Sepotong Kecil Surga

4 0 0
                                    

Cahaya matahari tampak di ufuk timur, menyusup di celah jendela. Namun, suhu udara dingin masih begitu terasa dengan sengatan menusuk kulit. Di atas ranjang ini, aku memandang seorang gadis yang tidur di sampingku, matanya masih tertutup, rambut hitamnya tergerai menutupi wajahnya yang jelita.

Ruangan dengan bernuansa biru kusam, disertai remang-remang cahaya lampu tidur dan furnitur tua, aku menyebutnya barang antik. Aku duduk kursi tua yang menghadap luar jendela, menikmati matahari terbit dengan sebatang tembakau manis di bibirku. Untuk motel tua murah, ini tidak buruk. Netra mata cokelat ku, melirik tubuh yang terbaring di atas ranjang. Beruntungnya aku memiliki bidadari surga, tidak akan ku lepaskan walaupun dia meminta.

Tidurnya begitu nyenyak, ya. Aku tahu gadis ku kelelahan setelah melewati malam panjang kami, aku menjadi kasihan karena mungkin aku terlalu kasar malam tadi, sampai membuatnya begitu kelelahan dan terlelap. Kepulan asap tebal keluar dari mulutku, aku jadi ingin menceritakan betapa manisnya malam panjang kami.

***

"Sayang, penampilanmu bisa membunuh," ujar ku tak terima melihatnya memakai gaun merah, mungkin kalian berfikir apa yang salah dengan gaun berwarna merah? Bung, dia terlihat begitu seksi dengan gaun itu.

Di hadapan cermin yang memantulkan tubuhnya, dari ujung kepala ke ujung kaki, dia meneliti setiap inci tubuh dan wajahnya, dia tidak menemukan kesalahan pada penampilannya. "Apa yang salah?" tanyanya dengan kerutan kecil.

Aku terkekeh. Berjalan menghampiri tubuhnya di hadapan cermin, jemariku membelai pinggulnya. "Tidak ada yang salah, sayang," aku ku, "cantik dan ... seksi."

Pipinya merona bagaikan tomat merah, aku melihatnya dari pantulan cermin. Aku terkekeh dan mengecup pipinya yang manis. "Jangan datang keacara itu, kalau kau memakai gaun ini."

Dia mengerutkan alis dan menurunkan sudut mulut untuk menunjukkan ketidaksenangannya. Oh ... aku tak suka itu. "Semua gadis di sana menggunakan gaun seperti ini, kamu tidak perlu khawatir," ujarnya dengan suara pahit, "tidak akan ada yang membunuhku dengan pakaian ini. Sayang, aku tidak telanjang." Dia berbicara dengan keyakinan penuh, membuatku tersanjung atas kepercayaan dirinya.

"Dari mana kau tahu, kalau para lelaki di acara itu tidak akan membunuhmu? Atau setidaknya menggoda mu?" tanyaku memecahkan keyakinannya.

Aku mendengarnya menghela nafas panjang. Tubuhnya berbalik menghadap ku, lenggangnya bergelantungan dileher ku dengan manja, membuat jarak diantara kami berdua begitu dekat dan intim. "Orang gila mana yang akan membunuhku? Disaat-saat aku memilikimu untuk menjagaku?" Rayuannya memang tidak pernah gagal, terdengar manis dan sangat percaya diri.

***

Alunan musik lembut dan halus menggema di seluruh ruangan mewah ini, lampu di tengah ruangan begitu besar terlihat begitu mahal. Mataku beralih dari mengamati lampu itu kearah cangkir di tanganku, aku memutuskan untuk sedikit minum Vodka, sayang sekali rasanya jika tidak menghargai minuman gratis dari sang pemilik acara. Aku hanya berdiri diam di sudut ruangan, memantau setiap pergerakan gadisku yang begitu riang.

Dia terlihat sangat memesona di bawah lampu dansa yang terang, wajahnya tampak bersinar-sinar dan membuatnya semakin indah. Dia tampak seperti bintang yang bersinar. Oh ... gadisku, hanya aku yang dapat memilikinya.

Tunggu, siapa pria itu? Mengapa orang itu melihat gadisku seperti tatapan menelanjangi!? Hanya aku seorang yang dapat memiliki gadisku. Dia tersenyum manis pada pria itu!?

Setiap aku melangkah untuk mendekati, maka semakin dekat pula dua orang itu. Tidak. Tidak. Tidak. Ini tidak boleh terjadi. Tepat saat lengan pria itu melingkar di pinggang gadisku, aku menariknya dengan kencang membuat tubuhnya terlepas dari rangkulan pria yang entah siapa itu. Wajahnya memang lebih tampan dari ku, lebih menawan, dan terlihat begitu mapan. Tetapi, bidadari ini milikku!

Tak tahan aku melihat mata pria yang penuh dengan nafsu itu, aku memukulnya begitu kencang, mungkin aku telah mematahkan tulang selangka nya. Banyak pasang mata melirik dan menonton, bersamaan dengan lantunan musik yang berhenti.

Saat aku ingin memukul pria yang tersungkur itu, sebuah tangan yang bergetar menahan ku. Oh, yaTuhan ... jangan, tolong jangan menangis sayangku.

Aku menyapu air mata yang mengalir diwajahnya, sebelum dia hempaskan sentuhan ku yang lembut ini. Sebuah ekspresi marah terukir jelas diwajahnya, apa yang membuatnya marah? Bukankah aku sedang melindunginya?

Bergegas gadisku berjalan membantu pria bermata napsu itu, aku tidak menyangka .... Ku tarik paksa lengannya, membawanya keluar dari gedung sampah ini. Dia meronta-ronta memintaku untuk melepaskannya. Aku membanting tubuhnya untuk duduk diam di mobil. Ku nyalakan mesin mobil dan pergi.

Diperjalanan entah apa yang membuat bidadari ku ini terus menangis, ada apa dengannya, aku tidak melakukan kesalahan yang merugikannya kan?

Aku memarkirkan mobilku di sebuah motel tua, kemudian memesan kamar yang paling mahal di sini. Hey? Kenapa gadisku ini terus menangis dan meronta-ronta, seolah akulah yang mencabulinya. Aku menariknya untuk memasuki kamar yang telah ku pesan tadi, tujuanku untuk beristirahat dan menenangkannya. Karena jarak dari gedung sampah ke apartemen kami cukup jauh dan sedikit melelahkan.

Dia menutup wajahnya dengan tangan yang gemetar, menangis dengan hati yang terluka. Apa dia merasa takut? Tetapi, apa yang dia takutkan? Aku ada di sini bersamanya.

"Sudah aku bilang, penampilanmu bisa membunuh," marah ku. Suara isakan tangis nya tiba-tiba tidak terdengar. Dia menatapku dengan bingung.

"Membunuh? Siapa yang mau membunuhku!?" teriaknya. Aku cukup terkejut dengan hal itu, aku berjalan mendekatinya yang duduk di atas ranjang. "Jangan mendekat!" Aku berhenti melangkah saat beberapa langkah lagi berada di hadapannya.

"My love, apakah kamu tidak melihat cara pria itu menatapmu? Dia seolah menelanjangi mu." Aku berharap dia berterimakasih padaku, bukan malah meneriaki ku dengan kata-kata kasar setelahnya.

"Dasar tolol!" teriaknya. Tolol? Kata itu tidak pantas untukku.

"Dia teman masa kecilku! Aku pernah menceritakannya padamu!" jelasnya dengan derai air mata yang tak kunjung berhenti.

Bidadari ku tidak boleh menangis ... aku ingin menyapu airmata nya, tapi dia malah menyingkirkan tangan ku. Dia berdiri dan mengusap airmata nya sendiri. "Kau sudah mempermalukan ku!" Dia menunjuk wajah ku dengan jari telunjuknya, kemudian dia berjalan menuju pintu keluar kamar.

Oh ... tidak, tidak, dia tidak boleh meninggalkan ku. Dengan langkah yang lebar aku menahan tangan kanannya untuk tidak meninggalkan ku. "Kau tidak boleh pergi, ada aku di sini." Sebuah tamparan keras mendarat di pipiku, aku terdiam sejenak, merasakan panasnya tamparan yang dibuat oleh bidadari hatiku.

"Kau tidak akan meninggalkan ku ... kan?" tanyaku dengan lirih. Memandang matanya dan berharap.

Dia menggeleng tak habis pikir. "Kau benar-benar pria tertolol yang pernah aku temui." Suaranya terdengar kecil. Namun, penuh dengan rasa tak bisa ku tafsirkan.

***

Matahari sudah berada di atas kepala. Tetapi, gadisku tak kunjung bangun. Aku menggerakkan badannya untuk membangunkannya. Tunggu, kenapa kulitnya dingin? dengan darah yang sudah berubah kecoklatan di kasur, dengan sebuah pecahan kaca yang menancap diperutnya. "Tak apa jika kamu tidak mau bangun, yang penting kamu tidak akan meninggalkan aku, sayang."

"Tolong sentuh aku, aku ingin kamu menyentuhku di sini ...." Aku menarik tangannya yang kaku dan dingin untuk membelai pipiku.

"Sayang ... penampilan mu dapat membunuh," bisik ku, "jadi, sekarang kamu sudah mati."

B-

Sepotong Kecil Surga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang