03. KEHILANGAN PERAN IBU

9 1 0
                                    

"Manusia itu memang pandai, ku akui itu. Pandai dalam hal merendahkan orang yang jauh berada di bawahnya."

"Mereka tidak akan pernah bisa merasakan, kalau bukan mereka yang merasakanya sendiri."

***

3. KEHILANGAN PERAN IBU

Seoarang anak butuh di kasihi, di sayangi, di lindungi dan di bentengi. Seorang anak butuh pelukan hangat dari sang ibu. butuh superhero yang dapat melindunginya seperti ayah. Tapi Ziya kehilangan semua itu, Ziya kehilangan semuanya. Kehilangan kebahagiannya, sejak Ziya balita. Bayi yang baru saja terlahir tanpa adanya dosa, bayi yang baru saja menghirup udara segar dari dunia. Dan ternyata, dunia cukup Kejam bagi seorang Ziya.

***

"Kamu?"

Anak laki-laki itu bersimpu di depan Ziya yang masih termenung menatapnya. "Hai," Sapa anak laki-laki itu tersenyum lebar menampilkan sederet giginya yang rapi dan bersih. "Apa kabar?" Lanjut pria itu bertanya.

Ziya segera bangun. Tiba-tiba saja hatinya berdetak kencang setiap anak itu melihat ke arahnya dengan tatapan dalam penuh makna. Tatapan itu mampu menenangkan jiwanya yang lelah, senyumannya indah. Seindah senja yang muncul di sore hari.

"Mmm aku baik, bagaimana denganmu." Ziya bertanya setelah menjawab pertanyaan dari anak itu. Wajahnya mendunduk kebawah, entah mengapa setiap kali melihat wajah anak itu membuat hatinya berdebar tidak karuan.

Anak laki-laki itu ber-oh-riya sambil menganggukkan kepalanya. "Tentu saja aku baik. Lebih dari sebelumnya, hari ini indah. Karena aku bisa bertemu denganmu.

Tidak, aku sangat lebay. Tuhan Selamatkan aku. Batin Ziya menahan rasa gejolak di hatinya.

Anak laki-laki itu tersenyum simpul melihat wajah Ziya yang memerah. Ia pun tidak menyangka bisa bertemu ziya di tempat ini. Tunggu, apa yang sedang dia lakukan di sini?

"Sebelumnya, apa kamu sedang mengunjungi seseorang?" tanya Anak laki-laki itu menatap Ziya sangat dalam.

Ziya mengangguk. "Aku mengunjungi pemakaman nenekku."

Anak laki-laki itu melirik batu nisan di samping Ziya bertuliskan nama Kamala di sana. "Apakah nek kamala?"

Ziya mengangguk lagi.

"Aku turut berduka Cita." Anak laki-laki tersenyum teduh. Entah apa yang membuatnya mendadak memasang muka murung seperti itu. Tapi tidak berselang lama, wajahnya kembali ceria.

"Mau ikut denganku?" tanya anak laki-laki itu tersenyum lebar menunggu Jawaban Ziya.

"Tidak, aku ada urus--

"Bungaku, kamu menginjak bungaku." Anak laki-laki itu menunjuk bunganya yang di injak oleh Ziya membuatnya refleks menghindari letak bunga itu berada.

"Aku minta maaf." Ziya sangat merasa bersalah terhadapnya karena telah merusak bunga yang baru saja di beli olehnya.

Anak laki-laki itu tersenyum penuh kemenangan. "Itu tidak masalah aku bisa membelinya kembali. Tapi harus denganmu, mau ikut denganku?"

FOR U Z✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang