Bab 7. Hancur

123 10 0
                                        

Sebelum baca sebaiknya vote dulu, ya. Nggak susah dan nggak bayar kok, kalian tinggal klik bintang yang ada di sebelah fitur komentar. Terima kasih.

—oOo—

—oOo—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—oOo—

Setelah mendengar kabar kematian Nenek Rima, Aruna langsung pulang diantar salah satu sopir keluarga Kyai Ghifari beserta Kyai Ghifari dan Umi Laila. Mereka kemudian melakukan pemakanan dan pada pukul 07.00 malam, pemakaman itu baru selesai.

"Aruna, kita pulang, yuk. Hari udah malam," bujuk Umi Laila sembari memegang pundak Aruna yang masih setia duduk di sebelah makam Nenek Rima.

"Tapi Nenek sendirian di sini, Umi. Aruna ndak mau ninggalin Nenek."

"Tapi Aruna, hari sudah malam. Nanti kamu bisa—"

"Aruna ...."

Sebuah suara memotong ucapan Umi Laila dan membuat Aruna terdiam saat mendengar suara itu. Aruna sangat mengenali suara itu, ia menoleh dan benar saja dugaan Aruna. Ia kemudian beranjak berdiri dan menatap lekat-lekat orang yang ada di hadapannya. "Untuk apa Anda ke sini?" tanya Aruna dingin.

"Aruna, maafin, Mama," ucap wanita itu yang tidak lain adalah mama Aruna.

"Lebih baik Anda pergi. Saya ndak mau lihat wajah Anda lagi."

Mata Intan memanas saat mendengar ucapan Aruna. Ia berusaha tegar dan mendekati Aruna, mencoba menggenggam tangan putrinya itu. Namun, Aruna justru menjauh dari Intan.

"Untuk apa Anda muncul lagi? Apa Anda masih kurang menghancurkan hidup saya?!"

"Aruna, maafin Mama, Nak. Mama sangat menyesal, ayo kita pulang?"

Aruna menggeleng kuat. "Anda pikir setelah Nenek pergi, saya akan pulang ke rumah Anda?! Nggak akan! Lebih baik saya hidup sendirian daripada harus tinggal bersama Anda. Lebih baik, saya tinggal di pondok pesantren daripada harus tinggal dengan Anda," ucap Aruna tegas, "sampai kapanpun, saya ndak akan pulang ke rumah Anda!" Aruna kemudian pergi menjauh.

Sementara Intan, ia menangis. "Mbak, lebih baik sekarang biarkan Aruna sendiri. Dia pasti sangat terpukul atas meninggalnya Ibu Rima," ucap Umi Laila sembari menyentuh bahu Intan.

Intan menatap Umi Laila dan mengangguk. "Saya titip Aruna ya, Mbak. Saya tau Aruna sangat benci sekali sama saya yang lebih memilih cerai dengan Mas Dirga, tapi saya punya alasan kenapa saya cerai dengan dia, Mbak."

Umi Laila hanya mengangguk. Setelah itu, ia pergi dari sana menyusul Aruna yang sudah pergi lebih dulu, meninggalkan Intan yang masih setia berada di makan Nenek Rima.

—oOo—

Aruna menenggelamkan wajahnya di balik bantal. Ia menangis sejadi-jadinya saat masuk ke kamar. Ia meluapkan segala perasaannya yang ia rasakan di sana.

Suamiku Gus GalakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang