OO. Obligatory and Absolute

1K 87 17
                                    

Kalo rame, lanjut part 2 ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalo rame, lanjut part 2 ya. Xixixixi.

***

Pagi itu, cuaca cukup cerah untuk memulai aktifitas sehari-hari. Burung yang berkicau menjadi latar suara dari pemandangan yang menyegarkan mata, udara bersih memasuki rongga hidung, semilir angin yang berhembus ringan begitu menyejukkan, pun langit biru membentangi cakrawala menjadi pembuka yang bagus di hari Senin.

"Heh! Jiyeon, habiskan dulu sarapanmu—hei!"

"Tidak ada waktu lagi, Ma. Aku harus pergi dulu. Nanti Kak Jungkook terlalu lama menunggu."

Adalah Son Jiyeon, yang memacu tungkainya tergesa-gesa keluar dari rumah. Nyaris terjungkal karena tidak memperhatikan langkah saat mencapai teras. Dengan satu tangan yang memegang sisa dari roti yang belum ia habiskan, dan satu tangan lainnya menutup daun pintu rumah cukup keras. Mengundang protesan samar sekali lagi dari mulut Mama.

Hanya cengiran tidak enak yang membingkai bibir, namun tak berselang lama sebab Jiyeon tersenyum begitu netranya menyoroti pemuda tampan yang sedang duduk di jok motor besar miliknya. Terlihat sedang menunggu Jiyeon sebab lambaian tangan besar itu mengudara begitu saja memanggilnya.

Pun Jiyeon semakin mempercepat langkah sembari memasukkan potongan terakhir rotinya ke dalam mulut. Dengan bibir yang penuh Jiyeon sampai di depan si tampan yang kini dengan sepenuh hati membersihkan remahan roti ditepian bibir si cantik.

"Ya ampun, Ji. Kenapa terburu-buru begitu, hm? Sudah sarapan dengan baik, belum?"

Kepalanya mengangguk antusias, merasa senang diperlakukan dengan manis oleh Choi Jungkook; tetangganya.

"Sudah!" jawabnya.

"Ah, Jungkook. Terima kasih sudah mau mengantar Jiyeon setiap hari."

Perhatian mereka terlalihkan saat mendengar suara wanita yang datang dari ambang pintu rumah Jiyeon keluar. Nyonya Son tersenyum tidak enak sekali lagi, karena harus merepotkan lelaki muda yang tinggal di sebelah rumahnya setiap pagi. Rela menunggu Jiyeon—anak satu-satunya, yang lambat bukan main. Setiap hari polanya selalu sama. 

"Tidak apa-apa, Bibi." Pria berusia 23 tahun itu menjawab dengan murah hati. "Kebetulan sekolah Jiyeon satu arah dengan kampusku. Jadi, sekalian saja."

"Maaf merepotkanmu, ya, Nak. Ah, nanti sebagai ucapan terima kasih Bibi akan membuatkan makanan kesukaanmu."

"Ya ampun, Bibi. Tidak perlu—"

"Tidak apa-apa, sesekali. Bibi kasihan dengan bujangan seperti mu."

Tidak ingin berdebat dan membuang-buang waktu, Jungkook lantas mengangguk dengan senyum pasrah yang membingkai bibir tipisnya.

"Terima kasih, Bibi," ujarnya seraya memusatkan perhatian kepada Nyonya Son yang berdiri jauh dari mereka. Lalu, kembali menatap gadis manis yang kini menunggunya. "Kalau begitu kami berangkat. Ayo, Ji."

SUGAR [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang