Ivory 4

3 1 0
                                    

Ivory akhirnya memutuskan pergi ke rumah keluarga Athamaja.

Bagi Ivory, saat ini menjaga hati Gallen adalah yang utama. Karena itu Ivory lebih suka bertemu dengan kedua orangtua Caiden terlebih dahulu sebelum bertemu Caiden.

"Mari masuk, Mba. Saya panggilkan Bapak dan Ibu dahulu." pamit seorang ART setengah tua setelah mempersilahkan Ivory duduk.

Vanka mengerutkan keningnya melihat perempuan yang duduk di depannya. Ray sendiri menghembuskan nafasnya perlahan. Ray tahu cepat atau lambat, perempuan di depannya ini akan muncul di depan mereka.

"Kamu?"

"Sore Tante, saya Ivory Dehana. Mantan pacar Caiden semasa SMA."

"Pacar kali. Kalian bukannya belum putus? Kamu pergi begitu saja meninggalkan Caiden yang mencari kamu kemana-mana tanpa kabar." sahut Ray membuat Ivory menunduk tidak enak.

Ivory saja binggung statusnya saat ini apa. Betul yang Ray bilang, Ivory dengan Caiden belum pernah berkata putus dahulu.

"Jadi ada apa kamu ke sini?" tanya Vanka.

Ivory menyerahkan sebuah buku dengan sampul biru. "Namanya Gallen Socaiden Athamaja. Umurnya 10 tahun. Dia lahir tanggal 28 November."

"Ini. . ." Vanka menutup mulutnya sambil menahan tangis. Sekali lihat pun dia tahu anak laki-laki di foto itu anak Caiden. Wajahnya sangat mirip dengan Caiden dan Calvin waktu kecil.

"Apa kabar kamu?" tanya Ray membuat Vanka memukulnya. "Sudah selesai kamu dengan terapi kamu? Sudah selesai kamu berlari menghindari Caiden? Kamu sudah memberi tahu Gallen tentang Caiden?"

Pertanyaan beruntun Ray mampu membuat Ivory bungkam.

Selama ini Ivory berfikir tidak ada satupun orang yang tahu Ivory mengandung anak Caiden selain orang terdekatnya. Selama ini dia terus menyalahkan Caiden yang membuatnya harus mengandung dan melahirkan seorang diri di negara orang.

Tapi rupanya Ivory salah. Rayan Athamaja tahu segala.

"Papa tahu masalah ini?"

Ray mengangguk singkat, "Anak kamu bikin kekacauan saat Ivory hilang. Dia nyaris membunuh 50 orang anak sekolahnya karena mereka yang menyoraki Caiden buat terima cinta Hanna dan menciumnya."

"Hanna sendiri dibuat gila oleh Caiden. Dengan cara apa? Mendingan kalian tidak usah tahu. Yang pasti saat Caiden bikin kerusuhan, orang-orang Papa melaporkan Ivory. Lengkap dengan identitas dan hasil test kehamilannya."

"Ya Tuhan. . ." air mata Vanka mau tidak mau keluar juga. Sebagai seorang Mama, Vanka tahu susahnya mengandung dan membesarkan anak.

"Jadi kamu ke sini mau membicarakan Gallen?" tanya Ray yang mendapat anggukan dari Ivory.

"Gallen sudah ingin bertemu Caiden. Saya sendiri binggung mencari alasan agar Gallen tidak bertemu Caiden. Apa Om bisa bantu saya? Maaf kalau saya tidak tahu diri. . ."

Vanka memeluk Ivory erat. "Mama bisa bantu kalau Papa nggak mau."

"Ma?"

"Mau apa lagi? Toh Caiden tidak dekat dengan perempuan mana pun. Urusannya dengan Edginee juga sudah selesai. Sekarang ada perempuan cantik datang membawa cucu Mama. Masa iya Mama tolak."

Ray menggelengkan kepalanya. Vanka memang sudah di titik iri dengan teman-temannya yang perlahan memiliki mantu dan cucu.

"Boleh Mama ketemu cucu Mama, Sayang?"

Ivory mengangguk.

~ Ivory ~

Papa Ray 👻
Pulang!
Ada yang mau Papa sama Mama omongin
Kalau nggak ada uang, Papa pesenin tiketnya dari sini

Caiden menggelengkan kepalanya melihat isi Chat Papanya. Entah kenapa semakin ke sini, Papanya semakin seenaknya.

