17. Kenyataan

6 1 0
                                    


HAPPY READING!!!

Cahaya menatap Rivan dengan tatapan tidak suka. Senyuman di wajah Rivan hanya membuatnya tambah kesal.

"Kenapa lo berpikir kalau gua yang ngebunuh karyawan itu? Lagian gak ada untungnya buat gua." Tangan Cahaya mengepal, siap untuk memukul Rivan kalau dia melakukan hal yang membahayakan dirinya.

"Really? Hmmm... Bukannya karyawan itu salah satu sel-" Wajah Rivan berpaling ke arah kanan dengan cepat. Rasa sakit dan panas merambat di area pipinya.

Nafas Cahaya memburu menjadi cepat dan berat, "berengsek, bukannya udah gua bilang buat gak usah ikut campur," ujarnya. Cahaya yang marah dan kesal membuat Rivan tersenyum. Menatap Cahaya dengan tatapan tajam dan dingin.

"Oh, ayolah, sampai kapan lo mau menyembunyikan semuanya dari Aliesha, hmm?" Rivan melangkah lebih dekat dengan Cahaya yang membuat jarak mereka menipis.

Cahaya mengalihkan pandangannya ke arah kiri dan kembali ke Rivan. "Hah, emangnya lo siapa bisa ngatur gua? teman? bukan, pacar? juga nggak, apalagi saudara." Nada suara Cahaya menjadi tajam di dua kata terakhir.

Berjalan lebih dekat ke arah Rivan sampai jarak mereka cuma seangin. "Lo cuma anak haram bokap gua, jadi gak usah sok lo bisa ngatur gua, paham?" bisik Cahaya di telinga Rivan. Tangan Rivan mengepal sampai buku-bukunya memutih.

Cahaya menjauh dan senyuman puas tersungging di bibirnya. Ia melangkah pergi meninggalkan Rivan yang terpatung di taman.

"Berengsek."

•••••

"Aigo, Rivan kemana sih? katanya cuma ke toilet tapi lamanya kayak nunggu ayang fiksi gua nyata," keluh Bahana yang sudah menunggu Rivan dari tadi.

Bahana menatap Aaron yang cuma memainkan ponselnya menjadi kesal. Ia meraih ponsel Aaron dan menyimpan di saku celananya.

"Bang, sekarang bukan saatnya untuk main, kita lagi ditugaskan untuk mencari pembunuh sialan ini." Bahana berbicara dengan kondisi kaki yang menghentak-hentak tanah. Aaron tersenyum dan merangkul adiknya yang terlihat begitu khawatir.

"Tumben lo manggil gua abang? biasanya nama-nama hewan lo manggil gua, tuh contohnya kontak gua aja di kasih nama kadal kejepit," ucap Aaron sambil mencubit gemas pipi Bahana.

Bahana melepaskan tangan Aaron dari tangannya dan melepaskan rangkulan Aaron. "Apaan sih. Yaaa, terserah gua dong, mau manggil lo dengan sebutan apapun." Bahana terkekeh dengan senyuman dan wajah ceria.

Wajah ceria Bahana membuat Aaron senang, ia merasa melihat Bahana yang dulu, ceria, bahagia sebelum hilang abang pertamanya, Adriel Raymond.

←----------→

silakan tinggalkan jejak seperti vote atau komen

see you in the next chapter

Published: 30 Juni 2024

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Class of MurdersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang