Seharusnya, rumah adalah tempat pulang terbaik bagi setiap anak. Menjadi tempat dimana kehangatan orang tua diberikan kepada anaknya. Namun tidak jarang rumah justru menjadi tempat yang menakutkan untuk beberapa anak.Tanpa kehangatan. Begitu dingin.
Seperti apa yang dirasakan oleh Jehan Senanda. Selama enam belas tahun dirinya hidup, rumah masih belum menjadi tempat pulang terbaik untuk dirinya. Bahkan kehangatan yang mestinya diberikan oleh orang tua nya pun tidak pernah dia rasakan.
"Kamu mau tahu kenapa saya membenci kamu selama ini? Karena kamu itu anak haram! Kamu anak yang tidak pernah saya harapkan kelahirannya!"
Pantas saja dari kecil sampai sekarang Jehan tidak pernah merasakan kasih sayang mama dan papa nya. Dia kini mengerti, mengapa mama dan papa nya lebih sering menghabiskan waktu diluar rumah daripada mengurus dirinya.
"Kamu pikir saya tetap mempertahankan kamu karena apa? Karena laki-laki sialan itu tidak pernah mau melenyapkan kamu."
Mungkin Gama, papa nya itu tidak pernah berbicara dengan lembut kepadanya, tidak pernah memeluknya, tidak pernah mengajaknya bercanda, bahkan seringkali melakukan tindak kekerasan kepada dirinya, tapi Jehan tahu sekarang jika Gama lah yang selama ini menjadi alasan mengapa dirinya masih hidup meskipun sang mama justru benar-benar menginginkan dia mati.
Walau Jehan juga tidak tahu alasan mengapa Gama masih mau untuk mempertahankan dirinya.
"Sekarang dia sudah tiada dan saya tidak sudi untuk menampung kamu lagi dalam kehidupan saya! Jadi, silakan pergi dari rumah saya dan jangan pernah muncul dihadapan saya lagi! Suka atau tidak suka, saya sudah memutuskan hubungan darah dengan kamu, Jehan."
Gama telah meninggal hari ini. Pria yang merupakan ayah kandung Jehan itu menjadi korban dari kecelakaan beruntun yang terjadi tadi siang.
Menjadi hal yang sangat menyakitkan namun justru menjadi pesta perayaan bagi sang mama, Shila. Sudah lama Shila menunggu hal ini. Bukan semata menunggu kematian Gama, namun juga menunggu waktu dimana dia bisa mengusir Jehan dari hidupnya.
Kini Jehan benar-benar tidak punya lagi rumah untuk dia pulang. Rumahnya telah hancur lebur sampai tidak menyisakan sesuatu yang berharga untuk dirinya. Terutama kenangan indah.
Gama memang memberikan dia fasilitas seperti sekolah, pakaian sehari-hari meskipun terbatas, dan juga makan. Sementara Shila tidak. Wanita itu benar-benar tidak pernah mau ikut andil untuk mengurus Jehan.
Sedari kecil Jehan hanya diurus oleh pengasuh yang disewa oleh Gama. Meskipun Gama juga tidak menginginkan kehadiran Jehan, namun pria itu juga mempertimbangkan untuk tetap mengurus Jehan meskipun tidak langsung dengan tangannya sendiri. Dia tidak mau memiliki keturunan dengan otak kosong.
Jehan saat ini masih berada di pemakaman Gama. Menatap nisan yang bertuliskan nama papa nya dengan sendu. Tatapan matanya kosong.
"Jehan lebih seneng papa pukul daripada ditinggal pergi kayak gini. Seenggaknya, Jehan masih punya rumah buat Jehan berteduh, pah. Sekarang Jehan harus pergi kemana? Mama enggak akan pernah mau lihat Jehan lagi. Jehan sendirian sekarang."
Jehan menundukkan kepalanya dalam. Badan remaja itu bergetar dengan hebat. Selama ini, dia berusaha untuk selalu menerima semua perlakuan buruk baik dari orang tua nya maupun dari teman-teman sekolahnya.
Jehan berusaha untuk selalu baik-baik saja dan terus meyakinkan dirinya sendiri bahwa semuanya akan berlalu dan berakhir dengan indah nantinya.
Namun, semuanya justru semakin berantakan. Jehan benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi. Dia tidak punya rumah. Dia juga tidak bisa untuk melanjutkan sekolah karena Shila pasti tidak akan pernah mau membiayai dirinya. Dia bahkan tidak memegang uang sepeserpun. Terlebih pakaian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Jehan
ChickLitJehan Senanda tidak pernah menyangka jika keputusannya untuk mengakhiri hidup akan membuatnya bertransmigrasi ke dalam tubuh seseorang yang kehidupan nya sangat berbanding terbalik dengannya. Jehan Senanda yang hidup dalam kebencian keluarga sendiri...