Tok! Tok! Tok!

"Maaf Pak, Bapak Ray minta Bapak pulang sekarang juga ke Indonesia. Bapak tidak masalah?" tanya Claudia seketarisnya yang sexy.

Pakaian Claudia terbilang kurang pantas untuk di gunakan. Rok span hitam kekat di atas lutut dengan kemeja biru lengan pendek dengan kedua kancing di atasnya yang terbuka.

Entah sudah berapa kali Claudia mencoba membawa Caiden ke atas tempat tidurnya yang selalu berakhir gagal. Caiden memang berengsek. Tapi dia bukan keledai yang akan jatuh ke lubang yang sama dua kali.

"Iya! Kamu minta Marco buat gantikan semua pertemuan yang urgent. Yang tidak urgent kamu reschedule ulang. Tunggu saya kembali." ujar Caiden sambil mengibaskan tangannya, meminta Claudia keluar dari ruangannya.

~ Ivory ~

Begitu sampai Bandara Jakarta, Calvin menjemputnya dan menariknya pulang ke rumah. Catat rumah bukan apartemen Caiden.

"Tumben loe jemput gua?"

Calvin mengangguk, "Demi kelangsungan masa depan!"

"Maksudnya?"

"Udah loe diem aja. Nikmatin aja perjalanan pulang loe sekarang."

Sepanjang perjalanan, Calvin dan Caiden menutup mulutnya rapat-rapat. Caiden dengan seribu pertanyaan kenapa. Dan Calvin dengan wajah senangnya.

"Ini ada siapa Bi di rumah? Tumben banget ramai." ujar Ciden pada Bi Maria, salah satu ART yang sudah lama ikut dengan Vanka dan Ray.

Calvin menarik tangan Caiden masuk ke dalam rumah. Meninggalakan para pelayan di luar yang sedang membereskan barang-barang Caiden.

"Ivory?" panggil Caiden seketika saat melihat wajah seseorang yang sudah lama di carinya tengah duduk di meja makan dengan seorang anak laki-laki yang sibuk bercerita pada Ray.

"Hai. . ."

"Papa!"

~ Ivory ~

"Jadi? Kamu mau jelasin apa?" tanya Caiden saat Caiden dan Ivory sampai di dalam kamar Caiden.

"Eum. . ." Ivory menghembuskan nafasnya perlahan. "Namanya Gallen Socaiden Athamaja."

"Dia anak aku sama kamu?"

Ivory mengangguk.

"Kemana saja kamu? Kenapa pergi gitu saja?"

Ivory mengangkat wajahnya. Memandang wajah Caiden yang sudah berubah menjadi lebih dewasa.

"Gallen lahir tanggal 28 November. Umurnya tahun ini 10 tahun."

"Iv. . ."

Ivory menutup mulut Caiden. Memintanya diam mendengarkan cerita Ivory. "Diem dulu! Dengerin! Sehari sebelum aku lihat kamu pelukan dan ciuman. . ."

"Aku nggak ciuman! Hanna yang cium aku!"

Ivory memukul lengan Caiden kesal. Astaga! Kenapa sifat Caiden yang ini tidak pernah berubah. "Ya itulah! Aku baru test pake test pack dan hasilnya positif. Rencananya hari itu aku mau kabarin kamu. Tapi berhubung kejadian itu, ya nggak jadi."

"Aku tinggal di Singapore selama ini. Nerusin kuliah secara online dan tinggal berdua sama Gallen. Aku juga rutin konsultasi ke psikolog dan psikater awal-awal hamil. Bahkan aku baby blues setelah lahiran. Mama, Freya, dan Kaerys yang gantian ke Singapore buat jagain Gallen awal-awal dia lahir."

"Aku nggak pernah bisa tahu kamu di mana selama ini. Maaf. . ." Caiden memeluk Ivory erat. Sudah Caiden katakan wangi Ivory itu candu baginya. "Maaf tidak ada saat kamu hamil dan ngidam. Maaf tidak menemani kamu saat kamu lahiran. Maaf tidak pernah ada di samping kamu menjaga Gallen. Maaf buat semua kesalahan masa lalu aku. . ."

~ Ivory ~

To Be Continue

Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang