Cermin.
Benda yang tengah berada didepannya sekarang. Awalnya ia tersenyum melihat pantulan nya yang terlihat sangat anggun. Tapi, senyumnya pudar begitu ia terbayangkan dengan keadaannya di dunia modern.Tubuh yang penuh darah. Luka dimana mana, pisau berlumuran darah yang setia ia pegang. Mata hitam pekatnya yang sama sekali tidak memberikan warna kehidupan. Hanya ada kesunyian dalam dirinya, dingin tak ada kehangatan sama sekali.
"Lin."
Lia langsung menoleh, memasang senyumnya. Zen berdiri diambang pintu kamarnya, menatap heran kepada dirinya. "Lin kenapa?"
Lia menggeleng, "Tidak papa. Kenapa kesini, Zen?"
"Zen ingin menghabiskan waktu dengan Lin, boleh? Zen kesepian dan bosan selalu berada di ruang kerja." Ujar Zen mengeluh.
Lia tertawa gemas, lalu mengangguk. Ia duduk di sofa, dan disusul oleh Zen sendiri. Zen berbaring, meletakkan kepalanya dipaha Lia. Menikmati belaian dikepalanya. "Zen ingin mengatakan sesuatu. Tapi Lin jangan marah kepada Zen."
Sang gadis mengangguk. "Putri Sin mengancam Zen akan menghancurkan kehidupan rakyat barat jika Zen tidak mau menikah dengan nona Fang." Belum sempat menjawab, Zen sudah memeluk Lia dengan air mata yang mengalir di pipinya.
"Eh, kok nangis?"
"Zen takut Lin marah kepada Zen.. Zen tidak ingin Lin marah.. Zen takut.." Tangan Lia membelai lembut rambut Zen. "Aku tidak marah. Karena itu syarat agar rakyat kita terus bahagia dan sejahtera. Zen boleh menikah lagi, tapi tidak boleh melupakan ku, oke?"
Zen mengangguk yakin. "Zen akan terus bersama Lin! Demi Dewi Kejujuran dan demi istri Zen!"
...
Pesta perayaan pernikahan Zen dengan Fang tengah dilaksanakan. Semua tamu undangan tengah menikmati jamuan setelah acara inti selesai. Lia sebagai istri pertama Zen itu terlihat baik baik saja, ia malah mengincar gelas wine yang berada di salah satu meja jamuan.
Dengan anggun, dirinya berjalan mengambil segelas wine itu. Hingga pandangannya teralih kepada salah satu pangeran kerajaan Gin. Ia letakkan gelas wine nya yang sudah kosong, lalu pergi menghampiri pangeran itu.
Permaisuri yang melihat Lia datang, langsung berjalan menghampiri Lia. Tangannya mengelus lengan Lia dengan lembut. "Ah, menantuku. Pasti kau belum pernah bertemu Putra sulung ku ini."
Lia dan pangeran itu saling pandang. Mereka berdua sama sama melotot begitu melihat satu sama lain. Tangan mereka saling menunjuk. "Lo?!"
Lia berdecak kesal. "Ah! Sial banget gue ketemu lo!"
"Lo pikir cuma lo yang nggak suka?!"
"Lo pasti sengaja ngikutin gue, ya?!"
Pemuda itu tak terima, lalu menunjuk Lia lebih dekat. "Lo yang bikin kita kelempar jauh sampe sini!"
"Loh?! Kan elo yang belokin motor lo!"
"Ya, kalau seandainya lo nggak bu––" Lia langsung membungkam mulut pemuda itu dengan tangannya. "Diem, bangsat. Gue Putri Mahkota disini." Bisik Lia tajam kepada pemuda itu.
Ya, Hesa. Pemuda itu adalah Hesa. Yang disini bernama Lin Sa Hee. Putra sulung dari Permaisuri Han, sekaligus kakak dari Zen. Entah mengapa, saat itu Hesa bangun dari pingsannya, ia langsung melihat pemandangan kamar megah yang terlihat kuno seperti di film kerajaan.
Sejak saat itu, ia terus mencari Lia. Ia yakin, jika Lia juga terlempar ke zaman kuno sama sepertinya. Gengsi memang jika ingin mengatakan bahwa ia selalu mencari Lia. Di dunia modern, mereka berdua sudah seperti Tom And Jerry.
KAMU SEDANG MEMBACA
Become an Evil Queen in Another World
FanfictionBagaimana jadinya, jika seorang pembunuh bayaran menjadi seorang Putri Mahkota? Itulah yang dialami oleh Aurelia Maheswara. Seorang gadis pembunuh bayaran yang mengalami kecelakaan, berakhir terlempar jauh ke dunia kuno sebagai Putri Mahkota. Diteng...