Sebelas

286 33 11
                                    

Suasana berkabung masih menyelimuti rumah Juna. Usai ibunya dimakamkan, beberapa orang yang berkunjung ke rumahnya satu persatu pun pergi. Tesisa Jamal, doni, Yudha dan Bagas yang menemani Juna, karena memang keluarga dari sang ibu yang sudah tak ada dan keluarga ayahnya tak ada yang berkunjung saat tau anaknya menjadi buronan.

"Sumpah gue gak habis pikir bapaknya sekejam itu." bisik Yudha melihat iba pada sosok Juna yang duduk di meja makan, Jamal sedang menemaninya makan, ia memasak untuk Juna karena sejak kemarin tak sesuap pun makanan yang masuk.

"Juna biasa di tinggal sih, makanya dia gak sadar sama ke anehan komunikasi bundanya itu." timpal Bagas.

"Jadi nyokapnya gak keluar kota, dan hp nya di pegang sama bokapnya?" Doni ikut bertanya.

"Iya katanya gitu, bokapnya sekarang jadi buronan. Jadi pas Juna di RS nyokapnya pulang dan kayaknya berantem mereka ini, hasil autopsi bilang ada luka di kepalanya, meninggal kerena pendarahan." jelas Bagas

"Tapi rapih juga ya sampe hampir gak ninggalin jejak di rumah ini. Juna jadi iya aja nyangka nyokapnya ada kerjaan di luar kota." Yudha hanya bisa menggeleng, tak habis pikir dengan kelicikan itu.

"Bokapnya kayaknya selingkuh, dia sering bawa cewek kata Juna. Dan dugaan gue bokapnya gak sendiri lakuin hal itu." tambah Bagas.

"Dari pihak kantor? gak ada yang konfirmasi atau tanya gitu nyokapnya ilang gak masuk-masuk?"

"Permisi..."

Pertanyaan Doni tertahan saat diinterupsi suara lain. Obrolan kecil mereka berhenti kerena kedatangan tamu lain ke kediaman Juna. Semua menoleh ke arah sosok berkemeja lengkap dengan kerah yang sedikit. Namun satu di antara mereka mematung seakan cukup terkejut dengan kedatangan pria bertubuh ramping tersebut.

"Saya Tirta, mba Windi bawahan saya di tempat kerja."  Juna berjalan menghampiri sosok yang menjadi atasan ibunya itu.

"Iya saya anaknya." Pria bernama Tirta itu mengigit bibirnya menatap khawatir pada sosok yang selalu di bicarakan bawahannya itu.

"Saya dengar berita itu dan langsung ambil penerbangan secepatnya... saya turun berduka cita."

Juna mengangguk pelan, ia cukup kenal dengan pria ini karena kerap kali mengantar ibunya. Juna sering melihat dari balik jendela kamarnya saat sang ibu di antarkan.

"Mba Windi... orang yang sangat saya percayai... ya dia.." napasnya tersegal saat membayangkan sosok ibunda milik Juna itu.

Mendadak tubuh pria itu gemetar, bahkan hampir meneteskan air mata.

"Pak Tirta, ayo duduk dulu. Jun duduk aja." Jamal yang cukup peka dengan kerapuhan dua orang ini pun meminta keduanya duduk. Dan disitulah Tirta mendapati sosok yang juga ia kenali, namun mencoba hirau.

"Mba Windi terakhir telpon saya untuk minta bantu urus asuransi, saya udah suruh dia untuk cuti dan urus Arjuna yang lagi sakit dulu. Belum lama saya coba hubungi dan dia cuma bales minta perpanjang cuti lewat pesan. Saya bener-bener gak duga hal ini justru terjadi."

Juna mengepal jemarinya, mengingat ia pun di bodohi dengan pesan-pesan palsu mengatasnamakan ibunya.

"Iya hp nya di bawa bokapnya, sekarang lagi di lacak lokasi orang itu." jawab Doni dengan santai seakan sudah terbiasa berbicara dengan orang itu.

"Arjuna... Mba Windi selalu bantu saya dan jaga saya dari belum menjabat apa-apa di perusahan papah. Kamu kalau ada apa-apa jangan sungkan ya? Mba Windi sudah saya anggap seperti kakak saya sendiri." ucap Tirta yang meraih tangan Juna dan menggenggamnya erat.

"Makasih Pak Tirta..."

"Mba Windi punya asuransi dan dia pun ada deposito atas nama kamu, biar saya bantu urus semua untuk bisa cair. Kamu harus terus lanjutin sekolah kamu sampai kuliah, saya juga akan terus bantu kamu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Arjuna [JaeRen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang