Enggak Enak-kan!?

13 1 2
                                    

"Kamu mau keluar kan, aku titip dong!"

"I-iya"

"Kamu tadi dikasih pakdhe uang ya? Traktir aku lah!"

"Ih apaan!?"

"Lah emang rugi apa kalau kamu ngasih aku, kan kamu juga dapet"

"Hhh, iya deh"

"Nah gitu dong, pelit amat heuh"

Begitulah aku di rumah, tebak yang mana? Betul, yang jadi pelaku pemerasan tentunya.

Sepertinya kepercayaan diriku meluap-luap lebih dari 58% ketika berada di lingkungan yang sudah familiar. Gemas rasanya melihat orang yang tidak bisa mempertahankan prinsip dan kepercayaannya, lalu dengan mudah goyah dan menuruti permintaan serta perkataan orang lain.

Cih, people pleaser.

Sayangnya, semuanya berubah ketika -dung tak tak dung tak dung tak tak dung tak tweeeooot tet- maaf opening avatar Aang lewat. Oke, kembali ke topik. Perubahan terjadi karena akhirnya aku merasakan berada di posisi menjadi korban huhuhu....

***

Berawal hari itu lagi pengen jajan ke luar. Aku pergi bersama khodamku -hush!- aku pergi besama adikku. Naik dan duduk di boncengan motor, iya aku #TimBonceng bukan #TimNyetir, kalo kalian tim apa nih? Enakan duduk menikmati pemandangan sambil ngajak ngobrol ya kan daripada harus nyetir, harus fokus jalan, nanggepin orang di boncengan belum lagi bingung mau kemana. Hadeh.

Sebelum jajan, terlebih dahulu kami pergi belanja nah pulangnya baru melipir mampir beli wonton. Selama perjalanan aku terus menimbang-nimbang antara wonton A atau wonton B. Padahal aku belum pernah mencoba keduanya namun, dari testimoni yang ada akhirnya pilihan jatuh pada wonton A.

Motor melaju menuju kedai wonton A. Lagi-lagi dengan rasa percaya diri 58%, di bangku penumpang diriku mulai bawel dan mengatur adikku, yang mana lebih menjengkelkannya dia tiba-tiba BUDEG!

Padahal sedari tadi aku sudah mengarahkan untuk pergi ke kedai wonton A, eh dia malah jalan terus melaju menuju kedai wonton B. Akhirnya terjadi pertengkaran -asik. Pertengkaran ini dimenangkan oleh, yhaa sifat people pleaser yang menang. Sifat enggak enakan adikku muncul, jadi dia puter balik ke kedai wonton A.

Turun dari motor, suasana udah enggak menyenangkan karena ternyata adikku marah jadi dia lebih milih menunggu di parkiran daripada ikut turun. Bodoamaadhhh. Enggak peduli atuh, jangan rusak mood aku jajan wonton. Marah aja sono.

Tiba di depan kedai berbentuk kontainer kecil warna merah, aku lalu mengambil lembaran menu yang dilaminating tersebut dan membaca isinya.

"Wonton biasa, level satu, level dua.. em.. pakai kuah, ada yang enggak pakai kuah juga" ucapku pelan sambil kebingungan karena belum tahu bagaimana bentuk wonton di kedai ini, aku terus mengulang membaca menu yang isinya hanya lima baris itu.

"Mbak, saya pesen seporsi wonton level 2 yang pakai kuah ya" ucap ibu-ibu di belakangku yang entah kapan ada di sana karena setahuku sedari tadi hanya aku sendiri pembeli yang ada.

"Satu ya pesennya?" tanya mbak wonton.

"Iya mbak, satu yang level 2"

"Baik ditunggu ya kak" lalu mbak wonton menyiapkan pesanan ibu tersebut yang lagi-lagi sudah menghilang entah kemana.

"Mbak, aku pesen wonton level 2 yang kuah ya satu" latahku meniru pesanan ibu-ibu tadi, dengan kepercayaan diri 58% aku mengucapkannya sambil mengangkat jari telunjuk dan tengahku bersamaan, yha 02 yhaaaa sorry ye..

"Pake kuah ya?" tanya mbak wonton kepadaku.

"Iya mbak" aku mengangguk sambil meletakkan menu di tempat semula.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kompilasi Persepsi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang