh publik speaking sang pegawai.

"36juta saja, Mba. Kami juga lagi ada diskon 5% terkhusus hari ini. Gimana, Mba? Mau diambil yang ini atau masih mau pilih yang lain?"

Gilsa tak bisa menyembunyikan ekspresi kagetnya dihadapan pegawai perempuan didepannya. Pikirannya hanya diteror oleh kata 'gila, gila, dan gila'. Ada ya ternyata cincin seharga satu unit motor. Gila!

"Bungkus yang itu saja."

Suara berat berasal dari samping telinga mengagetkan Gilsa dari rasa keterkejutannya. Tak salah lagi, pria ini yang pernah berkunjung ke panti dengan membawa seorang bayi bernama Irish. Tanpa menebak, Gilsa seratus persen yakin pria ini adalah Akash.

Pria yang menjadi pergulatan batin Gilsa tiba-tiba menoleh, tatapan tajam itu begitu menusuk netra Gilsa. Tatapan yang sanggup melumpuhkan anggota tubuh Gilsa dibawah tatapan intimidasi pria itu.

"Tunggu apa lagi?" suara berat Akash kembali mengalun digendang telinga Gilsa. Sedikit heran kala pria itu mengendikkan kepala ke pegawai.

"Saya permisi ukur lingkar jari Mbanya, boleh?" sang pegawai mencoba menjelaskan dan Gilsa tanpa sadar menyodorkan begitu saja tangan kanannya. Otaknya masih lumpuh memikirkan kehadiran pria itu yang begitu mendadak disampingnya.

♣︎♣︎♣︎

"Saya tidak akan berbasa-basi," Akash memulai membuka topik. "Kedatangan saya disini, menemuimu karena ingin menyerahkan sendiri perjanjian pra-nikah. Silahkan kamu baca dan kita bahas, lalu kamu tanda tangan."

Gilsa menatap datar map yang baru saja diletakkan Akash diatas meja. Kemudian kepala Gilsa terangkat membalas tatapan Akash sebelum beralih ke seorang pria lain yang duduk di sebelah Akash. Gilsa menerka kalau pria itu dibawa Akash sebagai saksi.

"Radit. Dia disini sebagai saksi," Akash menjelaskan alasan pria bernama Radit hadir dipertemuan mereka.

Gilsa hanya mengangguk, tangan kanannya terulur meraih map yang posisinya berada ditengah. Membuka dan mulai membaca isinya. Tiap kata tak luput dari netra Gilsa. Sepanjang membaca, beragam emosi yang Gilsa tunjukkan melalui ekspresi yang dibuatnya. Mulutnya ditahan agar tidak gegabah mengeluarkan pendapat sebelum membaca seluruh poin sampai akhir.

Secara keseluruhan memang tidak terlalu merugikan pihak Gilsa. Dia masih bisa dibebaskan bekerja di panti dan bertemu siapapun. Masih diperbolehkan tinggal didalam panti. Termasuk biaya hidup Gilsa dan keluarganya akan Akash tanggung selama pernikahan mereka berlangsung.

Tidak buruk juga.

Namun, ada satu poin yang menganggu pandangan Gilsa sampai dia susah untuk melepas pandangannya dari tulisan bertinta hitam itu.

"Pernikahan akan diperpanjang apabila anak yang dihasilkan seorang perempuan. Dan itu berlaku sampai kemudian mendapat seorang putra?" Gilsa tidak bisa menahan nada suaranya menjadi sinis. Gilsa sudah kehabisal akal. Tak mendapat jawaban relevan selain gendikan bahu dari Akash, kembali Gilsa menurunkan pandangannya. Membaca poin berikutnya yang turut mencuri perhatian. "Tetap wajib menjalankan proses laktasi agar secepatnya memberikan Asi pada bayi perempuan yang pihak pertama—Akash titipkan di panti Maura Kasih."

Benar semena-mena pria itu memperlakukan Gilsa. Seolah Gilsa bukan manusia. Seolah Gilsa tidak punya hak asasi manusia. Seolah Gilsa tidak punya kewajiban untuk menolak.

"Bagaimana proses laktasimu? Ada kendala? Orang yang saya kirim membantu prosesnya selalu datang, kan?" Akash sedikit menyerong dari topik.

Gilsa mengangguk sekenanya, pikirannya masih belum terlepas dari poin perjanjian pra-nikah. Karena itulah Gilsa terus memusatkan perhatiannya pada Akash. Matanya berbicara; tolong-fokus-pada-perjanjian-yang-tertulis.

Akash menangkap sinyal itu dari pancaran mata Gilsa. Mau tak mau Akash harus kembali ke topik utama.

"Sesuai yang tertulis disana. Tidak bisa diganggu gugat," Akash berujar cukup tegas. "Kamu hanya diperbolehkan menambah poin yang bisa menguntungkan kedua belah pihak."

Terdengar egois, tapi begitu saja Gilsa mulai memikirkan poin apa yang ingin ditambahkan. Lalu setelahnya tangannya mulai meraih bolpoin, menulis kata per kata poin yang dimaksud.

"Itu saja?" Dan Gilsa mengangguk sebagai jawaban. Akash merebut pelan kertas putih tersebut dari tangan Gilsa, membaca sebentar sebelum meletakkan kertas itu didepannya untuk kembali fokus menatap Gilsa. "Nafkah lahir setiap bulannya harus diatas 100juta dan nafkah batin tidak lebih dan boleh kurang 2 kali dalam sebulan?... hem... kurang menguntungkan bagi saya, tapi... oke. Diterima."

♣︎♣︎♣︎

TBC

Lovely Author
Mei Imei❣

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Baby SitterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang