7

2 2 0
                                    

Netranya perlahan mulai terbuka. Tangannya juga bergerak perlahan menandakan dirinya sudah sadar dari pingsannya.

Pemandangan pertama yang ia lihat saat ini adalah ruangan pengap yang hanya dipenuhi oleh bau obat-obatan yang menyeruak kuat. Namun, ... dia merasa bahwa yang ada di ruangan itu hanyalah dia seorang.

Temannya sekarang adalah kesunyian ....

Dan, kesepian ....

Mungkin, dia akan memilih berdiam di sana sejenak. Melupakan semua hal buruk yang terjadi hari ini. Haah, ... dia rasanya ingin menangis.

Hingga akhirnya, air matanya perlahan luruh membasahi pipinya. Benar, dirinya menangis.

Dia menangisi dirinya yang lemah

Dia menangisi dirinya yang selalu mendapatkan takdir sial

Dia menangisi takdirnya yang amat menyedihkan

Oh, tuhan. Dia tampak menyedihkan sekarang. Tolong, ... ubahlah nasibnya tuhan.

"Gue cuman mau bahagia. Gue cuman mau bahagia bareng keluarga gue, temen gue dan semua orang di sekitar gue. Gue nggak pengen dipukul sama Bang Ganesha dan Bang Raihan, gue nggak pengen dibully lagi sama Yosa, Hafidz dan Fidel, dan, ... gue nggak pengen keadaan gue jadi kayak gini. Kenapa takdir terasa begitu berat, Tuhan? KENAPA?!" amuknya pada Tuhan akan takdirnya yang amat menyedihkan.

"KENAPA GUE HARUS KAYAK GINI?! GUE CAPEK B*NGSAT! GUE CUMAN PENGEN BAHAGIA. APA NGGAK BISA?! KENAPA TUHAN? KENAPA TAKDIR GUE KAYAK GINI?!" Dia menangis sesenggukan di sana. Menangisi takdirnya yang amat teramat menyedihkan dan menangisi takdir Tuhan yang amat memilukan baginya.

Namun, ... dia tak tahu. Bahwa Arja ternyata sedang berada di luar ruangan yang ia tempati. Dia mendengar semua penuturan Devrat dan melihat semuanya dari jendela.

Membuatnya, merasa kasihan pada sosok temannya yang berusaha kuat di depannya tapi lemah di belakangnya. Dia kemudian berpikir, tak seharusnya manusia selemah dia harus diberi ujian yang seberat ini. Karena, ini terlalu menyedihkan dan memilukan untuk sahabatnya.

Tes

Air matanya perlahan turun juga. Dia, ... menangis. Bukan menangis karena semua luka yang dialami sahabatnya. Melainkan, dirinya menangis karena takdir yang tak adil sahabatnya dari Tuhan.

Pemandangan ini, ... sungguh menyedihkan. Dua orang manusia yang menangis bersamaan di tempat yang sama. Namun, hanya terpisah tembok yang membuat mereka tak saling mengetahui satu sama lain.

Sampai akhirnya, bumi dan langit ikut menangis juga. Dengan turunnya hujan lebat di saat mereka menangis bersama.

***

"Gimana udah mendingan?" tanya Samuel menginterupsi.

"U-udah," jawab Devrat menunduk.

"Kalau Lo ada masalah cerita sama kita. Jangan dipendam sendirian!" hardik Ilham.

"Iya. Gue tau kok."

"Tenang aja, kita pastikan nanti pas pulang geng trio biadab itu bakal kena balasan. Tunggu aja!" Ucapan Dimas malahan membuat Devrat menatapnya tajam. Sepertinya, dia harus menghentikan ini agar tak semakin runyam.

"El, Mas, Ham, Ja, tolong jangan balas dendam. Cukup biarin aja mereka. Jangan dibalas."

Samuel melempar tatapan sengit ke arah Devrat. Dia, sedikit tak setuju dengan ucapan Devrat yang terdengar semacam perintah yang tak masuk akal baginya.  "Emang kenapa, Vrat? Kan mereka udah sakitin Lo? Jadi, boleh dong kalo balas dendam?"

Aku Berhak Bahagia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang