Prolog.

7 1 0
                                    

Antalya, Turki. 1782.

"Berikan seluruh hartamu!" Seru perampok satu yang menodongkan senjata api.

"Kau tidak akan bisa kabur, Pak tua!" perampok dua mengeluarkan belati dari kantong nya.

Dua perampok lain mengepung Pak tua dari belakang. Ruang bergerak Pak tua sangat terbatas.

Pak tua menghembuskan nafas "Nak, masa depan kalian masih panjang. Dan kalian memilih untuk menjadi kriminal? Hentikan lah, maka aku akan membantu kalian."

"Kau dengar perkataan ku tidak?! Berikan semua harta mu!" Perampok satu menodong senjata api lebih dekat ke arah Pak tua.

"Kalian keras kepala, yah?" Pak tua hanya tersenyum. Tangan nya mengepal, gelang yang Pak tua kenakan menyala terang.

"Baiklah, kalian yang meminta."
Pak tua meregangkan kedua tangan nya, bersiap untuk bertarung. "Ini takkan lama."

Pak tua menyerbu perampok satu, melempar senjata api yang di pegang. Satu tangan terangkat, BUGH! Satu pukulan di lepaskan. Pukulan itu sangat kuat, membuat jalanan yang terbuat dari batu retak.

Perampok pertama tumbang tak berdaya.

"Berani nya kau, Pak tua!" perampok dua yang memegang belati berlari menikam Pak tua di dada. Naas, belati nya patah.

"A-apa... Tidak mungkin!" Perampok melangkah mundur ketakutan.

"Sangat buruk nasib mu, nak. Seharus nya kamu mengambil kesempatan yang kuberikan di awal." Pak tua tersenyum. "Aku beri kesempatan lagi, gimana? Berhenti merampok dan aku akan menganggap kejadian ini tidak pernah ada."

Pak tua menyentuh bahu perampok dua yang bergetar ketakutan. "Tapi, sekali lagi aku melihat kalian merampok kembali, kalian akan ku libas sampai habis seperti teman mu yang itu" Pak tua menunjuk ke arah perampok satu yang tergeletak sekarat di tanah.

"Setuju?" Pak tua bertanya. Ekspresi nya sangat mencekam.

"S-setuju!" Perampok dua menjawab patah-patah.

"Bagus, sekarang pergi kalian dari pandangan ku." Pak tua mendorong pundak perampok kuat hingga perampok itu tersungkur ke tanah.

"Lari!" Perampok dua memerintahkan perampok tiga dan empat untuk kabur. Mereka ikut lari mengikuti perampok dua.

...

"Itulah kisah leluhur kita, Petra. Sekarang kamu tahu kan, kenapa Ayah sering berpergian keluar negeri?" Ucap Fredhuis, Ayah ku.

"Jadi, alasan Ayah sering pergi keluar negeri itu untuk mencari benda magis?" Aku bertanya, mataku berbinar.

Ayah tertawa kecil. "Hahaha, betul, nak. Tapi Ayah lebih suka menyebut nya benda berkekuatan."

"Dimana gelang itu sekarang, Ayah?" aku menatap Ayah, bersemangat.

"Sini, akan Ayah tunjuk kan" Ayah berdiri, menjulurkan tangan nya. "Ayo, ikut Ayah."

Aku memegang tangan Ayah lalu berdiri. Kami berjalan menuju lorong gelap yang aku tidak tahu ada di dalam rumah kami.

Ayah menyalakan lampu lorong panjang menggunakan sakelar di dinding. Sekarang lorong itu di terangi cahaya lampu. Di ujung hanyalah jalan buntu. Ayah berjalan di depan dan aku mengekor di belakang. Lantai lorong ini di buat dari marmer mengkilap dengan kombinasi warna putih-biru. Atap lorong di hiasi oleh lampu gantung yang di hias emas dan perak.

Ayah berhenti melangkah, berdiri di depan ku. "Ini yang Ayah ingin. Tunjukkan kepada mu, Petra." Ayah mengetuk trap door di lantai 3 kali. Trap door itu menyala seketika, membuka diri nya secara otomatis.

Ada tangga menuju ruangan di bawah tanah. Awal nya aku takut untuk masuk karena gelap, tapi Ayah menyalakan lampu ruang bawah tanah.

" Jangan takut, pegang tangan Ayah." Ayah menjulur tangan nya padaku.

Aku mengangguk, menggapai tangan Ayah. Kami mulai berjalan kebawah.

"Saat menikahi Ibu mu, Petra. Dia tidak percaya akan hal hal seperti ini. Benda berkekuatan, benda magis, semua nya dia tidak percaya. Haha, Ayah ingat ekspresi Ibumu saat dia melihat secara langsung ruangan bawah tanah ini. Mungkin kamu juga akan sama terkejut nya, Petra."

Kami sudah sampai di bawah. Di depan ada pintu besi yang di gembok kuat. "Bersiap siap untuk terpukau, nak."

Gembok yang mengunci pintu jatuh ke tanah. Ayah mendorong membuka pintu besi.

Ayah melebarkan tangan nya. "Selamat datang di ruang koleksi keluarga Vannor, Petra!"

Silau cahaya menusuk mataku. Di dalam ada 2 lampu besar berbentuk jajar genjang yang menyinari seluruh ruangan. Aku masuk ke dalam ruangan.

"Ayah menyembunyikan semua ini di bawah tanah? Keren!!" aku mengusap wajah ku. Sudah terbiasa dengan terang lampu.

Ruangan itu di penuhi berbagai artefak kuno yang di simpan dalam kaca warna ungu, berbeda dengan artefak yang berada di tengah tengah yang di simpan dalam kaca berwarna kuning. Posisi nya lebih tinggi 1,5 meter. Ada 7 anak tangga yang mengarah naik pada artefak tersebut. Di sebelah nya, ada kaca yang belum di isi apa apa, kosong.

"Di samping artefak yang kuning, itu kenapa ada kaca yang belum di isi, Ayah?" aku menarik narik baju Ayah.

Ayah tertawa kecil. "Ingin tahu?"

Ayah menggandeng tangan ku, melangkah menuju artefak yang di simpan di dalam kaca berwarna kuning.

"Artefak yang di simpan dalam kaca berwarna kuning ini adalah satu satu nya benda berkekuatan yang pernah di temukan, untuk saat ini. Artefak ini juga lah yang menyelamatkan leluhur kita, Vannor, dari perampokan. Seperti yang Ayah ceritakan di awal.

Sedangkan kaca yang kosong di sebelah nya adalah milik mu, Petra. Ayah sengaja membuat kaca ini kosong. Barang kali dimasa depan kamu berhasil menemukan artefak lain yang memiliki kekuatan."

Kami menaiki tangga, dan sampai di artefak yang di simpan dalam kaca berwarna kuning.

" Indah, bukan? " gelang perak itu memantulkan cahaya lampu, membuat nya terlihat seperti gelang emas.

"Artefak paling berharga bagi keluarga kita. Ayah mengetuk-ngetuk kaca.

"Dan kotak kaca yang kosong di sebelah nya dipersembahkan untukmu, Petra. Ayah percaya kamu bisa menjadi orang kedua dalam keluarga Vannor yang berhasil mendapatkan artefak berkekuatan." Ayah menengok ke arah ku, tersenyum.

Aku mengangguk. "Aku akan menemukan nya, Ayah."

"Aku tahu, Petra. Putri kecil Ayah memang yang terbaik." Ayah memeluk aku dengan erat. "Kau pasti bisa, suatu saat." bisik Ayah di telinga.

...




Legendary ItemsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang