warm hugs

6 3 0
                                    

Aku berharap hari besok tidak pernah ada.
Mungkin aku bisa berharap ternyata selama ini aku mengidap penyakit mematikan dan waktuku untuk hidup tidak lebih dari 24 jam. Atau saat dalam perjalanan pulang nanti ada mobil yang kehilangan fungsi remnya lalu menghantam badanku ke tanah hingga diriku kehilangan nyawa.

Aku lelah.

Sepertinya dunia sangat benci kepadaku hingga aku merasakan semua ini. Aku sangat ingin marah, berteriak hingga mulutku enggan terbuka dan bersuara. Aku juga mau menangis, sampai tidak ada lagi air mata yang menetes dari kedua mataku.

Tapi aku tidak bisa.

Semua pekerjaan ini. Semuanya. Mau tidak mau aku harus menyelesaikan ratusan kesalahan yang  bahkan tidak aku lakukan. Perusahaan bak neraka ini berusaha untuk membunuhku secara perlahan, pastinya. Semua kertas yang menumpuk di depanku selalu bertambah tiap jamnya. Semakin tinggi, semakin aku tenggelam dalam layar komputer yang memabukkan. Dering telepon yang selalu memekikkan telingaku, dan bentakan amarah atasan gila yang selalu berkeliling dari meja ke meja.

Aku tidak punya kekuatan selain untuk terus bekerja dan menyelesaikan semuanya.

Saat jam makan siang, aku memilih untuk pergi ke toilet dan tidur di salah satu biliknya. Saat aku terbangun, aku kembali bekerja seperti mayat hidup. Karena tidak ada waktu untuk makan, aku hanya minum air putih dan obat maag. Selain jemariku menari di papan ketik, perutku juga bernyanyi karena mereka mulai lapar. Tidak lama setelah itu, rasa nyeri menghujani sekujur tubuh ku.

Dan aku tetap bekerja hingga senja datang.

---

"Terima kasih atas kerja kerasnya."

"Saya pulang duluan, selamat malam semuanya."

Satu persatu karyawan meninggalkan ruangan. Jam sudah menunjukan pukul 6. Dan kertas-kertas ini masih betah tertumpuk di mejaku. Hari ini aku sudah bekerja sangat keras. Sembari mematikan komputer, aku duduk dan menengadah ke atas—menatap langit-langit ruangan. Pekerjaanku lagi-lagi masih belum selesai. Dan aku belum makan sejak pagi. Pusing. Mual. Tidak ada tenaga untuk berdiri dan pulang.

"Capek." batinku.

Beep beep. Beep beep. Beep beep.

Terdengar banyak pesan masuk dari ponselku.

"Hii-kun?" aku bergumam dan membuka pesan darinya.

Sayang ☺️💛
Malem ini aku masak sukiyaki. Ayo makan bareng di rumah 🥰
Jangan pulang sendiri, aku yang jemput.
10 menit lagi sampe.
Cepet turun!

Aku tersenyum membaca pesan dari kekasihku, Hikaru. Aku menjawabnya dengan stiker "OK!" dan beranjak untuk berkemas, bersiap pulang.

Karena selalu sibuk dengan pekerjaanku, aku sampai lupa kalau aku punya pacar. Iwamoto Hikaru, seniorku saat SMA. Kami tidak terlalu akrab hingga aku kembali bertemu dengannya di salah satu restoran keluarga. Saat itu aku baru pulang dari wawancara pekerjaan sedangkan dia baru saja selesai dari perjalanan bisnisnya. Kami berkenalan dan bertukar kontak. Lalu kami memutuskan untuk berpacaran dua bulan kemudian. Dan sekarang kami memutuskan untuk tinggal bersama.

Aku mencintai Hii-kun dengan sepenuh hatiku. Jika ada yang menyakiti dirinya, aku siap melindunginya. Dari luar dia terlihat menakutkan, mungkin karena belum ada mengenalnya. Suaranya tegas, badannya tinggi dan tegap. Tapi tidak semua tahu kalau dia sangat berhati hangat. Dia menyukai makanan manis, terutama warabimochi—jenis mochi yang dimakan dengan bubuk kacang dan gula. Sama halnya dengan senyumnya, sangat manis. Mungkin hal itu yang membuatku bisa jatuh cinta kepadanya.💛

Aku menuruni tangga dan berjalan keluar dari gedung. Angin malam yang dingin dengan seenaknya berhembus menerpa tubuhku. Seharian ini aku benar-benar putus asa. Tapi setelah mendapatkan pesan sederhana dari Hii-kun, ada secercah harapan pada diriku untuk terus melanjutkan hidup. Selama ini aku tidak pernah mengatakan apapun tentang kehidupan pekerjaanku kepadanya. Semua terlihat baik-baik saja jika aku bersamanya. Dan aku tidak mau membuat dia memikirkan hal yang seharusnya bisa aku selesaikan sendiri.

warm hugs • iwamoto hikaru ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang