Langit biru perlahan berubah menjadi jingga di sekelilingnya awan-awan menari dengan riang. Matahari mulai menenggelamkan dirinya dipermukaan air yang berwarna merah akibat pantulan dari sang mentari. Kali ini sang surya beristirahat sejenak sebelum esok ia harus bertugas kembali. Laki-laki dengan atasan merah memakai topi hitam duduk di salah satu bebatuan, pandangannya lurus menatap sang surya sebentar lagi tenggelam. Matanya diam, tidak berkedip maupun bergerak seolah-olah ia adalah patung, namun berbeda dengan dahinya yang berkerut seakan akan pikirannya sedang mengamuk.
Laki-laki itu diam menatap Pantai yang dulunya ramai dengan lautan manusia kini berubah menjadi Pantai yang penuh dengan lautan sampah. Para pencari ikan kini bisa dihitug dengan jari, tak ada lagi kapal-kapal besar yang melintas hanya kapal kecil yang jumlahnya tidak lebih dari jumlah jari tangan. Lelaki itu termenung apa yang membuat Pantai ini sepi, ia berpikir sejenak apakah ini karena ulahnya atau alam sedang menghukum kami.
"Adit" suara itu memecahkan lamunan laki-laki bertopi hitam itu. Adit itulah namanya, teman-teman dan keluargannya memanggilnya Adit. Adit menoleh ke arah orang yang memanggilnya, tak lain dan tak bukan adalah Doni, teman kerjannya.
"Ada apa Don mencariku?" tanya Adit sambil melihat Doni berjalan ke arahnya.
"Tidak" jawabnya dengan singkat. Doni duduk di sebelah Adit, matanya mengikuti arah mata Adit.
"Apa yang kamu pikirkan Dit?"
"Tidak ada, hanya saja ada sebuah pertanyaan yang menggangguku selama aku duduk di sini"
"Apa?" tanya Doni penasaran. Adit diam selama beberapa detik sebelum menjawab pertanyaan temannya.
"Mengapa pantai ini sepi?" temannya menoleh sambil tersenyum seperti mengetahui jawaban dari pertanyaan Adit.
"Karena tidak ramai" jawab Doni lugas, Adit terdiam memikirkan perkataan temannya. Pikirannya mulai berkecamuk memperdebatkan jawaban Doni. Apakah benar pantai ini sepi karena tidak ramai atau hal lain tanpa ia ketahui penyebabya.
Adit teringat ketika pertama kali bekerja di sebuah pabrik ikan, kala itu Adit adalah pegawai magang di pabrik tersebut pekerjaannya tidak telalu sulit. Setiap hari ia hanya bekerja unuk membersihkan ikan berton-ton dan membuang limbah ikan tersebut bersama Doni dan ikan lainnya. Di belakang pabrik ada sebuah selokan yang digunakan untuk membuang limbah, baunya tidak sedap untuk dicium. Kadang kala penduduk desa dibuat kesal dengan aroma selokan tersebut. Ketika musim hujan air selokan mulai tergenang, beberapa tempat menjadi basah dan bau akibat selokan itu. Belum lagi air itu akan melalui persawahan sehingga tidak di sana saja yang becek dan bau tetapi sawah juga ikut merasakan dampaknyamembuat para petani protes. Hingga akhirnya selokan tak lagi mampu menampung limbah-limbah pengolahan ikan tersebut dan kadang-kadang air dari selokan tersebut membanjiri pabrik pengolahan ikan. Mau tidak mau Pak Roni sebagai kepala staf dan penanggung jawab pabrik harus memutar otak membuang limbah ikan di tempat yang sesuai dan keputusannya jatuh pada membuang limbah olahan ikan di Pantai.
"Adit ayo pulang, sudah malam" ujar Doni memecahkan lamunannya. Adit berdiri dan berjalan di jalan yang sama di lalui oleh Doni. Keduanya berjalan beriringan menuju rumah masing-masing.
Tiba dirumah Adit melihat kedua orang tuanya berada di ruang tamu, ia pun mengampiri kedua orang tuanya.
"Kamu dari mana?" tanya ibu Adit kepada putra semata wayangnnya.
"Pantai bu" jawabnya singkat. Sang ibu hanya mengangguk saja sebagai jawaban.
"Yasudah kamu kembali ke kamar membersihkan diri dan makan" pesan sang ibu. Adit mengangguk dan bergegas ke kamar. Ia segera membersihkan badannya yang terasa lengket akibat angin pantai, hanya membutuhkan waktu setengah jam untuk menyelesaikan ritual mandinya, setelah itu ia merebahkan dirinya di atas ranjang. Kedua tangannya ia lipat dan meletakannya di bawah kepala, salah satu kakinya ia tekuk dan menjadi tumpuan kaki lainnya matanya lurus menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya menerawang kejadian tadi padahal sudah lewat beberapa jam tapi mengapa ia terus memikirkannya, Adit tak sanggup lagi menahan kantuknya tanpa sadar ia tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen
AksiPantai dengan segala keindahannya sirna hanya dengan satu perbuatan manusia