25

990 153 32
                                    




.

.

.




SHIKAMARU bersandar di pohon besar, mengawasi Hinata dari kejauhan ketika melihat temannya itu tengah duduk di taman bersama Tenten, Kakak Ipar wanita itu. Shikamaru tersenyum, tinggal menghitung bulan, Hinata akan melahirkan anaknya. Dengar-dengar, calon bayi Hinata adalah laki-laki.

Shikamaru bersyukur.

Bersyukur kalau Hinata berhasil bertahan.

Ia ingat kekacauan melanda kehidupan gadis itu, sesaat setelah ia mengatakan kebenaran mengenai Naruto. Ia tidak salah, Naruto memang gagal menjalani operasinya dan keselamatan pria itu sungguh hanya pengharapan seujung kuku. Tidak ada yang dapat meminta lebih dari itu kepada Tuhan, kecelakaan sungguh bukan opsi yang bagus untuk tetap selamat dari kematian.

Kecelakaan adalah cara termudah untuk pergi selamanya.

"Kenapa lo nggak nyamperin Hinata? Ngerasa bersalah?"

Mendengar penuturan kekasihnya, Temari. Shikamaru berdecak. "Lo jadi pacar selama ini kayaknya bukan buat support gue, tapi cuman mau mengolok-ngolok gue."

Temari terkekeh, merangkul kekasihnya.

"Ayo babe, temuin Hinata. Liburan semester ini bukan cuman mau jalan-jalan ke London doang 'kan? Lo juga udah janji mau ketemu Hinata."

Shikamaru menghela napas. "Ya ya, gausah rewel."

Temari terkikik. Gadis itu berjalan lebih dulu, menyusul teman-teman mereka yang lain di depan sana, mereka lengkap, ada Kiba dan Gaara pun Sakura dan Sasuke, tak ketinggalan Ino dan Sai, semuanya kompak mengambil liburan semester ini untuk pergi ke London. Mengunjungi Hinata.

Ia ingat pernah hampir dikeroyok ketika teman-temannya protes kepadanya, memberikan informasi yang buruk yang akan membuat keadaan semakin tak terkendali. Tetapi, Shikamaru tidak ingin memberikan harapan palsu. Baginya, membiarkan Hinata tidak berharap adalah pilihan terbaik, sudah cukup jauh gadis itu mengalami turbulensi dalam hidupnya.

Maka sebaiknya, tidak ada basa-basi untuk informasi. Pun saat Naruto berada dalam keadaan hidup dan mati, malaikat pencabut nyawa mungkin hanya sedang membuat daftar penjemputan untuk sahabatnya. Tidak ada yang salah dari memberikan informasi buruk.

"Tetapi lo nggak tahu situasi!" Ia ingat omelan Temari, tak segan menarik kerah bajunya dengan kasar. "Naruto belom mati!"

"Tapi apa yang bisa lo harapkan?!"

"Hinata pingsan dua hari dan kandungannya lemah, lo nambah-nambah masalah dengan bilang begitu!"

"Terus kalian memangnya bisa bilang apa sama Hinata?! Kalian cuman diam ketika ditanya!"

Sakura kini gantian menarik bajunya.

"Lo bisa diam sementara."

"Lalu buat Hinata teriak-teriak begitu?! Lo nggak pernah mikirin jadi Hinata? Gimana bingungnya dia sama keadaan muram yang tiba-tiba begini?!"

"Tapi Naruto masih bisa selamat Shik!"

"Terus kenapa lo nggak bilang itu sama Hinata?!"

Sakura terdiam.

Shikamaru menepis tangan Sakura darinya.

"Lo sahabatnya. Seharusnya lo bisa yakinin Hinata 'kan? Tetapi kenapa lo diam aja saat dia natap mata lo, berharap lo ngomong sesuatu sama dia."

Sakura menggigit bibirnya, meneteskan airmatanya.

"Lo juga tahu kalau nggak mungkin bagi Naruto buat bangun lagi 'kan? Lo nggak berani ngasih harapan sama Hinata 'kan? Sama, Ra. Gue juga sama."

BACKBURNERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang