02.

2 0 0
                                    

Selasa tiba, hari ini aku mengikuti kegiatan belajar seperti biasa hingga tiba di jam terakhir yaitu sejarah. Teman-teman sekelas, sudah antusias menyambut Mr Wilfred, tapi betapa kagetnya begitu Mr Mike yang mengisi. Teman-teman pada kecewa, tapi mereka terpaksa buka buku dan mulai mendengarkan Mr Mike ceramah. Setelah mendengarkan ceramah selama dua jam, kelas sejarah selesai dan kita boleh keluar.

Samantha pamit padaku karena dia harus pulang bantu ibunya jaga cafe seperti biasa. Sementara aku memulai kerja sambilan hari ini.

Setiba disana aku melihat, Miss Eloise kini tengah duduk di kursi sambil mengamati bunga Tulip. Dilihat dari wajahnya sepertinya dia sedang senang.

"Hai Miss." sapaku begitu masuk ke dalam.

Miss Eloise mengalihkan pandanganya padaku. "Halo Eva, gimana kabarmu?"

"Baik-baik saja, tumben kali ini membeli bunga?" tanyaku seraya meletakkan tas di loker.

"Oh ini bukan beli, aku di kasik sama Vincent, pacar saya." Jawab Miss Eloise sambil tersenyum malu.

Aku mendelik. Dua bulan berlalu dan Miss sudah punya pacar saja. "Wah, selamat, kenal dari mana?"

Miss Eloise mengeluarkan ponsel dan mengutik ponselnya. "Aku ketemu dia waktu aku kerja sambilan di perpustakaan kota. Tiap aku kesusahan dia selalu bantu, saat aku bosan dia selalu menghiburku. Sejak itu kita dekat dan jadian." Jawabnya sambil tersenyum.

Aku tersenyum kecil. Syukurlah kali ini Miss Eloise tidak sendiri lagi, berarti dia sudah siap untuk Move on. Hebat sekali.

"Sudah di siram bunganya?" tanyaku.

Miss Eloise menggeleng. "Belum, bunganya baru saja datang."

"Oh, kalau gitu biar aku yang ambilkan." usulku.

Miss Eloise mengangkat tangan. "Tidak perlu-" Sebelum ucapanya selesai, tiba-tiba ponselnya bergetar. Ia melihat dan wajahnya berubah merah.

"Vincent telpon," ujarnya serambi tidak henti senyum.

Aku tersenyum. "Sudah terima saja, aku ambilkan alatnya di gudang dulu ya."

Miss Eloise mengangguk. "Boleh, makasih Eva," katanya sebelum menerima panggilan itu.

Aku segera keluar dari perpustakaan dan menghampiri gudang peralatan. Ketika tiba disana ternyata gudangnya di kunci. Tanpa lama aku langsung menghampiri ruang Admin.

"Siang Eva ada apa?" tanya Miss Giselle dengan riang seperti biasa.

"Siang, mau tanya kunci gudang peralatan ada di mana ya?" Tanyaku.

Miss Giselle terdiam sejenak. "Oh, tadi Mr Wilfred yang bawa kuncinya."

Alisku terpaut. "Mr Wilfred bukanya ijin Miss?"

Miss Eloise mengangguk. "Iya, tapi dia baru saja datang, coba cari saja di kebun sekolah."

"Oh, baiklah makasih Miss." Ungkapku lalu pergi meninggalkan admin.

***

Saat tiba di kebun, aku melihat Mr Wilfred duduk di kursi. Aku baru aja ingin menyapa tapi terhenti karena melihat Mr Wilfred sedang sibuk mendegarkan berita dari ponselnya.

"Jadi kenapa anda datang ke sekolah?" Tanya seorang perempuan.

"Saya akan memberikan edukasi untuk mereka, agar mereka selalu waspada." Jawab Lord Stefan.

Ternyata Mr Wilfred juga mengikuti siaran itu ya. Aku melirik ke arahnya, raut wajahnya kini berubah serius.

Mr Wilfred berdehem dan menatap tidak suka. "Keadaan sekarang berubah ya, sepertinya aku harus mengabari tuan ku!"

Alisku terpaut bingung. Mr Wilfred ngomong apa? dan saat melihat wajahnya, aku jadi ingat dengan Miss Andrea dan Monica semalam. Ini aneh sudah ketiga orang membuat wajah seperti itu tiap menonton berita Lord Stefan, emang ada apa ya?

"Halo Eva!" Panggil Mr Wilfred.

Aku tersadar dari lamunanku dan berpaling padanya, raut wajahnya kembali ramah seperti biasa.

"Lagi apa disini?" Tanya Mr Wilfred.

"Oh, aku mau pinjem kunci gudang, katanya Mr yang bawa." Jawabku.

Mr Wilfred segera memeriksa kantongnya, tidak lama ia menemukan kuncinya. "Ah, iya benar, sini."

Aku menghampiri dan menerima kunci itu dari tanganya.

"Mr Wilfred kenapa tadi tidak mengajar?" Tanyaku.

Mr Wilfred mengusap kepalanya pelan. "Tadi ada urusan mendadak, jadi harus saya selesaikan." Jelasnya.

"Oh, gitu."

"Tapi jangan kuatir minggu depan saya bisa mengajar lagi."

"Baiklah..."

Mr Wilfred mematikan ponselnya. "Ngomong - ngomong gimana liburanmu? Apa kamu pergi jalan-jalan?"

Aku menggeleng. "Aku dirumah saja, Mr sendiri gimana?"

"Saya pulang kampung ketemu saudara."

Kalau tidak salah teman-teman pernah singgung kalau kampung Mr Wilfred ada di romania. Kata mereka, Romania adalah kota wisata yang paling menarik, karena banyak acara budaya, sejarah yang menarik, alam yang indah dan istana.

"Katanya kota romania bagus ya? Mr pasti senang tinggal disana." Puji ku.

"Iya senang..." Balasnya singkat, lalu bangkit berdiri dari kursi. "Semanggat kerjanya, Mr tinggal dulu," pamitnya sambil menepuk bahuku.

Aku mengangguk. Cepat sekali perginya? padahal aku mau tanya tentang Lord Stefan pikirkku. Setelah itu aku lekas kembali ke gudang peralatan untuk mengambil alat siram.

Saat berjalan menuju perpustakaan, aku melihat seseorang berjalan di koridor klub. Ketika aku lihat lebih dekat, ternyata itu Daniel.

Wah, orang yang aku cari-cari ketemu juga. Tapi gimana caranya ngomong sama dia ya? Karena bingung harus ngomong apa, akhirnya aku cuma bisa mengikutinya. Tidak lama ia berhenti dan masuk ke dalam klub kerajinan.

Mataku membulat sempurna, bukankah itu klub khusus kerajinan tangan? Saat di kelas aku dengar ada temanku yang ikut klub itu dan hari ini materinya membuat boneka. Lucu kenapa hobinya sama seperti Damien.

Saat aku sibuk berpikir, tiba-tiba pintu klub terbuka. Daniel keluar dari sana dan dia mendelik begitu melihatku. "Apa yang kamu lakukan disini!" Tanyanya sambil menatapku kejam.

Jujur sakit sekali di tatap begitu, tapi aku harus berani bicara. "Maaf ganggu aku mau ngobrol sebentar bisa?" Pintaku sambil memelas.

Daniel mendengus. "Minggir, aku harus pergi." Balasnya singkat lalu berlalu.

"Tapi cuma sebentar saja." Pintaku.

Daniel tidak menjawab, dia tetap berjalan.

Karena aku dicuekin, aku berusaha mengikutinya.

"Jangan ikuti aku!" Perintahnya.

"Tap-"

"PERGI!" Bentaknya.

Aku tersentak mendegar teriaknya, akhirnya langkahku berhenti.

"Jangan ganggu aku!" Lanjutnya. Lalu berlari meninggalkan aku mematung sendiri.

Begitu Daniel menghilang, aku merosot kebawah.

Astaga, aku pikir setelah tahu semua ini akan memudahkanku untuk bertanya padanya. Tapi semua itu percuma, kalau dia kabur.

Aku meremas tanganku. Apa susahnya sih? minta waktu sebentar untuk jawab pertanyaanku? Semakin dia menghindar begini membuatku semakin penasaran.

**


Eva MissionWhere stories live. Discover now