"Kamu lupa istilah pembeli adalah raja? Kalau mereka salah, penjual tetap jadi pihak yang disalahkan. Sebagai SPG, kamu pasti paham kalian adalah orang terdepan yang bertanggung jawab pada penjualan. Kalau omset menurun, siapa yang salah?"
"Kami."
Aku menyikut lengan Sella yang menjawab seperti itu. Aku tidak setuju dengannya. Di mana hak asasi kami sebagai manusia jika harus menanggung kesalahan orang lain? Miskin-miskin gini, aku punya harga diri. Lagian mbok konde tadi itu juga keterlaluan. Mentang-mentang kaya seenaknya saja berbicara. Pakai ngatain kami harusnya menjajakan segala yang kami punya, apa maksudnya itu? Jelas aku tersinggung. Kalau dia bilang, pasang senyum yang manis, apa salahnya? Lah dia pakai istilah luas seperti itu. Aku tidak terima dong.
"Saya tidak mau tahu. Minggu ini Fresh Market harus menaikkan omset sebanyak lima persen. Kalau tidak, kalian yang akan saya kejar."
Pak Sabar yang tidak sepatutnya dinamai seperti itu mengibaskan tangan untuk mengusir kami dari ruangannya. Itu orang pasti waktu dikasih nama lupa dipotongin kambing. Nama biasanya cerminan sikap orangnya. Kalau seperti dia, aku tak percaya sama teori tersebut. Pak Sabar punya kebiasaan bikin karyawan seperti kami punya keinginan mengarungi dan membuangnya ke Sungai Gangga.
"Gue punya batas kesabaran, Nyet. Kalau tuh manajer main nyalahin kita, gue nggak akan terima. Lo lihat 'kan kejadian tadi? Ibu sanggul itu nyolot banget."
"Sabar napa, Luh? Lo juga emosian banget sih. Kita butuh kerjaan ini kali. Kalau lo kaya, silakan lo ngegas sama siapa aja. Selama lo masih kacung, haram hukumnya melawan bos."
"Ah, bisa naik terus tensi gue selama bosnya adalah dia. Maksud gue, ya, okelah gue nggak apa-apa di luar dia belain tuh customer. Depan kita harusnya tuh manajer ngerangkul kita, besarin hati kita untuk sabar. Sabar sabaaar. Lama-lama muak gue sama kata itu. Pengin gue banting tuh orang sama sekarung sayur kol."
"Sabar sabaaar." Sella menepuk-nepuk bahuku setelah melingkarkan tangan di pundakku. "Gue yang akan rangkul lo, Beb. Malam ini gue yang bayarin makan kita. Asal lo lupain kejadian hari ini. Okay?"
"Nyetia Sella, lo paling oke deh. Nggak salah selama ini gue sayangi lo, Nyet. Gue gedein lo pakai sayur-sayuran Fresh Market. Akhirnya lo tumbuh jadi gadis baik. Kalau lu cowok, udah gue kawinin lu, Nyet."
"Jijik, gue. Sumpah."
Aku ada di Gumelar Departement Store sejak pertama kali mencari pekerjaan. Awalnya di counter kosmetik. Di sana aku tampil cantik terus. Tapi tetap saja jomblo juga. Habisnya yang datang ke kami adalah para hawa. Kalau pun bawa cowok, ya, gandengan mereka. Nah, kalau di Fresh Market ini pekerjaannya cukup asyik kecuali ada emak-emak nyinyir kayak Mbok Konde. Aku bisa makan buah tester yang enggak habis.
"Kabarnya besok direktur Gumelar yang baru bakalan datang." Sella memencet botol saos pakai tenaga esktra.
Melihatnya kesusahan, aku berdiri ke kulkas untuk mengambil sambal yang baru. Sella menyambar benda yang kubawa dan mengeluarkan isinya ke dalam bakmi.
"Tahu nggak orangnya gimana?"
"Perfect loh kata anak-anak. Pernah magang sebentar dulu sebelum kuliah ke luar. Tahu deh sekarang berubah apa belum."
"Nggak apa-apa sih perfek, bagus malah. Asalnya dia punya attitude yang baik. Punya banyak stok perikemanusiaan dan perikekacungan."
***
Hari ini aku kena sift pagi. Jelas saja aku turut serta dalam barisan penyambutan Direktur Gumelar Departement Store. Kabarnya tuh orang anaknya yang punya Gumelar Grup. Sengak pasti orangnya. Orang kaya biasanya begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerita: Semua untuk Cinta
Short StoryHai, ini lapak kumpulan cerpen saja. Jadi, antara part dengan part lainnya tidak saling berhubungan, ya, seperti kamu dan mantanmu.