>Prolog<

145 54 292
                                    

Luka baru tidak akan pernah menutup luka lama, jika memang kamu benar-benar lelah dengan masa lalumu, tidak mungkin kamu bisa berada di titik ini

_hujanteduh

°****°

°
°
°

"Nanti, kalau Inun udah besal. Inun mau jadi doktel aja deh, bial bisa ngobatin sakitnya mama. Inun sedih tau, liat mama sakit telus. Mama cepat sembuh yah? Mama endak capek apa baling telus?" Gadis kecil umur lima tahunan itu memandang sedih wanita di depannya.

"Mama bakal sembuh buat Inun....InsyaAllah...." Egois memang, tapi baginya  yang terpenting untuk saat ini yaitu meyakinkan sang putri bahwa dia sedang baik-baik saja.

"Benelan? Belalti, nanti kita bisa main sama-sama kan ma?" Tanyanya lagi, yang mendapat anggukan ibunya.

"Oh iya, kalau mau jadi dokter Inun harus apa?"

"Belajal yang giat" serunya bersemangat, senyum tulus menghiasi wajah lugunya.

Melihat putrinya kembali tersenyum membuat wanita itu ikut menarik bibirnya ke atas, hatinya menghangat mendengar cita-cita sang putri.

"Yah udah, setelah ini Inun belajar yah? Mama mau bobo sebentar, boleh?"

Gadis itu mengangguk patuh

Sebelum benar-benar menutup matanya, dia kembali memanggil putrinya yang hendak keluar kamar.

"Kenapa ma? Mama mau minum?"

Ibunya menggeleng "Inun mau janji sama mama nggak?"

"Janji?"

"Iya, Inun mau kan?"

"Mauu, emang mama mau Inun janji apa?"

"Sini dekatan dulu sama mama" dia meminta putrinya duduk di ranjang yang di tempatinya berbaring.

"Udah ma" beritahunya.

"Mama mau....Inun janji satu hal sama mama, Inun harus raih cita-cita Inun....sampai tercapai. Biar bisa bantu banyak orang,  Inun bisa janji itu sama mama kan?" Ujarnya menatap dalam putri satu-satunya itu.

Tanpa ragu gadis itu menganggukkan kepalanya cepat "Inun janji ma, Inun bakal belusaha semampu Inun" ujarnya begitu yakin.

"Mama pegang janji Inun yah?"

"Iya ma"

Wanita itu menggenggam jemari mungil sang putri, hatinya bergetar. Ternyata putrinya sudah besar sekarang, walau umurnya masih lima tahun tapi rasa penyayangnya sudah begitu  luas tumbuhnya.

Ia bangga memiliki putri seperti Inun.

"Kalau mama udah nggak ada, Inun jangan sedih yah? Nggak boleh kangen juga sama mama" ujarnya tiba-tiba.

"Emang mama mau kemana? Kenapa Inun halus kangen?"

"Enggak kemana-mana sayang, mama cuman nanya Inun...."

"Pastinya Inun bakal kangen ma, tapi Inun yakin. Mama nggak bakal pelgi ninggalin Inun kan? Mama kan sayang banget sama Inun"

"Takdir nggak ada yang tahu sayang"

"Emm, takdil itu apa ma?"

"Inun belum tahu?" Gadis itu menggeleng.

"Jadi gini sayang, takdir itu....semua ketentuan yang udah  di tentuin sama Tuhan, jadi kita nggak bisa merubah takdir menjadi apa yang kita mau. Karena yang berhak atas hidup kita itu hanya Allah swt. nggak ada yang lain. Ujarnya menjelaskan. "Gitu, sekarang Inun udah tahu kan takdir itu apa?"

Lagi-lagi putri kecilnya menggeleng "Inun nggak ngelti ma"

Wanita itu hanya bisa tersenyum kearah putrinya "nggak papa, untuk saat ini mungkin Inun masih belum bisa ngerti. Tapi suatu saat nanti, pasti bisa"

"Nanti Inun tanya papa sama abang aja, otak Inun nggak muat soalnya" nyengirnya.

"Yah udah, mama mau bobo duluan yah? Jangan kangen...." Dia menutup matanya perlahan.

'Maaf'

"Ish, mama kayak mau kemana aja deh, ngomong kangen telus  dalitadi" gadis itu memandangi wajah ibunya yang sudah tertidur.

"Ma, mama udah tidul?"

"Kayaknya udah deh, mama tidulnya jangan kama yah? Inun masih mau nanya banyak hal sama mama. Nanti juga, Inun kangen benelan loh sama mama" gadis itu tersenyum tulus ke arah ibunya.

Tanpa sadar airmata wanita itu mengalir membasahi pipinya yang terlihat pucat pasif, ia menangis dalam lelapnya.

"Babai ma, Inun mau belajal yang giat dulu. Selamat bobo cantik"

Gadis itu melangkahkan kakinya keluar dari kamar, dengan senyum manis yang menghiasi wajah cantiknya.

Tanpa tahu apa yang akan terjadi kedepannya dalam hidupnya.

DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang